Dulu....aku
suka sekali bila hujan turun membasahi bumi. Aku ingat, saat masih kecil, hujan merupakan sahabat terbaik
yang membuatku sangat bahagia jika ia datang menyapa. Karenanya, jangan pernah
berharap aku akan membawa payung ketika mendung tiba. Aku lebih memilih
membiarkan sekujur tubuhku diguyur hujan meski baju, tas dan sepatuku akan
basah karenanya.
"Aku
kehujanan. Tadi sementara di jalan tiba-tiba hujan turun. Karena telanjur basah
ya sudah mandi sekali....." hahaha malah dangdutan.
Tapi itulah
alasan yang kukemukakan jika tiba di rumah. Alhamdulillah gak ada sapu yang
mengelus betisku atau cubitan yang singgah di lenganku sebagaimana yang akan
terjadi bila aku lalai mengerjakan tugas dari kedua orang tuaku. Gak tahu juga
kok aku gak dimarahi karena hujan-hujan sebagaimana anak lain.
Selain
hujan, aku juga paling suka kalau banjir. Tentu saja. karena rumahku seketika
berubah menjadi sungai. Dan pastinya setiap anak akan sangat senang bermain
air. Aku ingat saat itu kedua orang tuaku harus berulang kali menghalau agar
aku naik ke loteng bersama adik-adikku. Tapi tetap saja aku bolak balik naik
turun dengan berjuta alasan. Tapi alasan sebenarnya hanya satu, pengen main air
yang masuk ke rumah. Hihihi.
Ah, namanya juga anak kecil.
Ah, namanya juga anak kecil.
Kebiasaan memilih berhujan-hujan daripada berteduh terus berlanjut, bahkan sampai kuliah. Ketimbang memakai payung, aku lebih
suka berlari menerobos hujan. Meski demikian, ada juga saat aku terpaksa harus
memakai payung. Saat aku harus keluar rumah sementara hujan turun dengan sangat
lebat sehingga tentu saja tidak memungkinkan untuk menerobos hujan tanpa basah
kuyup. Dan tentunya aku tidak mungkin berada di tempat tujuanku dalam keadaan
basah kuyup.
Baca juga kisah lainnya di sini..... http://www.haeriahsyam.com/2017/01/cerita-mudik-menegangkan.html
Namun
kesukaanku kepada hujan mendadak berubah. Satu kejadian yang membuatku tak lagi bisa merasakan indahnya hujan.
Malam itu, tepat di tengah malam, saat sebagian penduduk bumi tengah lelap dalam mimpi indahnya, aku dikejutkan dengan mendadak terbukanya langit yang ada di atasku.
Malam itu, tepat di tengah malam, saat sebagian penduduk bumi tengah lelap dalam mimpi indahnya, aku dikejutkan dengan mendadak terbukanya langit yang ada di atasku.
Semula
aku mengira semua ini adalah mimpi. Aku memang pernah bermimpi, berbaring di
atas hamparan rumput dan menatap luasnya langit tanpa penghalang apapun.
Menatap indahnya langit malam yang kelam dan
bertabur bintang. Aku pernah melakukannya sekali. Saat tengah malam berada di halaman Benteng Rotterdam usai mengelilingi benteng tersebut sebagai salah satu ujian untuk bisa tercatat sebagai anggota salah satu sanggar seni di kotaku. Dan. aku ingin kembali merasakannya.
Namun tentu saja semua itu tanpa limpahan air. Tanpa guyuran air yang membasahiku. Sebagaimana yang aku alami saat ini. Basah kuyup. Air hujan !!!!!!!
Namun tentu saja semua itu tanpa limpahan air. Tanpa guyuran air yang membasahiku. Sebagaimana yang aku alami saat ini. Basah kuyup. Air hujan !!!!!!!
"Sengnya
terbang!" seruku, sejurus setelah
menyadari apa yang terjadi.
Ya, seng
yang menjadi atap rumah yang aku dan anak-anak tempati telah berpindah dari
tempatnya. Sengnya terbang entah kemana. Menyisakan lubang besar menganga yang
tak ayal melimpahkan curahan hujan yang cukup deras malam itu. Saat itu memang sedang musim hujan dan angin kencang.
"Bangun...bangun..." satu persatu aku membangunkan keempat anakku yang sedang memeluk
mimpinya masing-masing. Tentu saja sambil aku kembali bergegas menyelamatkan
apa yang bisa diselamatkan agar tidak terkena curahan air hujan.
Tak perlu
dua kali membangunkan mereka. Curahan air hujan yang menimpa kami berhasil merenggut mimpi mereka yang telanjur terangkai.
Menyadari
apa yang terjadi, si sulung dan si nomor dua bergegas membantuku berbenah.
Mengangkat dan memindahkan barang-barang milik kami ke rumah induk (saat itu
kami menumpang tinggal di rumah salah seorang kerabat. kamar kami berada di
depan, menempel di rumah induk). Tak berapa lama, penghuni rumah terbangun dan
bergegas membantu kami. Untung saja, aku tak punya banyak barang berharga
sehingga tak banyak yang harus diamankan.
Maka
malam itu, kami tidur di rumah induk. Membiarkan kamar yang kami tempati berubah menjadi danau buatan dalam semalam. Tak lupa kupeluk erat dua putriku yang saat itu berumur 5 dan 3
tahun. Menenangkan mereka yang tentu sangat terkejut dengan kejadian yang baru
saja terjadi.
Kejadian itu menorehkan catatan kelam diingatanku. Sejak itu
aku "memusuhi" hujan. Hujan membuatku takut, muram dan bersedih.
Hujan menyusahkanku. Hujan membuat duniaku basah.
AKU TAK
SUKA HUJAN
"Dan
Dialah yang menurunkan HUJAN sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan
rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji" (QS Asy
Syuura:28)
Buk buk
buk!!!!
Aku
tertohok. Membenci hujan? Membenci salah satu ciptaan Allah yang padanya justru
terdapat rahmat?
Buru-buru
aku beristighfar. Astaghfirullah al adzhim. Ampunkan hamba-Mu yang bodoh ini Ya
Rabb.
SALAH.
Sangat salah dengan membenci hujan. Ya Rabb, ada apa dengan diriku. Hanya
karena kejadian kecil aku melupakan semuanya. Bukannya dulu aku suka hujan. Lalu
mengapa kini semua harus berubah?
Baca juga kisah menarik lainnya di ..... http://www.haeriahsyam.com/2016/10/karena-aku-bukan-super-mom.html
Aku harus
menebus kesalahanku. Aku tak boleh membenci dan memusuhi hujan. Aku harus berdamai dengan hujan.
Maka sore itu, di beberapa tahun kemudian, aku memberanikan diri menembus derasnya hujan. Kebetulan aku harus menyelesaikan satu urusan di luar sana. Aku tak peduli harus basah. Aku harus menuntaskan semuanya sekarang.
Maka sore itu, di beberapa tahun kemudian, aku memberanikan diri menembus derasnya hujan. Kebetulan aku harus menyelesaikan satu urusan di luar sana. Aku tak peduli harus basah. Aku harus menuntaskan semuanya sekarang.
Bismillah.....
Aku menerobos
hujan. Di tengah derasnya hujan serta tiupan angin yang cukup kencang aku
berdiri di pinggir jalan. Aku baru saja turun dari pete-pete (angkot). Tujuanku
ada di seberang sana. Aku harus menyeberangi jalanan tepat di bawah kaki flyover yang cukup ramai meski
guyuran hujan membasahi bumi tempatku berpijak saat ini.
Tentu
saja aku harus tetap di tempatku sebelum beranjak maju tuk menyeberang. Menunggu jalanan di depanku telah aman untuk dilalui. Kubiarkan gamis, kerudung, kaos
kaki serta sepatuku basah kuyup. Tentu saja, payung yang melindungiku tak bisa
menjalankan tugasnya dengan sempurna. Dapat kurasakan hanya bagian atas tubuhku
yang kering, selebihnya terkena guyuran air hujan. Basah kuyup.
"Fabiayyi
alaai rabbikumaa tukadzdzibaan...."
Masya
Allah, dalam basah, dalam dingin aku justru bisa merasakan alangkah nikmatnya guyuran air hujan ini. Terbayang kembali masa di mana
aku sangat menikmati curahan hujan yang jatuh menyapa bumi.
Alhamdulillah, aku bisa kembali menikmati semua ini. Semuanya...termasuk ketika harus menerobos banjir yang sampai di atas mata kakiku. Termasuk, ketika orang yang akan kujumpai rupanya telah pulang padahal kami telah janjian sebelumnya.
Hujan, aku merindukan saat-saat kebersamaan kita dulu.
Alhamdulillah, aku bisa kembali menikmati semua ini. Semuanya...termasuk ketika harus menerobos banjir yang sampai di atas mata kakiku. Termasuk, ketika orang yang akan kujumpai rupanya telah pulang padahal kami telah janjian sebelumnya.
Hujan, aku merindukan saat-saat kebersamaan kita dulu.
Alhamdulillah
ala kulli hal.
Imam Ibnu
Qudamah mengatakan dalam Kitab Al Mughni, "Dianjurkan untuk berdoa pada
saat hujan turun, sebagaimana Rasulullah Shalallahu alaihi wa Sallam bersabda,
" Carilah doa yang mustajab pada tiga keadaan yaitu:
·
Saat
bertemunya dua pasukan
·
Saat
menjelang shalat dilaksanakan
·
Saat
turun hujan
Maka
ketika hujan turun maka berdoalah sebagaimana disebutkan dalam hadits dari
Ummul Mukminin, Aisyah Radhiallahu anha.
"Allahumma
shoyyiban naafi'aa"
Artinya:
"Ya Allah,
turunkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat" (HR Bukhari, Ahmad dan An Nasai)
6 Comments
Wah, pengalaman luar biasa ketika atap rumahnya kebawa angin dan bikin banjir rumah ya mba.. Aku dulu mengalami beberapa kali banjir ketika hujan gede. Tapi tetap suka sama hujan karena menurut aku hujan itu rejeki, kalau pun ada akibat yg disebabkan oleh hujan, pasti semuanya kesalahan manusia karena hujan dari Allah ngga mungkin bersalah :)
BalasHapusiya mba, hujan gak mungkin salah. Aku aja yang baperan, trauma duluan. Padahal hujan kan rahmat...
HapusHujan pengantar doa dari seorang hamba menuju Rabb nya.
BalasHapusTapi rumahku ujan dikit banjiiiir... hiks
Alhamdulillah rumahku yang sekarang gak kena banjir. Agak diketinggian soalnya...
Hapusdari dulupun aku slalu suka hujan mbak :).. Kenapa? krn aku ga kuat panas :D.. panas selalu bikin aku pusing, dan lemas.. kelamaan kena panas, ujung2nya aku pasti sakit.. makanya, sebisa mungkin aku slalu menghindari panas.. ga prnh mau kluar ruangan pas siang, dan lebih milih minta bantuan OB utk beli makanan supaya bisa aku mkn di ruangan kantorku :D.. pulang kantor untungnya ga ngeliat matahari lg krn udh malam..
BalasHapusmakanya aku slalu suka hujan, krn bikin cuaca jd sejuk...
Saya juga gak kuat panas, mba. Makanya gak bisa jauh-jauh dari kipas angin dan sesekali ac.
HapusTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging