Gambar: Pixabay |
Di tahun kedua pernikahan kami, suamiku ditugaskan ke
sebuah kota kecil. Karena saat itu fasilitas rumah belum
ada, maka untuk sementara kami sekeluarga menempati rumah salah seorang kawan
suami. Namanya Pak Ridwan. Kebetulan saat itu anak dan istrinya
sedang berada di luar kota untuk waktu yang cukup lama. Sementara itu, Pak
Ridwan memilih tinggal bersama sepupunya yang rumahnya berada
hanya beberapa rumah dari rumah Pak Ridwan.
Maka untuk pertama kalinya sejak menikah, aku harus mengurus suami dan anakku
yang saat itu berusia setahun seorang diri. Benar-benar
seorang diri. Sebelumnya, usai menikah, aku
tinggal bersama mertua sehingga tidak terlalu pusing dengan urusan dapur.
Mertua yang cekatan, hanya memberiku tugas bantu-bantu
sementara urusan meracik bumbu plus tata caranya dikerjakan sendiri oleh
beliau. Kini tak ada lagi mama maupun mertua yang selama ini kujadikan tempat
bertanya. Terutama bertanya urusan seputar dapur.
Terus terang sejak gadis aktivitas
dapur tidak pernah menarik hatiku. Apalagi mama tidak pernah
memaksaku untuk ikut membantunya di dapur. Apalagi saat itu tugas utamaku
adalah mencuci pakaian seluruh anggota keluarga. Eits, jangan dikira ringan lho.
Mencucinya masih manual, pakai kekuatan kedua tanganku. Dan....karena kami
bersepuluh (aku sembilan bersaudara plus mama) maka setiap kali mencuci,
cucianku satu baskom besar yang menghabiskan waktu sekitar 2 jam-an untuk
menyelesaikannya.
Karena tugas utamaku mencuci makanya aku hanya tahu
makan dan sesekali cuci piring. Padahal waktu zaman kuliah, tiga sahabatku jago
masak semua. Namun imbauan bahkan ejekan mereka tak menggoyahkan hatiku untuk
betah di dapur. Setiap ada kegiatan bersama, aku lebih memilih tugas
mencuci piring ketimbang masak.
Dan, drama itu pun dimulai. Saat itu belum lazim
digunakan rice cooker atau magic com untuk
memasak nasi. Maka untuk memasak nasi, aku menggunakan panci dan kukusan. Panci
untuk membuat nasi aron dan kukusan untuk menyempurnakannya.
Maka untuk pertama kalinya sejak menikah, aku harus mengurus suami dan anakku yang saat itu berusia setahun seorang diri. Benar-benar seorang diri. Sebelumnya, usai menikah, aku tinggal bersama mertua sehingga tidak terlalu pusing dengan urusan dapur.
Gambar: Pixabay |
Alhamdulillah, aku sukses mengaronkan nasi. Aku
kemudian memasukkan nasi aron itu ke dalam kukusan yang telah kupanaskan
terlebih dahulu. Setelah itu aku pun mengerjakan pekerjaan lainnya.
Beberapa saat kemudian, aku dikejutkan dengan suara serta luapan air yang keluar dari kukusan. Air meluber keluar sehingga nyala api di kompor hampir padam. Buru-buru kumatikan kompor. Aku bingung, tak tahu apa yang barusan terjadi.
Beberapa saat kemudian, aku dikejutkan dengan suara serta luapan air yang keluar dari kukusan. Air meluber keluar sehingga nyala api di kompor hampir padam. Buru-buru kumatikan kompor. Aku bingung, tak tahu apa yang barusan terjadi.
Setelah tenang, aku kembali menyalakan kompor.
Namun beberapa saat kemudian kejadian yang sama terulang kembali. Aku pun
kembali mematikan kompor.
“Gimana Ma, nasinya udah matang? Katanya Pak
Ridwan ingin ikut makan di sini. Tuh, dia bawa lauknya ….” tiba-tiba suamiku telah berada di belakangku.
“Eh ah, belum. Tunggu sebentar lagi, ya ” jawabku tergagap. Aku betul-betul bingung dan juga
malu. Bingung harus bagaimana mengatasi masalah ini. Malu kalau ketahuan gak
becus masak. Mana cuma masak nasi juga.
“Ya udah kalau gitu. Mama panggil aja ya kalau nasinya
udah matang” suamiku pun beranjak ke
depan. Diletakkannya kiriman lauk dari Pak Ridwan di dekatku.
Aku kemudian beranjak hendak melongok hasil masakanku di dalam kukusan. Aku benar-benar pasrah bila nantinya yang nampak bukan nasi tapi bubur. Kalau memang itu yang terjadi, sekalian aja aku bikin bubur ayam. Nanti aku bilang saja ke suami dan Pak Ridwan kalau tiba-tiba aku kepengen makan bubur ayam. Mereka pasti bisa menerimanya. Tapi….gimana caranya bikin bubur ayam ya? Duh…
“Hah?” aku
terkejut bukan main. Tak ada nasi lembek yang terendam air seperti
dugaanku. Tak ada juga bubur, apalagi bubur ayam. Aku benar-benar
tak percaya dengan penglihatanku. Buru-buru kuambil sejumput nasi kemudian
memakannya.
“Ini nasi. Beneran nasi. Hm enak…” aku
sangat terharu. Yes, untuk pertama kalinya aku berhasil menanak nasi tanpa
bantuan siapa-siapa. Tapi, kemana air kukusan yang tadi meluber itu?
Gambar: Pixabay |
Ah, lupakan sejenak kecelakaan tadi. Entah apa yang
tadi terjadi. Namun yang jelas aku berhasil menanak nasi. Aku segera
menyiapkan nasi beserta lauk untuk suami dan Pak Ridwan. Mereka pastinya telah
menunggu hidangan ini tersaji dari tadi.
Usut punya usut, ternyata aku memasukkan air melebihi
batas maksimal untuk mengukus nasi. Akibatnya, air tumpah ruah keluar dari
kukusan. Dan hal ini kuketahui ketika keesokan harinya, insiden ini kembali
terulang.
Karena bingung, aku memanggil suami. Suamiku juga bingung.
Ia juga baru kali ini melihat kejadian seperti itu. Suamiku
kemudian memanggil Pak Ridwan yang kebetulan bertandang. Pak Ridwan
bergegas ke dapur dan melihat apa yang terjadi. Sambil tersenyum, Pak Ridwan
menjelaskan apa yang terjadi. Duh, malunya diajar sama
bapak-bapak..........
32 Comments
Aq jg ga bs masak nasi pke panci.. Hihi
BalasHapusSusah ya mba, apalagi kalau terbiasa pakai rice cooker.
Hapushehehe...pengalaman menarik iniii
BalasHapusTak terlupakan, mba.....
HapusHahahah.. Maap mba, tapi ini beneran kocak deh... Karena aku pun blm tahu cara masak nasi pakai kukusan... Selama ini ya tahunya pakai magic jar.
BalasHapusKebanyakan org memang tahunya pake rice cooker. Lebih praktis, sih.
HapusHahaha... Kalau masak nasi diaron begitu asal masaknya nggak banyak, yuni mah bisa.
BalasHapusSoalnya, emak Yuni masaknya begitu. Sampai sekarang. Nggak mau pakai rice cooker.
Katanya enak an masak beginilah, ning. Begitu.
Karena sering liat, jadi bisa. Pas dimintai tolong masak, beres deh.
Yah, meski nggak ahli-ahli banget sih. Hehehe
Mumpung masih gadis, minta diajarin mama masak dong. Biar gak malu2in kayak saya...
HapusRibet banget itu mbak hehehe tapi kata orang nasi yg dimasak manual lebih enak. Tetanggaku pun sekarang masak manual dibanding pake magic com. Kalo aku masih suka bergantung dengan teknologi,praktis
BalasHapusSaya juga sekarang masak manual kembali. Ya, setelah rice cooker rusak, saya gak beli baru karena ternyata lebih enak yg manual.
Hapushahaha, udah bun masak nasinya pakai ricecooker aje dah, saya juga bakalan begitu juga kali kalo masak nasi manual. duh mohon maaf kalo saya ngakak yes bun, jangan digetok wkwkwk.
BalasHapusZaman itu, dakuh masih missqueen. Gak punya duit buat beli rice cooker...
HapusHaha...Kok kayak Mamaku. Dulu beliau 8 bersaudara. Mama (sulung) kebagian menjahit baju untuk adik-adiknya. Jadi beliau pinter jahit baju. Sedangkan yang bagian masak, adik Mama no 3. Eyang Putri dulu pinter dagang, jual-beli kelapa. Nah, Mama rumah tangga, sammma deh, bengong urusan dapur. Selalu ada cerita di awal rumah tangga ya...
BalasHapusMirip keluargaku kalau gitu, saya juga sulung dari 9 bersaudara dan kebagian tugas cuciin pakaian adik-adik dan mama. Lumayan, gempor dah.
HapusYa Allah Mbak, bayangin kejadiannya kok jadi ketawa sendiri ya. Saya juga bisa masak setelah menikah hahaha. Dulu minim banget pengetahuan tentang memasak. Tetapi ada hikmahnya juga saat pandemi ini, jadi belajar memasak dan mencoba resep baru, ya lumayanlah hasilnya, yang penting anak-anak suka.
BalasHapusHikmah pandemi, jadinya pintar masak, ya, mba.
HapusYa Allah serunya baca cerita mbak, ikut deg-deg an juga tadi. hihihi.... Dewi kalau buat nasi kuning pakai kukusan memang biasanya air jangan terlalu banyak, dan sebaiknya air tersebut dibiarkan mendidih dulu sebelum nasi dimasukkan. Alhamdulillah sudah terlewati ya mbak, seru juga dapat pelajaran dari para bapak:)
BalasHapusSaat gadis dulu saya memang paling malas masuk dapur. Passion-nya gak ke sana, hehehe.
HapusAku jaman masih sama ibuk malah sering bantuin. Kalau sekarang apa-apa nyari yang praktis aja. Belum tentu juga kalau sekarang disuru masak nasi pakai kukusan bisa matang, wkwkwkw.
BalasHapusZaman sekarang mah semua serba praktis.
HapusWkwkwk ngaron nasi emang susah mba. apalagi untuk pemula gitu. Tapi dengan kejadian ini kan jadi tahu dan jago masak ya... heheheh
BalasHapusIlmunya mau diturunin ke anak-anak. Anak-anak juga tahunya pake rice cooker aja.
HapusHehe...pengalaman yang berkesan ya mba saat masak nasi ternyata air kukusannya meluber. Bisa jadi pengalaman yg menarik dan jadi pelajaran. Tp skrg sudah lihai memasak kan mba? Good...
BalasHapusSampai sekarang, saya kalau mau masak harus liat contekan dulu. Belum ahli, mba.
Hapuswakakaka.. kocak, Mbak. Aku pertama kali masak nasi di panci malah gagal, Mbak. Nasinya mentah, trus bau sangit. Hahaha. Tapi ga kapok sih pengen nyoba lagi. ALhamdulillah, sekarang kalau lampu mati seharian aku ga panik lagi, udah bisa masak di panci. hehehe
BalasHapusAlhamdulillah, udah ahli sekarang.
HapusYa ampun, ga kebayang dalam hati Pak Ridwan yak kwkwwk
BalasHapusKalau aku dulu pertama nikah langsung ikut suami, beruda aja, ga ada siapa-siapa, belum musim internet buat nyari resep. Dan aku sebelumnya bekerja jadi gatau perdapuran.
Nah, masak nasi goreng berminyak banget. Dimakan juga sama suami, besoknya dia yang masak, dan bilang minyaknya segini doang, cuma buat numis..hihihi, ternyata dia yang lebih ngerti
Kebayang makan nasi goreng berkuah minyak. Untung suami mba Dian bisa masak...
HapusUntungnya air nggak membuat nasi jadi lembek, yaa. Padahal di dandang biasanya ada garis batasnya loh, Mbak. Jadi ingat, ini pelajaran pertama yang aku dapat soal,memasak dari mama waktu kelas 4 SD.
BalasHapusGak paham aku mba. Malas masuk dapur saat gadis soalnya.
HapusWkwkwk. ups, maaaf!
BalasHapusEndingnya bikin saya ngakak, Mbak
Kalau cerita yang dari awal, kayaknya banyak juga yang ngalamin seperti itu. Apalagi masak bukan pakai rice cooker. Yang sukses bikin ngakak itu karena ketauan sama Pak Ridwan :D
Oalah, isin aku, mba. Gak tahu mau ngumpet ke mana.
HapusTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging