"Tukang kompor" demikian
julukan sahabat-sahabatku saat kuliah dulu. Julukan ini diberikan karena
keahlianku ngomporin teman-teman yang sedang hopeless. Entah karena hasil ujian
dapat E, tugas perkuliahan yang sulit, dosen killer maupun habis putus (baik karena
diputuskan atau memutuskan). Repotnya...giliran saya yang hopeless, hikz gak
ada yang semangatin. Huhuhu....
Salah satu yang paling sering saya
berikan ke teman-teman yang konsultasi (disini kadang saya mikir harusnya saya
kuliah di psikologi aja) adalah OPTIMIS. Ya, OPTIMIS menjalani hidup ini. Salah
satu contoh optimisku adalah...ketika musim ujian tiba saya selalu optimis
kalau nilai-nilaiku nantinya bagus. Alhamdulillah, ketika hasil ujian kami
diumumkan, nilaiku berkisar A dan B.Kebanyakan A sih.... *songong, hihihi.
Namun suatu hari.......
"Saya sudah pakai caramu,
tapi kok nilaiku tetap C" keluh
salah seorang sahabatku. Rupanya selama ini ia menerapkan cara yang saya
lakukan.
"Masa sih?" saya gak yakin dengan
keluhannya. Metode ini berhasil untukku masa sih gak berhasil untuknya.
Usut punya usut, ternyata doi salah
menerapkan 'ajaranku'. Selama ini ia menerapkan metode optimis-ku tanpa
dibarengi usaha yang juga kuat. Doi optimis dapat A tapi gak belajar .
"Jadi, tetap harus belajar
biar bisa dapat A?" tanyanya serius
"Ya iyalah.......Duh mba
optimis dapat nilai bagus tapi gak belajar gimana caranya ..."
"Yaelah, kalau harus pakai
belajar itu mah sama aja boong. Biar gak optimis juga pasti nilainya
bagus..." kilahnya meninggalkanku seorang
diri.
Ampun deh. Biar optimis juga tentu
saja tetap kudu harus belajar. Sama ajakan dengan doa. Setiap doa pasti akan
dikabulkan tapi supaya terkabul ya kudu berusaha juga. Aish....
Meski teoriku 'gagal' diterapkan
tuk orang lain. Namun saya tetap menerapkannya untuk diriku sendiri.
Ketika kemudian saya berhijrah dengan memutuskan menutup seluruh tubuhku
dari pandangan lelaki ajnabi, memutuskan menolak pekerjaan yang tidak sesuai
dengan prinsipku usai menamatkan study. Termasuk dalam urusan menemukan
tambahan hati dan calon imamku, uhuk uhuk.....
Meski telah berhijab penuh, saya
tetap optimis bisa nyari duit sendiri. Alhamdulillah, meski kemudian saya tidak
bekerja di hotel berbintang lima dan sebuah bank milik pemerintahan (saat itu
ada yang nawarin jadi saya tinggal masuk aja) namun saya bisa menghasilkan duit
sendiri dari pekerjaan lain. Meski nyatanya pekerjaanku tidak mendapatkan
tempat yang layak di mata keluarga.
Begitu pula ketika memutuskan untuk
mengakhiri masa lajang. Saya lebih memilih lelaki yang shalih dan sederhana.
Meski kemudian kami harus membangun bahtera rumah tangga dari nol namun
saya percaya, berbekal iman dan cinta karena Allah insya Allah kami akan
mampu hidup lebih baik dan layak.
Membangun Optimis Dalam Rumah Tangga
Maka dimulailah episode terbaru
dalam hidupku bersama sang imamku. Sebisa mungkin saya selalu mendukung setiap keputusannya. Termasuk kemudian keputusannya untuk keluar dari tempat
kerjanya dan mencoba mengais rezeki di tempat lain. Menjadi penghantar
kue-kue untuk toko dan warung. Berbanding terbalik dengan kedudukan sebelumnya
sebagai manajer di lembaga keuangan tersebut.
Maka berbekal sepeda tua, lelakiku
keluar mengais rezeki. Setiap pagi ia ke tempat supplier kue kemudian membawa
beberapa toples dan menawarkannya di toko dan warung yang mampu dijangkaunya. Keuntungan kami adalah 10% dari jumlah kue yang terjual habis. Atas
kebaikan pemilik usaha, terkadang lelakiku pulang membawa kue-kue jualannya
yang tidak habis terjual.
Meski hidup sangat sederhana, aku
selalu optimis suatu hari kami akan melewati episode ini. Demikian juga ketika
suamiku ditawari untuk ikut pelatihan selama setahun dan setelahnya akan
dikirim ke daerah pelosok untuk mengembangkan dakwah islamiyah di sana.
Maka episode kedua kami jalani,
sebagai pengembang dakwah di sebuah kota kecil. Sebut saja sebagai ustadz.
Alhamdulillah, cara lelakiku mengembangkan dan menangani segala problematika
umat di wilayah tugasnya membuatku semakin mengaguminya. Di mataku beliau
sangat cerdas. Kecerdasan yang membuatku senantiasa mengomporinya...."Kita
bisa hidup lebih layak daripada saat ini. Abang bisa lebih dari ini......"
Kompor kompor kompor dan optimis
yang akhirnya membuat kami keluar dari kota kecil itu. Meski harus melewati
satu episode luka terlebih dahulu. Lelakiku ditarik ke kantor pusat. Bagus juga
sih, sekalian beliau menyelesaikan study S2 nya.
"Jangan terlalu tinggi
mimpinya. Ntar jatuh, sakit lho...." begitu
komentar yang mampir padaku ketika kuceritakan mimpi lelakiku sekaligus
mimpiku. Usai menyelesaikan S2, lelakiku mencoba peluang untuk bisa lanjut S3
di luar negeri dengan beasiswa tentunya.
Tapi karena dari dulu saya memang
suka bermimpi (dan menjadikan mimpiku sebagai bentuk dari rasa optimis) saya
tak peduli dengan ocehan tersebut. Suka-suka saya dong, mau mimpi apa saja.
Lagian, bukannya sebaiknya mimpi itu didoakan semoga terkabul bukannya
dinyinyirin, iya kan...
Alhamdulillah, doa itu terkabul.
Lelakiku mendapatkan beasiswa yang diinginkannya. Sebenarnya saat itu, ia ragu
memilih dua negara, Inggris atau Malaysia. Akhirnya dengan mempertimbangkan
banyak faktor, beliau memilih yang dekat dan mudah dijangkau, Malaysia.
Alhamdulillah, setelah enam tahun
berlalu, di sinilah keluarga kecil kami berada. Merantau di negeri orang.
Menikmati berlalunya masa di negeri jiran yang tenang dan nyaman. Membesarkan
kelima anak dengan tetap membangun optimis setiap kali usai berdoa....
"Rabbana hablana min azwajiina
wa dzurriyatina qurrata a'yun waj-'alna lil muttaqina imama"
"Ya Rabb kami, karuniakanlah
kepada kami istri dan keturunan yang menjadi cahaya mata dan jadikanlah kami
pemimpin bagi orang-orang yang memelihara dirinya (dari kejahatan)" (QS Al
Furqan:74)
· Tulisan ini merupakan tanggapan atas tulisan mak April Hamsa dalam
Collaborative Blogging Kumpulan Emak-emak Blogger
14 Comments
Wah, merantau tapi berhasil membangun keluarga kecil. Semoga selalu diberi kesehatan dan keberkahan, Mbak..
BalasHapusDan memang, kita mesti optimis, apapun mimpi kita, kita harus yakin, bahwa bisa terwujud. Jadi, kita semangat untuk mewujudkannya :)
Aamiin terima kasih doanya mba.
HapusAlhamdulilah, ikut senang baca kisah perjuanganmu Mbak. Prinsipnya berani bermimpi dulu ya, ikhtiar terus optimis, inshaAllah Allah yang akan memudahkan jalan agar terbuka. :)
BalasHapusOptimis setelah berusaha sekuat tenaga. Bagaimanapun semua yang terjadi merupakan kehendak Allah yang tidak akan bisa terjadi tanpa kehendak-Nya.
Hapustrims mba udah diingatkan kembali
BalasHapusSama-sama mba....
HapusSwtuju mba.. Optimis ya hrs bareng ama usaha lah.. Aku jg mau kalo bisa dapet nilai bgs hnya dgn bekal optimis tok tanpa bljr :p.
BalasHapusAku jg punya mimpi.. Bisa kliling dunia.. Temen2 awalnya ragu.. Tp pelan2 aku buktiin kok.. Tiap thn aku bisa menambah koleksi chop di pasport k negara2 yg blm prnh aku dtgin.. Optimis tp pasti pake usaha.. Lembur, nabung yg rajin dan konsisten.. Akhirnya bisa kok terwujud :)
Alhamdulillah, mimpinya pelan-pelan terwujud. Semoga ke depan semakin banyak negeri yang berhasil dijelajahi ya mba...
HapusSubhanlloh inspiratif sekali dan saya salut kuliah dengan beasiswa tentu suami mba cerdas, soalnya sulit sekali untuk mendapatkan hal tersebut
BalasHapusAlhamdulillah saat ini saya lihat semakin banyak terbuka kesempatan tuk mendapatkan beasiswa. Gak harus cerdas sih yg penting semangat belajarnya tinggi dan tdk mudah putus asa. Dan teteup....OPTIMIS
HapusAku selalu sukak, bangga, Dan sedikit envy sma orang merantau, mereka bisa lakukan Dan saya ingin sekali melakukannya... Dan baca artikel ini, Jadi ingin merantau. Hehehe.. nanti ke sana, kompori saya Dan pandu saya ya wkwkwkw
BalasHapusMerantau memang memberi kita banyak pelajaran hidup. Jangan pernah takut merantau karena di tempat baru engkau akan menemukan keluarga yang lain, begitu kira-kira bunyi nasehat (kalau tidak salah) salah seorang ulama.
HapusWah Mak, cita-cita saya tuh untuk bisa merasakan tinggal di negara orang lain. Walaupun terasa gak mungkin, tapi harus optimis ya.
BalasHapusKok gak mungkin, Mba. Dulu, saya pun gak kebayang sama sekali tapi alhamdulillah nyatanya bisa. Semangat. Mba.
HapusTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging