Nomaden, Kehidupan Yang Kujalani Kini

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Senin, September 02, 2019


Pernah nggak sih Kamu membayangkan hidup nomaden, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, dari satu kota ke kota lain, atau bahkan dari satu negara ke negara lain? 

Kalau saya, nggak pernah. Bahkan, meski saya hobi traveling sejak dulu, tak pernah sedikit pun terlintas dalam benakku untuk hidup berpindah-pindah, terlebih setelah menikah nanti. 

Inginku, hidup dan berkarier di tanah kelahiran. Memiliki rumah sendiri meski kecil, membesarkan anak-anak dengan tanganku sendiri, serta menua bersama orang-orang terkasih di tanah Kota Daeng.  

Namun takdir berkata lain ...

Dua tahun setelah menikah, saya, suami, dan si sulung harus memulai hidup nomaden kami. Alhamdulillah, suami termasuk tipe mandiri, artinya sejak mengambil keputusan untuk menikah, beliau telah sepenuhnya mengambil tanggung jawab atas semua aspek kehidupan saya dan anak-anak. Untuk itu, kami pun memilih hidup terpisah, jauh dari orang tua dan kampung halaman. Mencoba untuk lebih mandiri, membina rumah tangga benar-benar dari nol tanpa mau merepotkan kedua orang tua kami.

Sebenarnya, saya dan suami tak pernah berpikir untuk menetap jauh dari orang tua. Kami malah inginnnya mengontrak rumah aja di kota yang sama. Qadarallah, takdir kemudian menempatkan suami bertugas di sebuah kota kecil di belahan timur bumi Sulawesi. Dari sinilah bermula kisah-kisah nomaden kami.

Periode Tahun 2000-2008

Sumber Gambar di sini

Kisah nomaden pertama kali bermula di tahun 2000. Selama 8 tahun, kami menetap di sebuah Kota Palopo, sebuah kota kecil yang berada di Sulawesi Selatan  dan berjarak sekitar 350 km dari Kota Makassar.

Sebenarnya, kota ini bukan tempat baru bagi saya karena di sinilah kampung halaman mamaku. Kebetulan juga saya sudah sering ke kota ini. Bahkan, saya pernah ke tempat ini seorang diri saat masih di kelas 6 SD. Dulu mah saya tukang nekad, sekarang aja rada kalem dikit, hehehe.

Berada selama 8 tahun di kota ini, tentu saja menghadirkan banyak cerita, baik suka maupun duka selama berinteraksi dengan teman-teman yang ada di sana. Ada kisah tentang suka duka pengalaman berhijrah, ada kisah seru saat menemani teman-teman berta’aruf, ada kisah manis saat berpeluh-peluh menyusuri jalan dakwah, dan banyak lagi. Tentu saja, semuanya terukir manis dalam ingatan dan selalu indah untuk dikenang.

Periode Tahun 2008-2011


Di periode ini, kami kembali ke Kota Makassar dan ngontrak di sebuah rumah yang berada tepat di depan sebuah SDN. Keadaan rumah yang sangat strategis tersebut, membuatku kemudian membuka warung kelontong. Alhamdulillah, warungku laris manis dikunjungi para pembeli cilik, siswa-siswi di sekolah tersebut.

Qadarallah, warungku yang laris rupanya mengundang ketidaksukaan beberapa pihak. Warungku pun semakin hari semakin sepi. Alhamdulillah, setelah pintu rezeki lewat warung ditutup, Allah membukakan jalan rezeki lainnya. Saya kemudian mendapatkan tawaran mengajar di sebuah SDIT yang letaknya sejurusan dengan kantor suami. Tanpa pikir panjang, saya segera menyambut tawaran tersebut.

Terhitung, saya mengajar selama dua tahun di sekolah milik  yayasan tersebut. Alhamdulillah, suami yang saat itu berhasil mendapatkan beasiswa ke negeri jiran kemudian memboyong kami sekeluarga ke sana. Saya pun memutuskan untuk resign dan ikut suami merantau di negeri orang.

Periode Tahun 2011-2013


Di periode ini, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki ke luar negeri meski luar negerinya dekat aja, Malaysia. Alhamdulillah, selain menyambung study-nya, suami juga nyambi sebagai asisten professor.

Alhamdulillah, di periode ini kami diberi anugerah yang sangat indah. Kami diberi amanah seorang anak perempuan lagi. Masya Allah, benar-benar tak disangka karena sebelumnya kami mengira si nomor empat adalah anak bungsu kami. Apalagi, saya ada masalah reproduksi sehingga diprediksi sulit mempunyai anak banyak. (Prediksi ini sudah diutarakan dokter sejak anak pertama, Alhamdulillah kini kami dikaruniai 5 orang anak).

Qadarallah, di tahun 2013, beberapa bulan setelah kelahiran si bungsu, saya dan anak-anak kembali ke Makassar sementara suami tetap melanjutkan study-nya yang sudah memasuki tahap akhir. 

Periode Tahun 2016-2019


Setelah sekitar 3 tahun berada di kampung halaman, saya dan anak-anak kembali diboyong suami ke negeri jiran. Alhamdulillah, setelah menyelesaikan study-nya, suami telah diterima bekerja di sebuah perguruan tinggi di Negeri Terengganu, salah satu provinsi yang masuk dalam wilayah Pantai Timur negeri tersebut.

Ya,  di sinilah kami saat ini. Alhamdulillah, setelah mengalami dua kali perpanjangan kontrak kerja, kami berencana untuk kembali ke tanah air. Sebenarnya, kontrak suami masih akan diperpanjang, apalagi suami saat ini diberi amanah baru dari kampus. Namun, amanah yang lain di tanah air juga sudah lama menanti dan tak bisa menunggu lebih lama lagi. Kami pun harus memilih dan pilihan tersebut jatuh kepada keputusan untuk kembali ke tanah air. 
Draw Bridge, The New Icon of Terengganu

Insya Allah, beberapa bulan kami kami akan meninggalkan negeri indah ini. Satu hal yang selalu menjadi pegangan kami, saya dan suami, bahwa di mana pun kami berada insya Allah semuanya sama saja. Pastinya akan selalu ada kisah suka dan duka yang mewarnai perjalanan hidup kami. 

Seyogyanya, di mana pun kita berada, tetaplah hanya Allah Azza wa Jalla yang menjadi tujuan hidup serta tempat bergantung kita. Semoga di mana pun itu, kami selalu diberi kemudahan untuk mengerjakan ketaatan dan senantiasa meningkatkan kualitas ibadah. Aamiin.


*
#ODOPDAY2
#EstrilookOdopDay2

  • Share:

You Might Also Like

2 Comments

  1. Wah Bundaaaaaaa. Ga tau aku ngomong apa. Aku suka tulisannya daj banyak rasa yang terganbar di dalam tulisannya. Pengen pelukkkkk. Karena suami aku jga kerjanya pindah2 stiap 3 atau 4 thun sekali. Bikin aku hrus siapin mental berkali dan kini kami berada di tangsel. Kota pertama yg kami singgahi selain tempat kmi dibesarkan

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging