Di
radio aku dengar lagu kesayangmu
Kutelepon
ke rumahmu,
Bla
bla bla
Emak-emak
yang seumuran denganku pastinya membaca kalimat di atas dengan mengikuti nada
lagu Radio punya Almarhum Gombloh. Iya kan? Ngaku aja deh, Mak. Saya juga
begitu kok, hihihi.
Radio
adalah benda yang dulunya sangat dekat di hatiku. Tahu tidak, saya sampai
bela-belain mengumpulkan uang tabungan, bela-belain gak jajan, bela-belain
berjalan kaki saat pergi dan pulang sekolah, dan banyak lagi bela-belaan yang
lain demi apa coba? Demi membeli sebuah radio dengan speaker suara yang
makjleb.
Dan,
hadirlah sebuah radio bermerk *ol*tron, salah satu brand radio yang menjawarai
dunia elektronik waktu itu. Rasanya keren banget kalau sudah memiliki radio
merk ini di rumah. Rasanya seperti memiliki iphone X untuk ukuran saat ini.
Kebiasaan
mendengar radio sepertinya tertular dari kebiasaan Bapak Rahimahullah yang juga
sangat mengandalkan radio sebagai media hiburannya. Saya ingat, Bapak paling
suka merekam lagu-lagu yang dinyanyikan di acara Aneka Ria Safari, Kamera Ria
dan sejenisnya. Biasanya para artis yang tampil di acara tersebut sekaligus
launcing lagu terbaru mereka. Jadi, Bapak bisa mendapatkan banyak lagu baru
tanpa harus membeli kaset-kaset mereka.
Kembali
ke urusan radio-ku, selain membeli radio saya juga sekaligus membeli
kaset-kaset penyanyi favoritku. Biar gak rugi, saya suka membeli album evergreen
yang lagu-lagunya tak lekang dimakan zaman. Beberapa kali sih, saya sempat
membeli album kaset yang meledak di pasaran.
Membahas
urusan radio, tentu saja tidak sah tanpa membahas stasiun radio. Nah, saya
salah satu fans beberapa radio di kotaku. Dari beberapa stasiun radio yang
aktif di kotaku, salah satu yang paling sering saya datangi adalah Radio
Bharata. Alasannya, paling dekat dengan rumah, lokasi radio tersebut dekat
dengan Pantai Losari jadi bisa sekalian jalan-jalan ke sana, dan penyiarnya juga ramah-ramah.
Kembali
ke radioku
Kehadiran
radio yang masih kuingat kubeli seharga Rp 150.000 itu cukup
menghingar-bingarkan rumahku. Kebetulan kamarku berada di tingkat dua sementara
kegiatan sehari-hariku lebih banyak kuhabiskan di warung kelontong yang ada di
bawah. Jadi biar gak naik turun, radio-ku kunyalakan cukup kencang biar
suaranya nyampe ke bawah.
Mamaku
sih tidak keberatan, adik-adikku apalagi. Paling Mama kalau sebel dengan suara
radioku, beliau segera hengkang ke rumah tetangga. Lain soal kalau yang datang
kakekku yang kupanggil Puang. Kalau beliau mah, begitu terlihat di luar rumah
buru-buru saya naik dan mematikan radioku. Beliau kan merangkap kepala keluarga
menggantikan posisi Bapak yang sudah tiada. Dan tentunya beliau tidak suka rumah dipenuhi hingar bingar musik.
Kebiasaanku
mendengarkan radio, terutama musik sejak pagi hingga pagi kembali membuatku menjadi seorang maniak musik. Rasanya hidup hampa tanpa musik walau sehari.
Dulu saya bahkan menghapal semua frekuensi radio di kotaku |
Dan,
tahukah kalian apa yang terjadi seiring dengan kebiasaanku tersebut? Entah
sejak kapan, saya senantiasa merasa kalau ada sesuatu yang aneh padaku. Hampir setiap
malam, setiap kali akan terlelap saya merasa seolah-olah tengah diayun-ayun. Tempat
tidur kayu yang kutiduri terasa berayun sehingga saya merasa seakan tengah dibuai.
Mulanya
sih ada rasa takut. Kok begini? Tapi lama-lama saya malah menikmatinya. Asyik
aja rasanya dibuai sehingga tidurku semakin lelap. Pernah sih rasa takut membuatku
ingin melompat dari tempat tidurku. Namun karena rasa penat yang amat sangat,
saya lebih memilih terlelap daripada beranjak dari tempat tidurku.
Hingga
suatu malam...
Seperti
biasanya saya kembali tidur di atas ranjang kesayanganku. Aktivitas yang padat
sepanjang hari membuatku tidak pernah kesulitan tidur. Pokoknya begitu kena
bantal langsung molor.
Dalam
keadaan tidur, tiba-tiba saya merasa sangat sesak. Saya kesulitan bernapas. Saat
itulah saya melihat ada makhluk kuntet menyeramkan yang menindih badanku sambil tertawa-tawa
senang. Sekuat tenaga, saya berusaha mendorongnya. Namun rasanya tenaganya
terlalu kuat untuk ditaklukkan.
Namun,
bukan Ria namanya kalau cepat berputus asa. Saya terus berusaha melawan makhluk
yang seakan mengejekku. Alhamdulillah, saya berhasil mendorongnya menjauh.
Makhluk itu kira-kira seperti ini. Seram, gak? |
Saat
itu juga saya terbangun. Tanpa berpikir panjang, saya segera berlari turun. Saya
menuju kamar Mama yang berada di bawah.
“Ada
yang menindih saya. Sesak sekali rasanya” aduku pada Mama.
Mamaku
belum terlelap. Rupanya beliau baru saja
bersiap naik ke kamarku. Dari dalam kamar, Mama mendengar suaraku yang
terengah-engah, sangat kepayahan. Mama pun berniat menengok apa yang terjadi
denganku.
Malam
itu saya numpang tidur di kamar Mama, berhimpitan dengan adik-adikku yang masih
kecil.
Meski
ketakutan, namun nyatanya saya tidak kapok untuk kembali tidur seorang diri di
kamarku. Meski nyatanya, ayunan demi ayunan kembali terjadi hampir setiap
malam. Namun untungnya, makhluk menakutkan itu hanya sekali menampakkan diri.
Semua Karena Musik
"Bisa jadi kehadiran jin tersebut karena kecintaanku pada
musik" demikian kesimpulan yang kudapat ketika hidayah Allah menyapaku
dan saya pun mulai rutin ikut kajian.
Kesimpulan ini bukan tanpa alasan. Karena setelah menikah dan
pindah rumah, dua orang adikku kini yang giliran dihantui makhluk menyeramkan
tersebut. Rupanya, keduanya meneruskan kebiasaan burukku, sangat suka mendengarkan musik.
Alhamdulillah, sejak rajin mengikuti kajian, saya pun paham akan
hukum musik. Tidak secara frontal namun pelan-pelan saya mulai mengurangi
frekuensi mendengarkan musik, berpindah aliran musik dari pop rock plus dangdut
ke lagu-lagu anak, hingga kemudian berpaling ke nasyid lalu lebih sering
memutar murattal.
Ngaji, Yuk.... |
Dan sejak saat itu, hidupku menjadi lebih tentram dan damai. No
music no devil.
4 Comments
Serem banget, mb Ria. Aku juga pernah kena ketindihan. Rasanya sesak nafas tapi nggak bisa bangun. Jadi habis itu banyakin doa sebelum tidur biar ga diganggu lagi. :')
BalasHapusIya, seram banget kalau diingat-ingat kembali. Mudah-mudahan gak terulang lagi ya Dek Ila? Pokoknya, jangan pernah lepas doa deh biar gak diganggu makhluk itu lagi.
HapusIni ngeri banget Mbak Ria, seriusan. Pada masa remaja dulu saya juga termasuk pecinta musik keras, Alhamdulillah saya nggak pernah ngalamin yang serem-serem. Sekarang udah jadi emak, kuping maunya denger yang adem-adem aja :D
BalasHapusBtw, tulisan awalnya bikin saya bernostalgia sesaat ke era 80-90an. Nice post Mbak Ria :)
Serius, Mba Ane. Yang bikin bingung, tuh makhluk kemudian berpindah mengganggu adikku yang kebetulan juga music mania. Saya tahu karena saat adik-adik cerita, ciri-cirinya sama dengan yang mengusikku dulu.
HapusTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging