Setiap
manusia pastinya pernah merasakan kesedihan, kesukaran, kesempitan bahkan
kehilangan. Itulah dinamika hidup. Tak ada manusia yang selama hidup di dunia
hanya merasakan satu hal saja. Bahagia selamanya atau menderita selamanya.
Ujian
yang terjadi sebenarnya merupakan tanda-tanda kecintaan Allah kepada
makhluk-Nya. Diibaratkan anak sekolah, ujian merupakan sarana untuk masuk ke
tingkat yang lebih tinggi.
“Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah
beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS: Al-'Ankabuut:2)
Demikian
pula yang terjadi dengan lelaki itu dan keluarganya. Di saat kehidupan telah
berjalan seperti yang direncanakan, di saat mereka memantapkan diri sepenuh
hati di jalan dakwah, saat itulah
rencana tersebut harus luluh berantakan.
Entah
sejak kapan dan bagaimana caranya tiba-tiba
sebuah fitnah jahat berhembus mengoyak indahnya udara ukhuwah yang telah
terjalin bertahun-tahun. Dan parahnya, fitrah tersebut datangnya dari orang-orang kepercayaan
mereka, sahabat-sahabat mereka sendiri.
Nasi
telah menjadi bubur. Fitnah itu telah melukai kesabaran serta keikhlasan yang
telah dirajut bertahun-tahun. Kebersamaan tanpa kepercayaan adalah mustahil.
Tak ada jalan lain selain segera pergi meninggalkan tempat itu.
Usai
memberikan sumpah bahwa semua itu tak benar, keluarga kecil itupun pergi.
Meninggalkan mereka yang percaya dengan fitnah itu untuk tetap memeluk
kepercayaannya serta meninggalkan mereka yang tidak percaya untuk tetap teguh
mengusung kemuliaan keluarga itu.
But, life
still must go on….
Keluarga
kecil itu kemudian melanjutkan kehidupan di kampung halaman. Lelaki itu
kemudian bekerja di sebuah lembaga
dakwah sementara istrinya mengajar di sebuah SDIT. Semua harus kembali diulang dari nol. Mencoba
berbagai peluang bisnis di tempat yang baru.
“Ada
pendaftaran beasiswa dari pemerintah provinsi…..” beritahu lelaki itu di
sela-sela kesibukannya mencari peluang di mana saja, salah satunya dengan browing
internet. Dari hasil browsing itu ia mendapatkan informasi akan
sebuah program beasiswa doctoral.
“Dicoba
aja peluangnya. Gak ada ruginya dicoba, yang namanya rezeki takkan kemana”
istrinya menyemangati.
Suami pun
memilih dan memilah kira-kira negara mana yang akan dijadikan tujuan kelanjutan
study-nya, Inggris atau Malaysia. Namun dengan segala pertimbangan akhirnya
pilihan jatuh pada negeri jiran. Dekat tapi berkualitas, Insya Allah.
“Gak
usah mimpi terlalu tinggi deh. Ntar jatuh, sakit lho….” Satu dua orang
mengingatkan mereka untuk tidak bermimpi terlalu jauh. Kesederhanaan yang
tercipta selama ini membuat sebagian orang memandang sebelah mata pada mereka.
Padahal mereka hanya ingin mendapatkan
dukungan dan doa. Namun nyatanya…..
“Aku
lulus. Alhamdulillah….” Berbekal doa serta
kepasrahan yang dalam akan takdir Allah akhirnya berita gembira itu menyapa
keluarga sederhana tersebut.
Alhamdulillah
Lelaki
itupun segera mengurus segala hal yang terkait dengan kelanjutan study-nya. Tak
lama berselang, sejumlah uang dengan nominal yang sangat besar bagi ukuran mereka
mengisi rekening tabungan yang baru saja dibuka demi keperluan study dan pernak
perniknya.
Sekian
puluh juta rupiah!!!
Sejujurnya,
bukan nominal itu yang membuat lelaki dan istrinya itu terkesima. Namun,
peristiwa dibalik semua yang terpampang di depan mata kini. Peristiwa yang
terjadi dikarenakan sebuah peristiwa lain sehingga peristiwa ini terjadi.
Rasanya
baru kemarin fitnah jahat menimpa mereka. Rasanya baru saja
mereka pergi dalam keadaan terhina
dari tanah harapan mereka. Rasanya luka-luka itu baru saja mengiris dan
melukai hati-hati mereka.
Namun
kini……… Engkau telah memberikan nikmat yang begitu besar. Nikmat yang rasanya
tidak sebanding dengan ujian yang diberikan kemarin. Ya Rabb, betapa banyaknya
limpahan nikmat yang Engkau berikan.
Allahu
Akbar
Setelah
semuanya beres maka untuk pertama kalinya lelaki melakukan perjalanan ke luar
negeri. Dekat sih, di negeri jiran. Tapi namanya ke luar negeri ya tetap saja
deg-degan. Apalagi selama ini lelaki itu hanya tahunya daerah pelosok dan
daerah terpencil.
Tapi
lagi-lagi Allah masih ingin menguji kesabaran beliau.
Usai
melaksanakan shalat dzuhur berjamaah di masjid kampus, lelaki itu baru tersadar
kalau ternyata tas ranselnya raib entah kemana. Tentu saja ini masalah besar.
Dalam tas tersebut ada laptop yang baru berusia sepekan, handphone, ada
sejumlah uang, ada surat-surat penting. Tapi yang paling penting adalah dalam
tas tersebut juga ada PASSPORT. Ya, passport jika diibaratkan adalah nyawa
kedua bagi seseorang yang tengah berada di negeri orang.
Maka
habis…..habislah semua. Di negeri orang lelaki itu harus terpontang panting mengurus semuanya dari
awal. Kalau sudah begini, bisa apa coba selain sabar dan ikhlas menerima takdir
Allah sembari menunggu entah takdir apa berikutnya.
Dalam
kebingungan, entah dari mana datangnya tiba-tiba lelaki itu bertemu dengan
seorang pria tua yang terlihat teduh dan cerdas. Tanpa ba bi bu, pria tua itu
menawarkan lelaki tersebut pekerjaan sebagai asistennya. Kerjanya cuma satu,
menulis. Rupanya pria tua itu seorang professor di kampus ini. Sang Professor
baru saja memecat asistennya yang tidak tahan dengan cara kerja professor
tersebut.
Tanpa
pikir panjang lelaki itu menerima tawaran tersebut. Tawaran itu seperti oase di
Gurun Sahara. Menyejukkan, menghilangkan dahaga kegalauan.
Dan,
mulailah babak baru dalam kehidupan lelaki itu. Tempaan Sang Professor yang
ala-ala militer membuatnya menjadi sosok yang tangguh dan cerdas. Tempaan yang
membuat langkahnya maju lebih cepat dibanding teman-teman seangkatannya.
Singkat
cerita lelaki itu berhasil menyelesaikan studynya. Lebih cepat dibanding
jadwal. Tak ayal iapun tercatat lulus dengan nilai plus. Alhamdulillah.
Setelah
itu tawaran post doctoral pun datang dan setahun kemudian lelaki itu
diterima sebagai dosen senior di sebuah Universitas kerajaan di negeri tersebut
merangkap sebagai dosen juga di sebuah universitas swasta di tanah air.
Alhamdulillah.
Sabar dan
Ikhlash, dua kunci keberhasilan yang berhasil dibuktikan lelaki itu.
Alhamdulillah,
cerita kelam itu sebenarnya telah
tertinggal jauh dibelakang. Tulisan ini dibuat bukan untuk mengungkit-ungkit
masa lalu hanya saja sebagai penguat dan penyemangat bagi kita semua bahwa
rencana Allah itu memang indah. Allah yang paling tahu apa yang terbaik bagi
hamba-hamba-Nya. Bahkan melebihi apa yang diketahui hamba tersebut.
Tulisan
ini merupakan bagian dari event Blogger Muslimah Sisterhood yang diadakan Blogger Muslimah Indonesia
20 Comments
Ceritanya begitu mengharukan, salut buat sang istri yang selalu mendukung di belakangnya tanpa kenal putus asa
BalasHapusSemoga menginspirasi ya mba....
HapusBegitu lah hakikat kehidupan ya mbak. Allah selalu memberi jalan yang tak pernah disangka sangka dan selalu ada nikmat yang besar bagi mereka yang sabar dan ikhlas. Masya Allah ceritanya menyentuh dan inspiring banget.
BalasHapusTerimakasih ga mbak. ��
Intinya sabar dan ikhlas. Yang penting kita yakin dan percaya bahwa Allah tidak akan memberi ujian melebihi memampuan hamba-Nya.
HapusTerharu Mbak baca kisah ini. Doktoralnya ambil jurusan apa Mbak lelaki itu? 😃
BalasHapusSaya pun menuliskannya sembari menahan emosi. Kayaknya jurusan sosial, Mba...
HapusMasyaa Allaah...
BalasHapusLelaki memang harus panjang langkah yah untuk menjemput keberhasilan. Semoga semakin berkah ilmu lelaki itu
Aamiin. Semoga berkah
HapusMasyaALLAH, innallaha ma`ashobirin, Allah bersama orang orang yang sabar. keren mbak perjuangan suaminya, from zero to hero banget. menginspirasi
BalasHapusAlhamdulillah, selalu ada hikmah dibalik setiap ujian yang Allah berikan.
HapusMasyaAllah.. Merinding baca ini. Memang benar ya, Allah tidak akan membebani hambaNya kecuali hamba itu kuat menangggungnya, dan selalu ada kemudahan disetiap kesulitan.
BalasHapusBatakallah Mba..
Iya Mba, Allah tidak akan membebani hamba-Nya diluar kemampuannya. Hanya saja, terkadang kita yang kurang sabar menjalaninya. Terima kasih
HapusMbak, ceritanya menginspirasi dan buat saya mewek. Secara lg menghadapi hal sama, meski gak seberat lelaki itu
BalasHapusUjian Allah memang terasa berat di awalnya, Mba. tapi insya Allah akan terasa manis di penghujungnya. Yakinlah....
HapusAq ga bisa nih nulis tipe tipe gini.. keren
BalasHapusMasak sih mba? Blogmu keren bangets lho, saya belajar banyak di sana
HapusNice post, jadi merenung, makasih mba :)
BalasHapusAlhamdulillah, semoga menjadi renungan kita bersama
HapusMasya Allah. Terharu baca ini. Fainna maal usri yusron. Inna maal usri yusron. Maha benar Allah dg segala firman-Nya ya, Mbak...
BalasHapusTerima kasih sudah membaca. Semoga kita bisa memetik hikmahnya bersama.
HapusTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging