Berkunjung ke tempat teman lama, apalagi sebagai sesama perantauan, memang sangat menyenangkan. Berbagi cerita seputar kampung halaman, berbagi pengalaman saat sama-sama berada di perantauan seakan tak ada habis-habisnya dibahas dan diulik.
Dan itulah yang saya lakukan beberapa hari yang lalu, berkunjung ke rumah teman, sebut saja Fulanah. Singkat
cerita, saya tiba menjelang petang di rumah teman lama saya
tersebut. Usai duduk-duduk sekejab, saya langsung disajikan dengan sebuah berita buruk, berita
perpisahan.
“Saya
sudah membawa urusan ini ke pengadilan agama. Keluarga di kampung juga sudah
tahu dan mereka menyerahkan sepenuhnya keputusan padaku...”
Haruskah ada yang terkoyak? |
Ya, ini cerita tentang rumah tangga. Rumah
tangga Fulanah dan suaminya, Fulan memang sudah lama bermasalah. Pusat permasalahan
terletak pada terbaliknya fungsi masing-masing. Tulang rusak bertugas sebagai menjadi tulang punggung.
Permasalahan ini terus menerus berlarut. Kadang selesai namun lebih banyak menggantung. Hingga akhirnya, keputusan Fulanah untuk segera menyelesaikan urusan ini. Fulanah merasa lelah dengan beban yang harus dipikulnya. Belum lagi konflik batin dengan sikap Fulan yang tak juga mengambil alih tugasnya sebagai pemimpin di istana kecil mereka.
Permasalahan ini terus menerus berlarut. Kadang selesai namun lebih banyak menggantung. Hingga akhirnya, keputusan Fulanah untuk segera menyelesaikan urusan ini. Fulanah merasa lelah dengan beban yang harus dipikulnya. Belum lagi konflik batin dengan sikap Fulan yang tak juga mengambil alih tugasnya sebagai pemimpin di istana kecil mereka.
Saya syok. Saya tak bisa berbicara banyak. Cerita tentang perpisahan tentu saja akan selalu menyertakan luka. Luka yang entah kapan dapat disembuhkan.
Namun, bagaimanapun saya tak bisa mengukur kekuatan Fulanah dalam menghadapi permasalahannya. Saya tak berani menyarankan Fulanah untuk terus bertahan. Namun saya juga tidak berani untuk menyarankan sebuah perpisahan.
Saya pun akhirnya hanya bisa berpesan, agar sebelum mengambil keputusan final, Fulanah mengadu dulu kepada Sang Khaliq. Shalat istikharah, meminta petunjuk agar diberi jalan yang terbaik. Dan yang tak kalah pentingnya, Fulanah juga harus memikirkan Dinda, gadis kecil 11 tahun buah perkawinannya.
Fulanah mengangguk. Katanya, semua jalan yang kusarankan sudah ditempuhnya. Fulanah pun meminta didoakan agar semuanya berjalan dengan baik dan apapun keputusan yang final nantinya merupakan keputusan yang terbaik. Bagi bagi Fulanah, baik bagi Fulan dan baik bagi Dinda.
Namun, bagaimanapun saya tak bisa mengukur kekuatan Fulanah dalam menghadapi permasalahannya. Saya tak berani menyarankan Fulanah untuk terus bertahan. Namun saya juga tidak berani untuk menyarankan sebuah perpisahan.
Saya pun akhirnya hanya bisa berpesan, agar sebelum mengambil keputusan final, Fulanah mengadu dulu kepada Sang Khaliq. Shalat istikharah, meminta petunjuk agar diberi jalan yang terbaik. Dan yang tak kalah pentingnya, Fulanah juga harus memikirkan Dinda, gadis kecil 11 tahun buah perkawinannya.
Fulanah mengangguk. Katanya, semua jalan yang kusarankan sudah ditempuhnya. Fulanah pun meminta didoakan agar semuanya berjalan dengan baik dan apapun keputusan yang final nantinya merupakan keputusan yang terbaik. Bagi bagi Fulanah, baik bagi Fulan dan baik bagi Dinda.
Pembicaraan kami kemudian berlanjut. Belum
hilang sepenuhnya keterkejutanku atas keputusan yang baru saja kudengar,
kembali Fulanah memberiku kabar mengejutkan. Lagi-lagi berita seputar kekisruhan rumah
tangga. Kali ini tentang rumah tangga Aminah (tentu saja bukan nama sebenarnya)
yang juga merupakan teman lama kami.
Kata
Fulanah, sudah 3 bulan Aminah dan suaminya tidak saling menegur. Kejadiannya
bermula ketika Aminah menemukan bukti-bukti kalau suaminya terlibat perjudian. Mungkin
bagi orang biasa hal ini tidak terlalu mengejutkan. Namun bagaimana dengan
orang yang selama ini telah tahu hukum-hukumnya lewat pengajian yang sering
dihadirinya.
Saya
tergugu. Mau tak mau ingatanku melayang ke masa beberapa tahun silam. Saat itu bahtera
rumah tangga Aminah dan suaminya hampir saja karam. Qadarallah, di tengah
perpisahan yang sudah berjalan selama beberapa bulan, Aminah baru tahu kalau
ternyata ia telah hamil anak kedua mereka. Itulah yang menjadi salah satu
penyebab keduanya kembali bersatu hingga kini telah memiliki empat orang anak.
Ya
Allah, rintihku tanpa sadar.
Ingatanku pun mau tidak mau melayang ke masa beberapa hari yang lalu. Hari itu sebuah kabar duka juga datang dari
teman lamaku yang lain, sebut saja Arini. Biduk rumah tangganya ternyata sudah kandas beberapa
tahun yang lalu. Meski kini, ia telah merajut kembali tali pernikahan sebagai
istri kedua namun tetap saja yang namanya perpisahan membuatku hatiku serasa
diiris-iris sembilu.
Sakit, perih, luka, itu yang saya rasakan. Terbayang, kami pernah melewati satu masa bersama-sama. Berbagi beragam cerita bersama. Entah itu cerita duka, perih dan bahagia.
Masih terbayang dengan jelas dalam ingatanku. Sosok Aminah yang pemalu namun sangat mandiri. Sosok Arini yang pemberani dan lugas. Dan sosok-sosok lain, yang pernah bersama kami di masa itu.
Sakit, perih, luka, itu yang saya rasakan. Terbayang, kami pernah melewati satu masa bersama-sama. Berbagi beragam cerita bersama. Entah itu cerita duka, perih dan bahagia.
Masih terbayang dengan jelas dalam ingatanku. Sosok Aminah yang pemalu namun sangat mandiri. Sosok Arini yang pemberani dan lugas. Dan sosok-sosok lain, yang pernah bersama kami di masa itu.
Duh
Rabbi......
Sebegitu sulitnya mempertahankan sebuah mahligai pernikahan setelah hari demi hari bahkan tahun demi tahun telah dilewati bersama. Begitu mudahkah rasa cinta yang di awal-awal pernikahan sangat kuat melekat di hati sepasang insan itu meluber, menguap entah ke mana. Di mana mawaddah? Di mana rahmah? Di mana sakinah?
Ya Rabbi,
Saya sadar bahwa setiap orang memiliki masalahnya masing-masing. Tak bijak rasanya menyamaratakan apapun itu. Sama seperti sebuah biduk rumah tangga, setiap rumah tangga memiliki kisahnya masing-masing. Setiap rumah tangga memiliki duka dan sukanya sendiri-sendiri. Dan setiap rumah tangga juga memiliki keputusannya sendiri-sendiri.
Akhirnya, hanya pada Allah jualah kita mengadukan segala keresahan, kegundahan, kegalauan dan keluh kesah. Hanya pada-Nya kita memohon dan mengharapkan apa-apa yang terbaik bagi diri-diri kita, pasangan kita dan anak keturunan kita.
Aamiin, Ya Rabbal 'Alamin.
9 Comments
Kabar perpisahan seperti itu memang menyisakan perih ya, Mbak. Semoga kita yg masih bersama, bisa selalu menjaga sakinah mawaddah dan Rohmah dan rumah tangga kita. :)
BalasHapusAamiin.
Hapusapalagi kalau lihat kehidupan seleb ya, seperti mudah sekali memutuskan untuk berpisah.
BalasHapusSetelah sekian lama menikah, sekarang saya juga sadar bahwa pernikahan ini butuh pengorbanan, upaya dan doa yang kenceng. Semoga rumah tangga dan pernikahan kita sakinah, mawaddah wa rahmah ya Mbak Haeri. :)
Aamiin, Mba Nurin.
Hapustrkadang prpisahan jalan trbaik
BalasHapusSepakat Pak. Tapi apapun keputusan yang diambil hendaknya sudah dipertimbangkan masak-masak.
Hapusjadi teringat lagu "Harus ku tinggalkan cinta Ketika ku bersujud ...
BalasHapusLagunya siapa tuh? Kudet saya kalau urusan lagu
Hapusmudah2an kita semua terutama yang sudah berkeluarga, bisa mengambil hikmah dari apa yg menimpa teman2 yg sudah berpisah itu ya mbak. Aamiin...
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging