Ramadhan Telah Berlalu. 6 Hal Ini Membuat Ramadan dan Lebaranku Berbeda Dari Biasanya

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Minggu, Mei 24, 2020



Saat ini, dunia tengah dirundung duka. Pandemi COVID 19  yang melanda sejak akhir tahun 2019 masih terus berlangsung hingga sekarang ini. Pandemi ini telah merenggut jutaan jiwa dan membuat banyak perubahan bagi dunia maupun penduduknya. 



Salah satu perubahan yang paling terasa adalah diberlakukannya kebijakan social distancing. Kebijakan ini merupakan keputusan yang terbaik karena virus yang sedang menyerang ini adalah makhluk kasat mata yang bisa berada dan menempel di mana saja. Satu-satunya jalan untuk menghindarinya adalah bertahan di rumah masing-masing dan meminimalkan diri untuk keluar dan berada di luar rumah.




Akibat diberlakukannya kebijakan ini, banyak hal yang juga harus ikut berubah. Padahal, saat ini, umat muslim sedunia justru tengah kedatangan tamu termulia yakni Bulan Ramadan. Bulan yang biasanya dihabiskan dengan banyak melakukan aktivitas dan ibadah di luar rumah. 

Karenanya, Ramadan kali ini terasa sangat berbeda. Khusus bagi saya, ada beberapa hal yang membuat Ramadhan dan hari raya Iedulfitri nanti  harus berlalu berbeda dari biasanya. Beberapa di antaranya adalah:

1. Tidak Ada Kumpul keluarga

Ketika wabah merebak, anak-anak berada di tempat belajarnya masing-masing. Si sulung kuliah di Bogor, si nomor dua dan tiga berada di pondok pesantren yang berbeda di Makassar, dan si nomor empat juga berada di Pondok di daerah Depok. 

Sekitar awal Maret 2020, si nomor tiga libur, disusul si nomor dua, sepekan kemudian. Seperti biasa, keduanya tinggal di rumah kakek dan neneknya di sana. Kemudian, di akhir Maret (28/02/20), si sulung dan si nomor 4 pulang ke Makassar. Situasi yang semakin memburuk membuat kami memaksa kami memulangkan keduanya. Rasanya lebih aman bila mereka berada di Makassar daripada terpisah-pisah di Bogor dan Depok. 

Sebenarnya, saya ingin anak-anak kembali ke Malaysia. Qadarallah, Malaysia telah memberlakukan kebijakan "lockdown" sejak 18 Maret 2020 dan masih terus berlangsung hingga saat ini. Kebijakan ini membuat keempat anakku tidak mungkin pulang dan mereka pun tertahan di Makassar hingga saat ini.

Baca Juga: Pengalaman Melakukan Isolasi Mandiri

Jangan ditanya bagaimana perasaanku hidup terpisah dari buah hati tersayang. Hampir setiap hari, saya dan suami mengandalkan fasilitas video call untuk memantau perkembangan dan keadaan anak-anak. Tentu saja, doa-doa selalu terpanjatkan untuk mereka. Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa menjaga dan melindungi mereka di mana pun mereka berada.

Kesedihan semakin terasa ketika bulan Ramadhan tiba. Inilah Ramadhan tersedih yang pernah kurasakan. Tak ada empat anakku yang setiap hari ngerecokin di rumah. Tak ada empat anakku yang biasanya me-request menu makanan yang berbeda sehingga kadang saya ngomel dan bilang, "Ini rumah, bukan rumah makan jadinya setiap orang bisa order menu yang berbeda." 

Pokoknya Ramadhan kali ini berlalu sepi tanpa kehadiran keempatnya. Pokoknya, di hari nan fitri ini, kami hanya bisa melewatkan lebaran via video call. Huhuhu...kangen 😭😭😭

2. Tidak Ada Shalat Berjamaah di Masjid


Sejak diberlakukannya kebijakan "lockdown" yang di Malaysia diistilahkan dengan Perintah Kawalan Pergerakan (PKP), kebijakan shalat 5 waktu di masjid maupun surau juga ikut dilarang sementara waktu. Sejak itu, suami melaksanakan shalat 5 waktu di rumah aja. 

Hal ini terus berlanjut hingga bulan Ramadan tiba. Selama sebulan, tak ada shalat tarawih berjamaah di surau yang hanya berjarak 100 meter dari rumah. Yang ada hanya suara muadzin melaungkan adzan seperti biasanya yang kemudian diakhiri dengan peringatan, "Shalatlah kamu di rumah kamu masing-masing." 

Sedih banget. 

3. Tidak Ada Takjil dan Bukber

Tidak diberlakukannya shalat berjamaah di surau dekat rumah, tentu saja berimbas dengan tidak adanya takjil atau buka puasa bersama. Padahal, biasanya di setiap sore, beraneka jenis takjil yang dibawa jamaah masjid memenuhi meja yang memang disediakan di teras samping surau. Mulai dari nasi lemak, roti john, roti canai, karipap, putri ayu, dan banyak lagi. Malah saking banyaknya, biasanya sepulang shalat Maghrib di surau, anak-anak laki-lakiku membawa pulang beberapa jenis takjil daripada mubasir karena gak ada yang ambil. 



Hal yang sama juga terjadi di masjid-masjid yang biasanya menyelenggarakan acara buka puasa bersama. Duh, jadi kangen makan bareng dalam satu wadah seperti gambar di atas.

4. Tidak Ada I'tikaf

Di 10 malam terakhir di bulan Ramadhan, biasanya suami dan dua anak laki-lakiku melakukan i'tikaf di masjid kampus Universitas Sultan Zainal Abidin (Unisza) atau masjid kampus Universiti Malaysia Terengganu (UMT), kampus tempat suami mengajar.

Tahun lalu, saya dan tiga putriku malah sempat ikut i'tikaf di kampus Unisza. Alhamdulillah, dapat kenalan ummahat asal Bangladesh yang hanya bisa bahasa Urdu. So, kita komunikasinya pake bahasa tubuh aja. Hehehe.

5. Tidak Ada Shalat Ied

Di tahun-tahun sebelumnya, kami sekeluarga senantiasa melaksakan shalat ied di masjid kampus Unisza dan kalau berada di tanah air, kami mengerjakan shalat ied di Masjid Dakwatul Khaer, masjid dekat rumah yang jamaahnya selalu meluber hingga ke  jalan. Masjid  yang memang setiap dua tahun sekali menyelenggarakan shalat ied.

Kini, suami menyelenggarakan shalat ied hanya berdua dengan si kecil Hilyah. Qadarallah, saya berhalangan sehingga tidak bisa ikut shalat berjamaah di belakang suami.

6. Tidak Bisa Mudik


Usai mengerjakan shalat Ied di rumah aja, kita video call-an dengan anak-anak, mertua, dan orang tua yang ada di Makassar. Sedih rasanya melihat keluarga berkumpul sementara kami bertiga berada jauh di negeri orang.

Teringat saat pamit pada orang tua dan mertua sebelum ke Bogor di bulan Februari yang lalu, saat itu saya berjanji pada mereka untuk mengusahakan mudik agar bisa berlebaran bersama keluarga besar di Makassar. Memang, sudah beberapa kali lebaran, kami tidak merayakannya di tanah air. 

Qadarallah, keinginan itu kali ini tidak bisa terwujud. Kami tidak bisa mudik karena tak ada penerbangan dari negeri jiran ke tanah air. Bahkan, entah kapan Malaysia akan membuka kembali penerbangannya ke tanah air, khususnya Makassar.

Ramadhan telah berlalu, Syawal pun kini menyapa dunia. Semoga Allah Azza wa Jalla menerima amalanku dan amalan kalian, Taqabbalallahu minna wa minkum. Taqabbal ya Kariim. 
*

  • Share:

You Might Also Like

10 Comments

  1. Memang sedih rasanya Mbak, ramadan dan lebaran tahun ini benar-benar prihatin. Kami pun menjalankan tarawih di rumah, buka bersama dengan anggota keluarga. Semoga pandemi ini tidak menyurutkan semangat kita dalam beribadah. Taqabal yaa kariim.

    BalasHapus
  2. Memang berbeda sekali ya ramadan dan lebaran tahun ini, rasanya seperti ada yang hilang. Nggak bisa tarawih & itikaf di masjid, solat id pun di rumah, mudik juga nggak bisa :(, mudah-mudahan pandemi segera berakhir. Sedih juga ya Bund, nggak bisa ramadan bareng anak, mudah-mudahan Bunda sekeluarga sehat selalu & berada dalam lindungan Allah dimanapun berada aamiin. Click

    BalasHapus
  3. Banyak sekali perbedaan Ramadhan tahun ini dengan Ramadhan tahun lalu. I feel it too. Tapi bagaimana pun berbedanya, seperti apa pun sesaknya, kita tetap kudu menjalaninya. Semoga kita semua selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT.

    Aamiin Ya Rabb...

    BalasHapus
  4. same here bun, wkwkwk. emang kudu sabar banget sih lebaran kali ini. padahal saya pengen banget mudik. kasian mbah kakung sendirian di kampung, anak cucunya gak ada yang pulang. hiks. dilema banget yaa.

    BalasHapus
  5. Kalau yang beda dari lebaranku,tahun ini jadi lebih pendek (rasanya), lebih berwarna karena baru pertama kali video call ramean dan berjam-jam hehehe ya meski tanpa kedekatan secara fisik, keamanan dan kesehatan jadi berkah lebih yang masih bisa dirasakan sampai saat ini

    BalasHapus
  6. Semoga pandemi ini segera pergi dan Mba Ria bisa berkumpul lagi bersama seluruh keluarga. Pulang kampung ke Makassar dan jumpa keluarga besar. Sehat selalu di Malaysia ya Mbak..Tetap semangat!

    BalasHapus
  7. Apakah di Malaysia mall tetap ramai ketika masjid ditutup mbak? Karena di daerah saya masjid sepi dan mall/pasar tetap ramai, hiks. Ssampai sekarang pun keadaan masih sama, orang gak ke masjid karena ditutup sedangkan belanja masih dusel duselan, huft. Semoga pandemi segera berakhir ya

    BalasHapus
  8. Rasanya memang jauh beda. Tapi saya memaknai dari sisi lain saja bun. Betapa nikmatnya lebih dekat dengan anak-anak,bisa 5 waktu jamaah dengan mereka,.sambil mengecek tata cara ibadah mereka. Jika baca Al Quran bisa menyimak lebih saksama dan membetulkan bacaan mereka. Tahun ini Ramadan dan Idul Fitri memang berbeda semoga tahun ini kita jadi ummat yang lebih bertaqwa

    BalasHapus
  9. Ramadan tahun ini sangat istimewa, Allah memperlihatkan secara nyata Kekuatan-Nya. Manusia tak dapat berbuat apa-apa, selain menerima semua keadaan ini dengan sabar dan syukur

    BalasHapus
  10. Bener banget mba 6 hal yang mba sebut gk ada di tahun ini. Sedih ya...tp demi kebaikan gpp smg tahun dpn bisa bertemu lgi dgn ramdhan al kariem...

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging