Unforgettable Traveling. Traveling Tanpa Gambar yang Bisa Dikenang

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Kamis, Februari 21, 2019


Hidup nomaden sejak setahun setelah menikah mengajarkan banyak hal pada saya. Banyak suka duka, banyak teman, dan banyak pengalaman yang diperoleh. Delapan tahun menetap di sebuah kota kecil di daerah Sulawasi Selatan, tiga tahun menetap di Bangi-Kajang, Selangor Malaysia dan kini berada di Kuala Nerus, Terengganu juga di Malaysia.


Salah satu hal yang menyenangkan dari hidup nomaden tersebut adalah banyaknya perjalanan atau travelling yang harus saya jalani. Dari perjalanan-perjalanan tersebut terukirlah banyak kisah dan kenangan yang sayang untuk dilewatkan dan menjadi lebih menyenangkan ketika dituliskan kembali.

Dari sekian banyak perjalanan tersebut, ada satu perjalanan yang tak bisa saya lupakan begitu saja, meski jejak digitalnya justru tidak ada. Bagaimana bisa seperti itu? Sst, inilah kisahnya.

Throwback 2011

Tak terasa sudah hampir sebulan, kami, saya dan keempat anakku (waktu itu si nomor lima belum lahir), berada di Bangi-Kajang (saat itu kami tinggal di flat yang berada di perbatasan wilayah Bangi dan Kajang, jadi bisa dibilang kami menetap di Bangi tapi bisa juga di Kajang. *aits, riweuh amat...). 

Masa satu bulan artinya masa visa sosial kami juga akan segera habis. Kalau ada yang tanya mengapa tidak langsung membuat visa tinggal, jawabannya adalah sesuai prosedur saat itu. Kami harus menggunakan visa sosial selama sebulan dan setelahnya baru boleh mengajukan visa tinggal. 

Qadarallah, permohonan visa tinggal kami ditolak. Yess, ditolak saudara-saudara. Padahal, semua persuratan yang disyaratkan sudah lengkap. Sangat lengkap, malah. Ketika dimintai penjelasan, yang ada petugas hanya melambaikan tangan dan memanggil nomor antrian berikut. Itu artinya, "Ini mau gua, loe mau ape?"

Bagaimana rasanya ditolak? Pastinya sakit. Rasanya seperti jatuh cinta pada seseorang, trus orang itu senantiasa bersikap baik pada kita. Namun, ketika kita mengutarakan isi hati eh dia hanya berucap, "Maaf, aku menolak rasamu padaku..." Hikzzzzzz.

Kaget, panik, dan khawatir langsung bermain dalam benakku. Ingatan akan "tegasnya" perlakuan pemerintah negeri ini pada para pendatang haram (pendatang ilegal)  membuatku bergidik. Apalagi, beberapa hari yang lalu saya sempat menyaksikan di televisi bagaimana gigihnya para petugas kastam (imigrasi) mengejar para pendatang haram. Bahkan, sampai di plafon rumah pun ikut diperiksa. Waduh, saya gak mau dong diperlakukan seperti itu. Dikejar-kejar kastam? Oh, big no....

Duh, apakah ini pertanda kami harus kembali ke Makasar?  Melanjutkan hidup LDR yang sudah setahun kami jalani? Hikz, padahal kita udah pamit-pamitan pada keluarga dan tetangga serta ngasih tahu kalau akan tinggal di negeri jiran. Masa baru sebulan udah balik lagi? Hikz.. 

Saat itu, saya dan keempat anakku hanya bisa melihat suami dan temannya bolak balik entah menemui siapa. Dan, sejurus kemudian, suami pun kembali dan berkata, "Kita harus keluar dulu dari Malaysia, paling lambat lusa. Setelah itu, kita kembali dan baru bisa mendapatkan visa tinggal."

"Kembali ke Makassar?" tanyaku cemas.

Bukannya menjawab,  suami malah kembali berembuk dengan temannya.

"Kata Fulan, lebih baik kita ke Batam saja karena itulah luar negeri yang terdekat dan termurah cost-nya. Lagipula, kita hanya satu atau dua hari di sana. Yang penting, kita keluar dulu setelah itu masuk kembali."

Ribet, ya....

Karena tak ada lagi yang bisa dilakukan di kantor imigrasi tersebut, kami pun pulang. Seperti yang telah direncanakan, hari ini juga kami akan ke Batam lewat pelabuhan Stulang Laut Johor.

Kami harus bersiap untuk ke Johor karena kereta api yang akan menuju ke sana hanya ada tepat pukul 12 malam. Mau tidak mau, kami harus berangkat malam ini agar batas waktu terakhir visa sosial kami tidak terlalu mepet (meski sebenarnya, ini juga udah mepet). Khawatirnya, nanti kami kena kesulitan kembali.

Stasiun KTM Kajang

Dan, pukul 11 malam, kami pun terseok-seok menyusuri jalanan tikus menuju stasiun kereta api (KTM) yang ada di Kajang. Dramatisnya, langkah-langkah kami diiringi gonggongan anjing karena tepat di sebelah jalanan tikus tersebut adalah sebuah bengkel mobil dengan beberapa ekor anjing peliharannya. 

Dua putri kecilku sampai ketakutan karenanya, sementara itu saya sebagai mamak siaga pun bersiap sekiranya ada anjing yang berhasil lolos dan mengejar kami. Sebenarnya, ada jalan utama menuju stasiun kereta tersebut. Namun,  untuk itu kami harus berputar lumayan jauh sementara kami khawatir akan terlambat jika harus memilih jalan tersebut.

Alhamdulllah, kami tiba juga di stasiun kereta, meski dengan napas ngos-ngosan tiada tara. Dari tempat kami saat itu, masih jelas terdengar gonggongan anjing yang membuat beberapa orang yang ada di stasiun tersebut menoleh ke arah kami yang datang dari kegelapan dan rimbunan semak. 

Tanpa membuang waktu, suami segera ke loket, sementara itu saya dan anak-anak menunggu di kursi panjang sembari mengatur napas agar kembali normal. Saat itulah, saya memperhatikan sekeliling. Tak banyak orang yang menunggu kereta saat itu (ya, iyalah, tengah malam begitu...).

Karena sunyi, jadinya agak seram juga, apalagi ketika si kecil minta ingin ke tandas (toilet). Tandasnya sih bersih tapi seram juga kalau gak ada orang selain kami di sana. Untung aja, saat itu belum ada film Train to Busan. Coba kalau udah ada, pastinya kebayang-bayang deh hantu ada di mana-mana. Hehehe

Tepat pukul 12 tengah malam, kereta pun tiba di hadapan kami. Alhamdulillah, kereta cukup lengang karena penumpang tidak banyak sehingga kami bisa lebih lega duduknya. Tak lama kemudian, kereta pun berangkat. 

Singkat cerita kami telah tiba di Johor keesokan paginya. Setelah menyempatkan shalat Subuh, kami pun langung menuju Pelabuhan Stulang Laut Johor. Kami harus bergegas agar tidak ketinggalan feri yang kabarnya berangkat ke Batam dua kali sehari. 

Alhamdulillah, tiket feri sudah di tangan, dan kami harus segera masuk barisan antrian karena feri akan segera berangkat. (Saya ingat, saat itu sempat mengambil gambar dengan latar belakang feri, sebelum masuk di dalamnya.)

Yess, inilah pengalaman pertama kami semua naik feri. Seru. Sesekali percikan air laut mengenai kami. Anak-anak pun menjerit kesenangan. Sayangnya, selama dalam perjalanan, banyak sekali terlihat sampah plastik mengapung bebas di laut. (Mudah-mudahan sekarang laut di sana lebih bersih. Kasihan, dengan penghuni laut yang harus menanggung derita karenanya. Hikz)

Pelabuhan Batam

Kami tiba di Batam satu setengah jam kemudian. Begitu keluar dari pelabuhan, kami bingung mau ke mana. Iya sih, kemarin adikku sempat memberikan nomor telepon temannya yang ada di Batam. Sedianya, dia yang akan membantu kami selama di sini. Yah, sekadar menunjukkan hotel serta tempat-tempat menarik yang bisa kami kunjungi.

Sayangnya, sejak tiba di pelabuhan Batam, nomor tersebut tidak juga berhasil saya hubungi. Nada panggil sih, tapi tidak diangkat. Mungkin sibuk atau apalah.

Kebetulan tepat di depan pelabuhan ada mall. Sayangnya, mall-nya belum buka karena masih terlalu pagi. Saat itu, kami benar-benar tidak tahu mau ke mana. Kebayang gak sih, tampang kami waktu itu. Keluar dari pelabuhan dengan menenteng tas besar, serta bertampang planga plongo. Tak heran, beberapa orang calo berulang kali menawarkan bantuan tapi oleh suami semua ditolak. Suami menyuruh kami tetap berjalan dan sesekali menoleh seolah-olah tengah menunggu seseorang.

Karena bingung, kami kemudian naik angkot yang sejak tadi menawari jasanya.  Lebih baik naik angkot daripada bengong di pinggir jalan  karena rutenya pasti udah jelas dan biasanya jalurnya akan kembali ke tempat ini. Kebetulan, kami juga sangat lapar, jadi sekalian mencari tempat makan yang pastinya akan ada kami temui di jalur angkot ini. 

Kata adik, lebih baik tempat ketemuan dengan temannya itu diadakan di mall saja agar lebih gampang ketemuannya. Jadi, setelah makan, kami akan kembali ke mall yang pastinya juga sudah buka.

Saat angkot tengah melaju,  kesempatan ini kami gunakan untuk melihat-lihat pemandangan kota Batam yang terkenal sebagai kota industri. Hingga kemudian, angkot melintasi sebuah rumah makan, suami pun minta diturunkan di sana. 

Entah apa nama rumah makan tersebut, yang jelas harganya murah serta makanannya lumayan enak.  Kami sempat ngobrol-ngobrol beberapa lama dengan si empunya rumah makan. Kebetulan, saat itu pelanggannya hanya kami (ada sih, satu dua orang pembeli, tetapi makanannya minta dibungkus). Tak lupa, kami menanyakan apa saja yang menarik untuk didatangi di kota ini. Sayangnya, dia juga tidak tahu banyak (Mungkin selama di Batam, dia fokus cari uang, hehehe). Untungnya, dekat-dekat situ banyak orang  sehingga kami pun bertanya ke mereka.

Setelah kenyang, kami pun pamit dan kembali  naik angkot menuju  mall depan pelabuhan. Tepat dugaan kami, mallnya sudah buka sehingga kami bisa langsung masuk. Tahu gak, apa yang kami cari saat itu? Toilet. Lumayan meski hanya bisa sekadar buang air dan cuci muka. Tapi lumayan lah, daripada lecek begini. Setelah itu, kami sempat jalan-jalan mengelilingi mall sebentar.

Alhamdulillah, beberapa waktu kemudian teman adik sudah bisa dihubungi. Rupanya, posisinya saat itu berada tak jauh dari mall. Kami pun langsung dijemput dan diajak makan sebelum berkeliling mencari hotel yang tepat. (Kebetulan saat itu sudah masuk waktu makan siang).

Ketika hendak menuju hotel yang disarankan, saya kemudian mengusulkan untuk mengambil hotel lain saja. Kebetulan tadi saya sempat melihat harga promo yang dipajang di depan sebuah hotel. Harganya cukup murah, Rp180 ribu per malam. Akhirnya, kami pun menuju ke hotel itu (lupa nama hotelnya) dan benar kalau harga yang diberikan memang harga promo.

Kepada teman adik, kami pun minta untuk tidak usah ditemani dan tak lupa mengucapkan terima kasih atas kebaikannya mengajak kami makan dan putar-putar cari hotel. Insya Allah, kami bisa jalan sendiri dan kebetulan kami hanya akan ke masjid raya Batam. Lagipula, tidak enak rasanya merepotkan teman adik tersebut karena ia juga pasti memiliki kesibukan sendiri (dia seorang ASN dan waktu itu bukan hari libur) 


Sorenya, kami pun mengunjungi Masjid Raya Batam dan berfoto-foto di sekitar masjid. Dan, yang paling kerena adalah foto dengan berlatar belakang tulisan "Batam" yang ada di belakang Masjid Raya. 

Menjelang maghrib, kami kembali ke hotel untuk beristirahat karena rencananya besok setelah check out, kami akan jalan-jalan di mall terlebih dahulu sebelum pulang kembali ke Malaysia. 

"Abah kameranya rusak, semua gambar hilang" beritahu si sulung yang saat itu baru berumur 12 tahun. Terlihat, ia sedang mengutak atik kamera yang kami pinjam dari kawan. (masih missqueen kita, belum mampu beli kamera sendiri)

Suami kemudian melihat kamera yang disodorkan si sulung. Seketika suami panik. "Memangnya, tadi Kamu mau apa?"

"Mauka hapuski fotoku, jelekki. Kutekan "delete" tapi kenapa  semua hilang...."

Ternyata si sulung menekan tombol "delete all". Itu artinya, semua gambar yang susah payah kami ambil sejak dari Kajang hilang tak berbekas. Iya, semuanya hilang.....

Hikz....masa semuanya harus diulang kembali? Atau ini artinya kami harus kembali traveling ke Batam? 


Itulah pengalaman traveling tak terlupakanku. Kalau Kamu, pernahkah mengalami kejadian yang sama atau malah lebih seru? Sharing, yuk...

  • Share:

You Might Also Like

65 Comments

  1. Tak terlupakan pas ke bali kemaren aja mbak, mulai dari nyasar gara2 maps ampe nyampe villa gempa 2hari berturut2 terjaga dan ga bisa tidur. Kayaknya itu bener2 travelling yang unforgetable buat aku mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Subhanallah, yang gempa bumi Lombok kemarin itukah, Mba? Bali kan dekat banget dengan Lombok jadi kena imbas getarannya juga. Alhamdulillah, tidak terjadi apa-apa, ya, Mba...

      Hapus
  2. Subhanallah, semoga cerita duka bisa menjadi kekuatan untuk meraih cerita bahagia ya mbak ingat pengalaman sendiri

    BalasHapus
  3. Sampe ikut deg degan nahan nafas saat baca yg pas perjalanan malem malem nguyak kereta di negeri orang. Soale pas anjing tetangga saya menyalak nyalak gitu. Berasa backsoundnya tambah mencekam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Background-nya dapat, mba. Hehehehe. Seru sih kalau diingat tapi gak mau terulang lagi. Seram

      Hapus
  4. Ini aku bisa membayangkan banget karena dulu kerjanya mengurus permitnya orang asing yang tinggal di Indonesia. Saat masa kunjungan sudah mau habis, kejar-kejaran pesawat tuh biar saat keluar imigrasi nggak overstay. Apalagi kalau mereka sedang di daerah gitu, kan? Kalau jadi pengunjung kereta jangan-jangan aku teriak ya melihat rombongan manusia muncul dari balik semak-semak, wkwkwwk ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti mba Melina bisa merasakan penderitaanku saat itu. Panik banget saya, Mba. Gak mau dideportasi....

      Hapus
  5. Waw, luar biasa Mbak. Sempat tinggal di beberapa tempat pasti ada banyak cerita, suka & duka, saya bisa membayangkannya. Saya sempat tinggal di beberapa kota, tapi tidak lama, akhirnya harus kembali & kembali lagi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semua ada suka dan dukanya. Dijalani aja semuanya dan yang penting sing sabar, kata nenek saya. hehehe

      Hapus
    2. Betul kata nenek, Mbak. Karena kurang sabar itu, ada satu daerah yang terpaksa saya tinggalkan lebih cepat dari perkiraan dan rencana awal pindah, hehe... *pingin senyum-senyum sedih kalau ingat

      Hapus
  6. Bacanya aja seru, ikut deg-degan, apalagi yang ngejalani. Itu bakal jadi cerita indah saat anak-anak udah gede, mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita suka ketawa-ketiwi kalau ingat semua itu. Lucu banget.

      Hapus
  7. Cape jalan jalan tapi seru pengalamannya ya mba

    BalasHapus
  8. Traveling yang tak terlupakan adalah saat ke Pangandaran....pasti ada yang dikenang...apalagi bareng suami dan anak anak serta keluarga besar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asyiknya ke Pangandaran. Di sana daerah pantai, kan, Mba? Saya juga suka pantai.

      Hapus
  9. Dududdudu... mak jleb pas baca bagian si sulung nge-delete potonya huhuhu. So pasti pengen ngejitak kalau aku mah haahaha.. Untung bukan aku ibunya ya. Eniwe mba, petualanganmu seru-seru ya... harus ditulis jadi buku nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengennya sih begitu, tetapi kata suami gak perlu. Itu juga si sulung udah merasa bersalah banget. Kasihan, kan...

      Hapus
  10. Ketar ketir pasti, saat mengalaminya. Momen indah yg tak lekang oleh waktu.

    BalasHapus
  11. Ya Allah mbak, saya bacanya saja sampai keringat dingin, ikut deg degan. Semoga pengalaman ini bisa menjadi ibrah bagi kita mbak. barakallah

    BalasHapus
  12. seru dan mendebarkan, mbak.. kaya nonton film jadinya. Travelling mendebarkan pernah kami alami ketika perjalanan pulang dari jalan-jlan, masih diseputaran kota kami tinggal sih, tetangga kota aja. tapi karena udah malam, kami pun tersesat, padahal bensin menipis dan tidak ada orang di sepanjang perjalanan itu, setelah berkeliling dan sempat bolak balik, akhirnya kami bertemu penduduk dan mendapat petunjuk kearah mana kami harus pulang, leganyaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masya Allah, seram banget, Mba malam-malam tersesat mana bensin juga sekarat. Alhamdulillah, untung bisa pulang dengan selamat.

      Hapus
  13. Suka deh baca pengalaman mbak Hani yang selalu ada hal menarik di balik ceritanya.Saya mah dulu jarang kemana-mana,jadi deh gak punya bahan untuk cerita, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak ke mana-mana juga tetap bisa menjadi kisah menarik, lho, Bunda. Pintar-pintarnya kita aja mengolahnya menjadi cerita.

      Hapus
  14. Mbak Haeriah, kalau di filmkan bagus mungkin ya mbak.
    Hehe, maafkan.
    Tapi memang saya selalu suka dengan tulisan mbak.
    Selalu menampilkan sisi lain yang seru dan berasa eman banget kalau mau meninggalkan kata per katanya.
    Btw sekarang sdh lima anak, ya mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, anak udah 5. Terima kasih juga, Mba, udah bersedia membaca sampai tuntas.

      Hapus
  15. Perjalanan yang penuh drama hehehe.

    Saya pernah dari Pekanbaru ke Batam, lalu ke SIngapura. Trus trabeling ke Malaysia. Kami pulang lewat Dumai naik feri. Petugas imigrasi Malaysia kasar-kasar waktu itu, main bentak-bentak. Kagetku.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin sudah SOP-nya kali ya, petugas imigrasi banyak yang kurang ramah. Alhamdulillah, selama ini saya lebih banyak bertemu dengan yang ramah-ramah.

      Hapus
  16. Unforgetable traveling, hmmm ada sih, waktu masih lajang. Waktu itu kami bertita dengan 2 teman perempuan. Kami pergi ke nikahan teman di Tegal. Di sana kami benar2 berpetualang karena nggak ada kenalan selain teman yang sedang nikah. Kami menginap di rumah penduduk, Menumpang pick up hingga sampai ke pemandian air panas di daerah gunung. Seruuu banget, dan aku bersyukur sempat melakukannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru banget kisahnya. Waktu masih lajang juga saya suka banget bepergian. Pokoknya, kalau ada yang ajak, langsung deh saya iyakan....

      Hapus
  17. Baca dr awal sampai akhir tanpa skip
    Dramatis mbaa
    Masih penasaran deh kenapa kok mereka nolak
    Jd makin cinta sama Indonesia yg ramah bgt sm orang asing
    Yg semua foto kehapus jd inget semua fotoku kemarin kehapus karena gak sengaja ngeformat
    Huhuhu
    Btw aku juga nomaden mb
    Banyak pengalaman seru yg kita dapatkan yg bikin makin solid y
    Sukses selalu mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Katanya emang begitu prosedurnya. Harus keluar dulu baru boleh mengurus visa tinggal kembali. Hidup nomaden memang seru. Sukses juga buatmu, Mba

      Hapus
  18. Wah bunda pengalamanmu bikin deg-degan. Semoga sekarang semakin dimudahkan ya bunda. Saya belum pernah pergi jauh-jauh, hehehehe. Paling jauh dulu karena tugas kerja jadi ke Kalimantan (Palangkaraya). Sudah itulah satu-satunya yang paling jauh hehehe. Semoga mimpi bisa keliling Indonesia bisa tercapai deh.
    Kali aja dipanggil buat training-training ya? Xixixixi. Ngarep.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Para sahabatku banyak yang hijrah ke Kalimantan usai menyelesaikan kuliahnya.
      Aamiin

      Hapus
  19. Haha.... foto traveling ke hapus semua... samaa mbak hiks,... semua foto yang udah pasang gaya ala seleb kenyap ke hapus sekitika untung ada beberapa foto pake hape yang satunya, tapi cuma dikit

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, masih untung ada yang bisa diselamatkan.

      Hapus
  20. Saya juga pernah merasakan "fenomena-delete-all" itu mbak. Oleh saya sendiri, di fd. Kegaptekan saya kala itu bikin saya gak ngerti mau digimanakan selain diikhlaskan. Untungnya memori kita masih bisa bekerja ya mbak :)

    BalasHapus
  21. wkwkwkwk... ke delete semuanyaa...
    yg penting memori tetap tersimpan lah ya di dalam kalbu. ecie

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah satu cara untuk tetap mengingatnya adalah dengan menuliskannya.

      Hapus
  22. Mba seru banget ceritanya, dan soal delete all anakku juga pernah melakukan hal yang sama cuman dia gak sengaja pencet soalnya masih 2th hehehehe

    BalasHapus
  23. Memori yang abadi nya tetap tersimpan di hati dan kepala kan mbak? walau pastinya sedih gak ada kenangan dalam gambar dari sebuah perjalanan panjang perjuangan untuk mendapatkan visa tinggal

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar banget. Makanya, saya ceritakan kembali biar bisa teringat terus

      Hapus
  24. Salam kenal, mbak. Saya ikut deg-degan bacanya.
    oya saya di batam. Mbaknya udah di Malasya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal, kembali. Iya, Mba. Sekarang udah di Malaysia kembali

      Hapus
  25. Masya Allah mba, perjuangan berkumpul dan mengakhiri LDRnya luar biasa bangetttttt. Saya juga sedang berjuang menuju STOP LDM dengan suami ini mb. Doakan semoga mendapat kemudahan, meski ini juga dibilang nekad dengan mengerahkan segala kemampuan yang kami punya. Membaca cerita mba ini, seakan menguatkan saya, untuk terus berjuang demi satu atap bersama suami dan anak-anak punya waktu lebih banyak dengan ayahnya. Makasih banyakkkk mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, semoga LDM-nya segera berakhir dan bisa berkumpul lagi bersama keluarga.

      Hapus
  26. Mbak haeee.... baca cerita yang naik kereta tengah malam serasa baca kisah horor zaman dulu di stasiun kereta, diiringi gonggongan anjing dan senyapnya malam...
    Entah kenapa saya jadi terpikir perjuangan para TKI kita di Malaysia..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perjuangan TKI ilegal ya, Mama Lubna?
      Mba Hastin mah bacanya enak. Lha, saya dan anak2? Kita ketakutan lho meski berulang kali suami bilang kalau anjingnya gak bisa keluar. Tapi kalau lagi apes, gimana? *Eh, udah lewat, ya. Hehehe

      Hapus
  27. Pengalaman yang luar biasa ya mbak. Kebayang bagaimana rasanya... Alhamdulillah, ada solusi dan kemudahan .
    Btw... Saya juga pernah mengalami semua foto kehapus. Saat itu lagi travelling bareng suami ke yogya th 2004. Pas mau nyetak foto di mall malioboro.. Petugasnya salah pencey..jd kehapus semua gambarnya hiks...hiks😢. Saya ambil hikmahnya aja, memang mesti mengulangi kembali perjalanan wisata ke sana😊😊

    BalasHapus
  28. Trus, petugasnya dimarahin, gak? Hikz, kok teledor, sih? Wah, kalau ke Yogya, saya belum pernah. Tapi baca-baca kisah teman, memang Yogya gak cukup didatangi sekali....

    BalasHapus
  29. traveling yangsarat dengan perjuangan hidup ya mbak..Nggak mudah memang tapi akan selalu terkenang,apalagi suda ditulis diblog. Terkenang sepanjang masa jadinya...:)

    BalasHapus
  30. Sy nomadennya paling tempat tinggal nya, tapi ga kluar kota. .ngebayangin pindah2 tempat tinggal , seru y kayany😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seru banget, Mba. Tapi kalau boleh sih, enakan punya rumah sendiri jadi gak perlu pindah-pindahan terus.

      Hapus
  31. Foto-foto traveling terhapus itu ibarat sebagian napas kita hilang, hihi. Masya Allah seru ya perjalanan nomadennya.

    Aih, Batam ternyata. Saya pernah menjadi penduduknya dari tahun 2000-2010, Mbak. Itu turun di pelabuhan Ferry Batam Center, trus Mall-nya Mega Mall, bukan?

    Lihat gambar masjid Raya Batam jadi pengen nangis, nih. Banyak banget kenangan yg tertinggal di sana. Yuk, ke Batam lagi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar banget, Mba. Mall-nya tepat di depan pelabuhan Feri Bata, Centre. Oh, namanya Mega Mall, ya? Lupa saya. Insya Allah, kapan-kapan pengen ke Batam lagi. Mudah-mudahan ada rezeki bisa ke sana lagi.

      Hapus
  32. Wah seru ya mb tnggal di LN dengan aturan yg ketat. Hrs ngikuti aturan smpi akhirx melakukn perjlnn yg tak terencana. Sampai foto2 didelete tnp sngaja sm kk ya...sayang jdx gk ada kenangan dkm foto. Benar hrs kmbali lg k Batam mb...thx critanya y

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beginilah nasib merantau di negeri orang, harus ikut aturan mereka. Pengen banget sih ke Batam lagi.

      Hapus
  33. Selalu suka baca petualang Mbak Haeriyah ini ... Jadi pengen bisa ke Luar Negeri ... Hihiho

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih, Mba udah berkenan membacanya. Ayo ke luar negeri. Yang dekat aja dulu kayak negeri jiran ini...

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging