Buku-Buku Kebangganku |
Hobi
adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang tanpa adanya paksaan
maupun bujukan dari orang lain. Hobi dilakukan karena suka dan ada rasa bahagia
ketika mengerjakan pekerjaan tersebut. Itulah hobi, menurut kacamata saya.
Lalu
hobiku apa? Banyak sih, saya suka membaca,
menulis, berada di tengah orang baru, mengamati tingkah laku orang,
bercengkrama dengan anak-anak, jalan-jalan putar-putar kota, gangguin suami,
dan masih banyak lagi.
Dari
sekian banyak hobiku, adakah yang dibayar? Tentu saja, semua hobiku dibayar.
Ada yang dibayar dengan pelukan dan ciuman dari suami dan anak-anak, ada yang
dibayar dengan ucapan terima kasih oleh orang-orang sekitarku, ada yang …….
Ups, bukan itu…maksudnya dibayar dengan materi. Kasarnya, dibayar pakai duit.
DUIT alias UANG.
Hm,
kalau hobiku yang dibayar pakai duit adalah MENULIS. Alhamdulillah, nikmat dan
bangganya ketika hobi menulisku dibayar pertama kali saya rasakan saat kuliah.
Didorong oleh kebiasaanku membaca sejak kecil, saya pun akhirnya bisa menulis.
Kebiasaan membaca, membuat perbendaharaan kataku menggunung.
Dari kebiasaan ini
juga, saya bisa mengetahui mana tulisan yang enak dibaca dan tidak. Dari
kebiasaan membaca, saya jadi bisa mereview sebuah tulisan, memberi tanggapan
sebaiknya tulisan ini seperti ini, dan sebagainya.
Dan,
kebisaanku menulis pun lahir dengan sendirinya. Untuk bisa menulis, saya tidak pernah
sekalipun ikut kursus menulis atau pelatihan menulis. Bahkan, terus terang
saja, untuk membaca pedoman penulisan yang baik pun, saya malas.
Karenanya,
ketika ditanya bagaimana cara menulis yang baik, saya pun tak tahu. Eh, udah
gitu, saya malah dituduh gak mau berbagi ilmu. Yaelah, saya gak sepelit itu
juga, kali.
Paling kalau ditanya begitu,
saya hanya bisa bilang... “resepnya, membaca, membaca, dan membaca.” Memang
kiatku untuk bisa menulis ya membaca itu saja. Benar-benar otodidak alias
mengalir dengan sendirinya tanpa belajar ini itu.
Semuanya bermula
dari keprihatinanku atas buruknya beberapa tulisan yang pernah kubaca. Daripada sibuk mencela, saya pun menantang diri sendiri
"Bisakokah bikin yang lebih bagus?"
Maka, saya pun
memberanikan diri menulis sebuah cerita.
Dan....jadilah
sebuah cerita anak pertamaku. Berbekal pengetahuan mengirim tulisan ke redaksi
koran yang kudapat saat SD, saya pun memberanikan diri mengirim tulisanku ke
redaksi Pedoman Rakyat. Koran ini merupakan koran lokal terbesar saat itu. Sayangnya, kini sudah tidak terbit
lagi.
Saya
ingat sekali, saat itu saya mengirim tulisan di hari Kamis. Dan, Alhamdulillah
pada hari Ahad, ceritaku dimuat di rubrik SAHABAT, rubrik khusus untuk anak.
“Tuh,
kan, apa saya bilang. Bisa tonja menulis….” Pujiku pada diri sendiri.
Meski
senang, namun ada rasa was-was yang tiba-tiba muncul.
“Bagaimana
kalau ternyata orang tidak suka membaca tulisanku?”
“Bagaimana
kalau ternyata ceritaku norak?”
“Bagaimana
kalau ternyata ceritaku membosankan?”
Dan
banyak lagi was-was lainnya. Tahu tidak, saat itu saya bahkan tidak berani
keluar rumah. Takutnya diserbu pembaca koran tersebut yang komplain dengan
tulisanku.
Baca juga Ketika Bacaan Meracuniku
Tapi
ternyata, kekhawatiranku tidak berlangsung lama. Esoknya , di hari Senin, semua
berjalan seperti biasa. Tidak ada yang complain dengan tulisanku. Tidak ada
yang marah dengan tulisanku. Bahkan, tidak ada yang minta tanda tanganku…*aposeh.
Dan....menulis
itu memang candu. Setelah tulisan pertamaku dimuat, saya terpacu untuk kembali
menulis dan lagi dan lagi……
Alhamdulillah,
senang rasanya punya hobi yang dibayar. Kalau Kamu, apa hobi dibayarmu?
***
*Tulisan ini merupakan tanggapan atas tulisan Mak Diah Alsa dalam event #KEBloggingCollab untuk kelompok Retno Marsudi
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging