Alhamdulillah, tanggal 16 Juni 2020 kemarin, putra keduaku menyelesaikan hafalan Al Qur'an 30 juz-nya setelah mondok di Pesantren SMAS Tahfidzul Quran Imam Asy-Syatibi Wahdah Islamiyah Gowa Sulawesi Selatan sejak tahun 2017. Ini juga berarti Tholhah menyelesaikan target menghafal sebagaimana yang ditetapkan oleh pondok bagi seluruh santri didiknya.
Rasanya bahagia sekali, ketika salah seorang pengurus yayasan tempat Tholhah menuntut ilmu memberitahukan kami dan membuat status khusus tentang keberhasilan anak kami menyelesaikan hafalannya.
Terus terang, ada rasa tak percaya melihat keberhasilannya. Bukan apa-apa, selama ini Tholhah agak lemah dalam urusan menghafal, bahkan beberapa kali mengeluh karena susahnya menyimpan apa-apa yang telah dihafalnya ke dalam memori ingatannya.
"Mungkin,banyak sekali dosaku ini, Ummi sehingga hafalan susah sekali tinggal. Mohon doata selalu" keluhnya.
Tentu saja, doa senantiasa kupanjatkan untuk anak-anakku, termasuk Tholhah. Doa agar mereka senantiasa dijaga dan dijauhkan dari marabahaya di mana pun berada, doa agar mereka senantiasa diberi kesehatan, doa agar mereka senantiasa dijaga fitrahnya dan dijauhkan dari teman-teman yang bisa membawa dampak buruk, doa agar kelak mereka menjadi para pejuang di medan dakwah dan senantiasa berbuat untuk kebaikan agama ini, dan banyak lagi doa-doa yang kulangitkan untuk mereka.
Baca Juga; Sepenggal Kisah dari Singapura
Selama di pesantren, Tholhah pun semakin rajin berpuasa, bahkan merutinkan puasa Daud meski saya sempat melarangnya karena tubuhnya semakin kurus. Saya khawatir dia jatuh sakit karena sebelumnya Tholhah termasuk anak yang suka sekali makan. Maklum, namanya juga mamak-mamak.
Alhamdulillah, sejak mondok, si anak manja itu berubah menjadi lebih dewasa dan penuh pengertian. Ini bukan hanya dari penglihatanku, tetapi mamaku juga berkata demikian. Sebagai orang tua, tentu senang sekali dengan perubahan tersebut.
Kisah tentang mondoknya itu sempat saya tuliskan di buku antologi "Sepenggal Kisah Anak Mondok di Pesantren". Buku setebal 186 halaman dengan ukuran 14x20 cm tersebut diterbitkan oleh CV Elfa Mediatama, Cikarang Baru, Jawa Barat dan terbit perdana di bulan Juli 2019. Buku dengan tampilan warna hijau tosca tersebut saya tulis bersama teman-teman dari Joeragan Artikel yang berisi 22 kisah inspiratif para penulis yang anaknya mondok di pesantren.
Dalam buku ini, saya menuliskan kisah Tholhah dengan judul, "Kuberharap, Tetap Bersama Kalian Hingga ke Jannah". Masya Allah, judulnya adalah harapanku dan saya yakin harapan semua orang agar kelak di jannah nanti kita bisa kembali berkumpul bersama keluarga kita selama di dunia. Aamiin.
Antologi Sepenggal Kisah Anak Mondok |
Demikianlah, dengan tertatih-tatih Tholhah merangkai dan mengumpulkan hafalannya. Hingga kemudian wabah COVID-19 menyerang bumi dan membuat para santri tidak bisa kembali ke pondok masing-masing usai liburan. Hal yang sama berlaku di pesantren Tholhah. Semua pembelajaran terpaksa dilakukan secara online, hanya bertatap muka lewat gawai di rumah masing-masing.
Qadarallah, selama masa pandemi, keempat anak kami harus tinggal bersama kakek dan neneknya, sementara saya, suami, dan si bungsu berada di Malaysia. Kami tak bisa ke Makassar karena negeri tetangga tersebut telah memberlakukan "lockdown" sejak 18 Maret 2020 sehingga kami tidak bisa meninggalkan negara tersebut.
Kembali ke Tholhah, kami pun pesimis dia bisa menyelesaikan hafalannya di masa pendemi sekaligus di masa-masa akhir sekolahnya. Bukan apa-apa, tanpa pengawasan di Makassar (kakek dan neneknya tak bisa diharapkan mengawas karena mereka juga sudah tua dan sakit-sakitan), kami khawatir jiwa gamer-nya tumbuh kembali.
Baca Juga: Padamu Anakku
Ohya, sebelum mondok, anak ini memang pecinta game banget. Kami beberapa kali harus menegurnya karena hobinya tersebut. Tentu saja, saat mondok, hobi itu tidak tersalurkan. Namun, saat kembali ke rumah dan penggunaan ponsel sepenuhnya berada di tangannya, wajar rasanya kekhawatiran kami tersebut.
"Kamu main game lagi, ya? Duh, Nak, jangan sibuk dengan game terus dong. Ingat hafalannya harus tetap dijaga. Kalau perlu ditambah, apalagi tersisa 2 juz yang belum dihafal..." kurang lebih seperti ini ocehanku dan suami setiap kali kami menghubungi Tholhah.
"Iye... kutambahji hafalanku. Insya Allah, kudapatji 30 juz sebelum tamat." balas Tholhah yang meski demikian tidak juga membuat kami yakin.
Namun, semua kekhawatiran kami hilang dan berganti dengan kebahagiaan tak terkira ketika ketua yayasan pondok memberi ucapan selamat kepada suami. Selamat atas keberhasilan Tholhah menyelesaikan hafalan Al Quran 30 juz-nya.
Ucapan selamat ini seolah melengkapi kebahagiaan kami karena sebelumnya kami juga mendapat kabar kalau Tholhah berhasil lulus di Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar. Alhamdulillah.
Sujud syukur kami lakukan atas nikmat yang Allah berikan kepada kami. Satu harapan kami, semoga Tholhah bisa mempertahankan hafalannya dan senantiasa dalam ketaatan kepada-Nya. Aamiin ya Rabbal A'lamin.
*