TENTANG KUTUKAN PENULIS

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Jumat, September 30, 2016

Terus terang, saya baru mendengar ada istilah kutukan penulis. Selama ini saya tahunya cuma kutukan si ibu Malin Kundang yang tega mengutuk anaknya menjadi batu. Gimana gak, masa anak sendiri dikutuk sih. Bukannya lebih baik anaknya didoakan biar dapat hidayah. (ih malah dibahas...)


Batu Malin Kundang.
(Sumber gambar di sini ) 
Kalau ngomong kutukan, saya jadi ingat zaman kuliah dulu.  Ada salah seorang sahabatku yang suka banget mengutuk.  Namanya Eni, anaknya asyik banget. Baik, supel, dan ringan tangan (Eni, ingat gak kamu suka ngebersihin kamarku yang berantakan). Kita menyebutnya Eni Metal karena dia suka music metal sekaligus untuk membedakannya dengan Eni-Eni lainnya. Sekarang si Eni udah jadi guru dan baru-baru ini dianugerahi tanda jasa pengabdian selama 10 tahun. (ih, kok malah bahas Eni seeehhhh….)

Tapi jangan keburu parno duluan,  kutukan si Eni gak bikin seram, asyik malah. Si cantik ini kalau mengutuk kayak gitu, “Awas lu ya, ntar aku kutuk jadi Sharon Stone….” (psst, ketahuan nih angkatan tahun berapa….). Mau dong dikutuk, hohoho

Oke, kembali ke mas topik, kutukan penulis. Katanya kutukan penulis itu adalah kejadian atau peristiwa yang ditulis oleh sang penulis yang kemudian kejadian tersebut menimpa dirinya. Jadi, kutukan ini gak ada hubungannya sama sekali dengan kepercayaan apapun, meski namanya kutukan. Yah, semacam istilah aja. Biar lebih seram, hahaha.

Bagaimana dengan pengalaman saya selama malang melintang di dunia kepenulisan (cie…macam pendekar je…) Yah, jelek-jelek begini saya sudah berkecimpung di dunia tulis menulis sejak kelas 5 SD lho meski nyatanya nulisnya masih begini begini aja. Hahaha

Alhamdulillah, saya belum pernah dan jangan deh mengalami kutukan penulis. Yang ada, kejadian yang tidak mengenakkan itu malah saya jadikan sebuah cerita. Saya masih ingat salah satu cerpen saya yang dimuat di Koran Pedoman Rakyat, judulnya SENYUM.

Behind the story cerpen itu adalah……suatu hari saya membaca sebuah artikel tentang keutamaan senyum. Salah satunya menyebutkan bahwa senyum itu dapat memperbanyak teman dan menambah rasa percaya diri. Dan.. saya pun mempraktikkannya. Saya kemudian menebarkan senyum pada hampir setiap orang (bukan pada setiap orang, ntar dikira miring lagi). Mempermanis tampilan wajahku dengan senyuman.

Apa yang ditulis dalam artikel itu ternyata benar. Senyuman membuat orang-orang disekitarku menjadi lebih ramah, rasanya lebih menyenangkan memang. Namun, satu hal yang tidak terduga terjadi. Itu lho, bapak-bapak yang suka duduk di pojokan jalan kok mendadak lebay setiap kali saya lewat di depan jalan itu. Padahal biasanya si bapak itu cuek aja kalau saya lewat setiap pulang kuliah. Usut punya usut, tenyata gara-gara beberapa hari yang lalu si bapak itu termasuk salah seorang yang saya hadiahi senyum. Oalah…..

Sejak itu saya menghindari jalan itu. Saya memilih jalan lorong meski saya harus sport jantung karena di salah satu rumah di lorong itu memelihara anjing dan anjing itu suka sekali menggonggongi orang yang lewat. Kalau sekadar digonggongi sih gak masalah. Tapi seandainya anjingnya lepas, bagaimana? Huh, saya gak bisa membayangkan berlari dikejar-kejar anjing. Alhasil, saya tidak henti-hentinya komat kamit baca doa setiap kali melewati rumah itu. Alhamdulillah, si anjing tahu kalau saya orang baik. Buktinya gak dikejar, hihihi.

Masalah selesai. Dan dari peristiwa itu jadilah sebuah cerpen. Tentu saja dengan alur cerita yang berbeda. Yang jelas idenya dari senyum itu.
Begitupun dengan ide-ide ceritaku yang lain. Kebanyakan peristiwanya sudah terjadi lalu saya tuangkan menjadi sebuah cerita. Jadi…..saya bukan korban kutukan penulis kan?



  • Share:

You Might Also Like

10 Comments

  1. Walah...gara disenyumin, si Bapak ge-er. Tapi memang sih dengan mengajak senyum, orang lain terus senyum juga. Menular kayaknya senyum. Tapi yaa was-was yah, ketemu model Bapak Ge-Er tadi. Sampai harus jalan lewat lorong...haha...

    BalasHapus
  2. Kalo ini namanya menulis berdasarkan based on true story Ya. Hehe... Tapi ya mba kalau kita bicara tulisan sebetulnya itu seperti sebuah energi. Makanya kita sebaiknya menulis yang baik2 aja, supaya energi baik (hal-hal baik) juga yang kita temui nantinya.

    BalasHapus
  3. kutukan ide..itu hihihi. Keren memnag penulis itu ya, dari hal kecil aja bisa jadi ide cerita. Maka jangan sakiti penulis, dibikn jadi tokoh jelen baru tahu rasa hahaha

    BalasHapus
  4. Kutukan penulis? Hihi ... ada-ada saja istilahnya. Tp bener lo, kalo kita menulis yang baik-baik saja, dampaknya juga baik, lo ....

    BalasHapus
  5. Cie ciee. Diawali dengan senyuman nih ceritanya. Uhuk. Apapun bisa dijalani dg lancar kalau dilakukan dg bahagia ya Mbak. Termasuk nulis. Kalau di bawah deadline malahan kadang buntu. Hihihi sy si gitu

    BalasHapus
  6. Duh jadi inget dulu pas nganterin makanan ke rumah temenku tiba-tiba yang keluar malah doggy segede gaban huaaaaa.... Auto ngibrit akunya hahahah...

    Semoga sekarang kutukan penulis jadi bikin mba penulis terkenal yaa.. amin

    BalasHapus
  7. Bukankah segala hal yang diucapkan merupakan doa? Mungkin itu kali yah sebabnya disebut kutukan penulis, menulis itu kan sama saja dnegan bertutur

    BalasHapus
  8. Hahahaha, kutukan penulis. Ada-ada saja ya? Seperti cerita di dunia dongeng. Baru dengar istilah itu. Saya ngga berani ngutuk orang ah, tapi saya do'akan semoga semua karya-karya mba' Haeriah laris maniss.
    Aamiin...

    BalasHapus
  9. Jadi penasaran deh sama cerpennya mbak, boleh baca gak yang mana cerpennya.
    Saya baru denger nih kutukan penulis, haha

    BalasHapus
  10. Baru dengar ada istilah kutukan penulis. Kutukan kan identik dgm yg negatif2. Jadi mending benar nulis yg baik2 saja...

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging