LAGI-LAGI UTANG

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Sabtu, September 16, 2017


Untuk yang kesekian kalinya hari-hariku  harus kembali mendung  gara-gara utang. Utang yang seharusnya menjadi salah satu solusi untuk mengatasi sebuah permasalahan. Utang yang seharusnya menjadi sarana untuk mempererat ukhuwah Islamiyah antar sesama muslim. Utang yang seharusnya menjadi   penyambung tali silaturrahmi antar sesama muslim yang mempunyai hubungan darah.


Namun nyatanya....

Utang menjadi sarana untuk menciptakan sebuah permasalahan. Utang menjadi perusak ukhuwah. Utang menjadi pemutus hubungan silaturrahmi.

Dan inilah yang kembali harus terjadi.

Si X kembali datang meminta tolong. Untuk yang kesekian kalinya, si X mengalami masalah dan solusinya adalah dengan mencari pinjaman untuk menyelesaikan masalahnya tersebut.

Sebenarnya saya sudah bertekad untuk tidak lagi memberi utangan kepada si X. Tekad ini muncul karena selama ini si X senantiasa tidak menunjukkan itikad baiknya untuk menunaikan janji yang diucapkannya saat berutang. 

Manis di depan pahit di belakang, demikian yang kurasakan setiap kali harus berurusan dengan tagih menagih.

Wajah-wajah manis, memelas beserta pandangan penuh harap dan tatapan yang membuatku laksana Sang Malaikat Penyelamat seringkali membuat pertahanan untuk tidak memberi utang menjadi bobol bak tendangan pinalti Thailand semalam yang akhirnya menghentikan langkah-langkah Garuda menuju babak berikutnya. *yaelah, kok malah lari ke urusan bola ya?

Pengen tega sih, tapi bisakah?

Kamu manusia tak berperikemanusiaan...”

“Teganya melihat kesusahan saudara sendiri...”

“Masa segitu aja, Kamu gak bisa bantu?”

Duh duh duh

Maka, dengan menutup mata atas kebebalan si X yang dulu-dulu, beberapa lembaran pun keluar dari dompet.

Bismillah, semoga kali ini ia menepati janji...” 
Seuntai doa akhirnya terangkai juga. Doa yang pemiliknya sendiri tidak yakin akan terkabul. Doa yang sepenuhnya diserahkan kepada Sang Pemilik Hati. Karena hanya Dia yang Maha Membolak Balik Hati makhluk-Nya.

Si X pun pergi dengan puas. Keinginannya telah tertuntaskan. Sejumlah dana yang dibutuhkannya akan segera menutupi kebutuhannya sebagaimana yang diinginkannya.

Bagaimana dengan saya?

Setelah si X pergi, saya pun terpekur. Benarkah apa yang telah saya lakukan? Benarkah dengan kembali memberi utang padahal utang-utang si X yang lalu belum satupun ditunaikan merupakan sebuah pertolongan yang tepat? Tidakkah tindakanku justru membuat si X semakin senang berutang, semakin meremehkan utang dan semakin menyepelekan membayar utang. Bagaimana jika si X kembali tidak menunjukkan itikad baik untuk melunasi utang-utangnya.

Tahukah Kamu, Duhai Para Pengutang

Saya  memberimu utang, bukan berarti saya tidak mempunyai kebutuhan tapi saya menunda memenuhi kebutuhanku demi untuk mendahulukan kepentinganmu yang (katanya) sangat mendesak.

Saya memberimu utang, bukan berarti saya kelebihan uang sehingga menjadi donatur gratisan yang siap setiap saat memberimu utang. Saya juga butuh uang, sama seperti dirimu.

Saya memberimu utang dengan harapan kamu segera menyelesaikannya sesuai dengan janji yang telah kau ucapkan. Bukan malah kabur-kaburan, mendadak bego, mendadak lupa ingatan, malah sampai mendadak memusuhiku. 

Tahukah Kamu, 

Utang itu wajib dibayar. Mungkin, di dunia ini kamu bisa menghindarinya. tapi ingatlah, utang itu tetap harus di bayar. Kalau tidak di dunia ini, di akhirat pasti. 

Inga Inga. Ting...








  • Share:

You Might Also Like

2 Comments

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging