Salah satu kegemaranku sebelum menikah adalah mencoba makan di tempat-tempat baru dan terkenal dengan kelezatan menunya. Ya, tentu saja bujetnya menyesuaikan kantong anak sekolahan. Prinsipnya 3 M. Murah, Meriah dan Mantap.
Saya suka sekali mengeksplore menu baru apalagi yang namanya
terdengar aneh di telinga. Kebiasaan ini semakin meningkat terutama sehabis
menerima honor cerpen. Wush wush wush langsung deh ngeloyor ke tempat
makan incaran.
Namun kebiasaan masa remaja itu telah lama tidak kulakoni.
Terlebih sejak saya memutuskan berhijab syar'I lengkap dengan niqob yang
lebih dikenal dengan cadar seperti sekarang ini dan Insya Allah hingga ajal menjelang.
Aamiin.
Banyak sekali manfaat yang kurasakan setelah memutuskan untuk
berhijrah. Salah satunya adalah saya menjadi
lebih berhati-hati memilih makanan yang akan masuk dan menjadi darah
dalam tubuhku. Saya pun selektif memilih tempat makan meski kemudian saya lebih
banyak memilih makan di rumah aja. Tidak seperti dulu ya asal enak aja, apalagi
kalau gratis .......
Namun kebiasaan itu kembali lagi setelah beberapa tahun kami
sekeluarga menetap di negeri jiran. Salah satu kebiasaan penduduk negeri itu
adalah makan di luar rumah. Akibatnya aku pun kembali “terkontaminasi”
kebiasaan tersebut. Apalagi anak-anak, paling suka diajak makan di luar.
Mulanya terasa agak canggung. Sama seperti yang ada di kepala
sebagian orang, bagaimana mungkin muslimah bercadar makan di tempat umum
sementara ia harus menjaga wajahnya padahal jika makan ia harus menyingkap kain
penutup wajahnya. (pertanyaan ini juga dilontarkan salah seorang ibu
berkebangsaan Irak saat kami sama-sama menunggu anak dan suami yang asyik berjibaku
di kolam renang ).
“Dibawa asyik aja, Ummu. Saya dan adik bisa kok makan tanpa
harus terlihat wajahnya oleh ajnabi. Apalagi kalau diajak menemani Mas Fulan
(kakaknya) jamuan di hotel makanannya pasti enak-enak, sayang untuk dilewatkan. Disiasati aja um cara makannya....”
jelas salah seorang teman yang juga bercadar. Kehidupan keluarganya yang
menengah ke atas membuatnya “terpaksa” bersinggungan dengan hal-hal yang bagiku
dan bagi sebagian orang dianggap mewah. Salah satunya makan di hotel
berbintang.
That's the point, bisa kok bercadar makan di luar. Disiasati
aja.....
Tetap
Bisa Kenyang Walau Bercadar
Saya sadar sepenuhnya, setiap kali memasuki tempat makan umum (restaurant, café atau warung makan) saya selalu dibanjiri
tatapan mata penuh selidik, entah dari pemilik atau pelayan rumah makan
tersebut maupun dari sesama pengunjung.
Tapi karena telah terbiasa, sekarang saya jadi tidak
memedulikannya lagi. Untungnya saya punya ilmu CUEK tingkat tinggi. Terserah
orang mau ngomong apa yang penting saya tidak merugikan siapa-siapa dan satu
hal yang saya pegang adalah….kita sama-sama bayar kok….
Alhamdulillah, saya punya suami dan anak-anak yang senantiasa
siap menjadi bodyguard-ku. Dukungan keluarga memang sangat menentukan
kesuksesan seseorang, hehehe. I love my family.
1. Survey
Sebelum memutuskan makan di suatu tempat, suami atau anak-anakku
akan "survey" terlebih dahulu apakah "posisi aman" masih
kosong atau tidak. Posisi aman tersebut adalah pojokan. Kenapa harus pojok?
Agar saya dapat membuka cadar dengan bebas dan kalaupun terlihat yang lihat
hanya tembok. Hehehe
Posisi Pojok
Menghadap Tembok
Kalau gak dapat posisi di pojokan bolehlah ke tengah dikit asal
sekelilingnya perempuan semua. Kalau gak dapat juga, suami dan anak bersatu
padu membangun tembok keliling (eh gak ding, kapan makannya kalau harus bangun
tembok dulu). Mereka biasanya membentangkan daftar menu atau kalau ada majalah
jadi seolah-olah mereka membaca di depanku gitu. Nah aman kan.
Tapi kalau gak bisa juga, jurus pamungkas adalah.....BUNGKUS.
Sabar ya Cin, ntar di rumah bisa dimakan sepuas dan senyaman mungkin. Mau pakai
gaya apa juga ok ok aja, asal sesuai dengan adab-adab makan, hehehe.
2. Perangkat Cadar
Alhamdulillah, setelah puluhan tahun bercadar (saya mulai
bercadar di tahun 1997) saya tentunya telah menguasai seluk beluk percadaran
(bahasanya aneh…). Saya jadi tahu dong, jilbab dan cadar saya dibagaimanain
supaya saya nyaman. Apalagi saya bisa sedikit menjahit, so saya suka
memodifikasi jilbab dan cadarku agar sesuai kebutuhan. Kenyamanan bagiku selalu
nomor satu.
3. Taktik Makan
Menghadapi situasi yang kurang aman (lha kok jadi kayak suasana
perang), saya siasati dengan mengolah makanan sedemikian rupa di atas sendok atau mengepalkannya dengan tangan dan ketika siap dilahap saya membuka res cadar seperlunya lalu memasukkan
makanan tersebut ke mulut secepatnya. Setelah itu saya menutup kembali cadar
saya lalu mengunyah makanan yang ada di mulut dengan tenang. Hm, Nyummi…..
Terkadang saya juga makan dengan cara memasukkan makanan lewat
bagian bawah cadar. Cara ini hanya bisa dilakukan dengan mengenakan cadar lepas
yang penggunaannya cocok untuk makanan berkuah. Makan dapat Syar’i tetap kenyang pasti….
Koleksi Jilbab/Cadarku
Koleksi Jilbab/Cadarku
Cadar Res
Cadar Res Tampak Depan |
Cadar Res Tampak Samping |
Cadar dengan model menyatu dengan jilbabnya ini dikenal dengan
nama jilbab cadar res (resleting) atau cadar Makassar (gak tahu kok Makassar,
mungkin karena saya orang Makassar, hehehe).
Menurutku, ini jenis cadar yang paling nyaman dan aman dipakai
muslimah. Gak perlu khawatir cadarnya terbuka atau berkibar ditiup angin karena
yang bisa membukanya hanya si pemakai. Cadar jenis ini juga paling mudah
dibuka tutup karena ada resletingnya.
Cadar Tali
Cadar Tali |
Cadar dengan model ini terpisah dari jilbab. Di masa awal
bercadar, saya menggunakan jenis cadar ini. Modelnya yang terpisah membuat
saya tidak ketahuan orang rumah kalau diluaran saya bercadar, hehehe.
Menurut saya, cadar jenis ini kurang aman karena kalau ada angin
maka ia mudah berkibar dan terbuka. Untuk mengakalinya, dulu saya memasangkan
kancing tindis di bagian atas, tengah dan bawah agar sekencang apapun anginnya,
cadarku tidak ikut terbuka.
Cadar lepas ini sekarang saya senantiasa siapkan di mobil dan di
tas. Sebagai persiapan karena biasanya kami makan di luar secara mendadak.
Soalnya cadar Makassar yang kupakai hanya cocok buat makan di pojokan sementara
untuk makan di tempat terbuka maka cadar lepas ini yang paling sesuai.
Jadi, sudah tahu kan bagaimana muslimah bercadar makan di luar. Gak sehoror yang digambarkan meme-meme yang beredar itu. Meme yang saya yakin disebarkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Semoga Allah membalasnya sekiranya tujuannya untuk mengolok-olok sunnah yang telah Allah perintahkan kepada manusia. Balasan yang diberikan sekiranya si pelaku tidak segera bertaubat dengannya.
Memang sih, ada beberapa orang yang ketika makan (tanpa peduli bahwa ini tempat umum) kemudian membuka cadarnya (saya pernah melihatnya sekali pas di depanku). Jangan dihakimi dong, bisa saja dia menghukumi menggunakan cadar itu sunnah jadi gak apa-apa kadang terbuka kadang tidak.
Lagian, daripada nyinyirin cara makan orang bercadar yang hanya akan menambah-nambah beban dosa lebih baik nyantai aja. Lha, orang bercadar itu kan makan bayar sendiri, pesan sendiri dan ngabisin sendiri makanannya. Kecuali kalau mereka minta dibayari nah boleh deh nyinyir. Betul atau betul?
Memang sih, ada beberapa orang yang ketika makan (tanpa peduli bahwa ini tempat umum) kemudian membuka cadarnya (saya pernah melihatnya sekali pas di depanku). Jangan dihakimi dong, bisa saja dia menghukumi menggunakan cadar itu sunnah jadi gak apa-apa kadang terbuka kadang tidak.
Lagian, daripada nyinyirin cara makan orang bercadar yang hanya akan menambah-nambah beban dosa lebih baik nyantai aja. Lha, orang bercadar itu kan makan bayar sendiri, pesan sendiri dan ngabisin sendiri makanannya. Kecuali kalau mereka minta dibayari nah boleh deh nyinyir. Betul atau betul?
Intinya, yuk mari sama-sama belajar agar tidak mudah
menghajar. Mari sama-sama berdoa agar langkah kita dimudahkan-Nya untuk menjalankan dengan penuh keikhlasan segala perintah dan menjauhi semua larangan-Nya/ Aamiin.
Yuk, Mari Makan |
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging