Kembali terdengar berita tentang seorang wanita yang datang menemui seorang laki-laki kenalannya di kota bahkan pulau lain. Mereka berkenalan lewat fb dan si laki-laki berjanji untuk menikah setelah si perempuan menemuinya di Makassar, kota (katanya) tempat tinggal si laki-laki. Kejadian ini membuatku teringat kejadian beberapa tahun yang lalu. Ceritanya begini….
Salah
seorang kerabatku pernah bekerja sebagai TKI di Korea. Sebagaimana para
pekerja di luar negeri, mereka menjadi idola para perempuan. Salah satunya,
sebut saja namanya Bunga (hihihi, kayak berita criminal) menjalin hubungan
jarak jauh dengan kerabatku tersebut, sebut saja namanya Angga.
![]() |
Sebut Saja Namanya Bunga |
Angga
dan Bunga menjalin hubungan meski keduanya tak pernah bertemu sebelumnya.
Saya lupa tepatnya bagaimana mereka saling berkenalan. Apakah lewat medsos ataukah dikenalkan oleh salah satu teman
masing-masing. Entahlah….
Meski
demikian, Angga selalu menyangga bahwa hubungan mereka mengarah ke hubungan
percintaan. Katanya, mereka hanya berteman meski lebih dari biasa.
Hingga
suatu ketika, Bunga telah hadir di depan rumah keluarga kerabat saya itu. Tentu
saja para pemilik rumah terutama ibu Angga sangat kebingungan. Bunga kemudian
memperkenalkan siapa dirinya. Bunga pun sempat beberapa hari tinggal di rumah
tersebut.
Angga
yang masih berada di Korea segera diinterogasi. Angga pun mengakui kalau ia
memang akrab dengan Bunga. Beberapa waktu yang lalu memang Bunga terus
mendesaknya untuk segera menikahinya. Kalau Angga tidak mau, maka ia mengancam akan terbang dari Malang ke Makassar demi
untuk menemui keluarga Angga. Bunga akan
menceritakan hubungan mereka. Bunga akan
“memaksa” keluarga Angga untuk melamarnya atau setidaknya merestui hubungan
mereka sehingga bisa mendesak Angga untuk segera meresmikan hubungan mereka.
Keluarga
besar Angga berang. Adat kami, Bugis Makassar sangat menjunjung tinggi rasa
malu bagi anak perempuan. Kakek Angga bahkan menyuruh ibu Angga untuk segera
menyuruh Bunga kembali ke Malang. Kedatangan Bunga bukannya menarik simpati
malah membuat keluarga besar Angga memandangnya sebagai “perempuan tidak jelas”
Kakak-kakak
Angga pun tidak tinggal diam. Satu persatu mereka menginterogasi Bunga. Bunga
pun menjelaskan bahwa kedatangannya ke rumah mereka untuk mempertegas kepada
keluarga Angga bahwa Angga telah
berjanji untuk menikahinya. Selama ini mereka telah menjalin hubungan dan Angga
berjanji untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Bunga percaya dengan
semua ucapan Angga. Salah satu buktinya adalah Bunga yang memegang semua uang
hasil kerja Angga di Korea. Bahkan jika keluarga Angga meminta uang, harus
melalui Bunga terlebih dahulu. Satu hal yang tentu saja membuat ibu Angga meradang.
Bunga
pun mengaku kalau ia berasal dari keluarga bangsawan. Ada Raden di depan
namanya. Bunga juga lulusan S2 dan sehari-hari bekerja sebagai dosen di Malang.
Ngakunya sih ia termasuk keluarga high
class baik dari sisi keturunan maupun kedudukan.
Lebih
dari itu, Bunga pun mengaku kalau ia telah mempersiapkan rencana pernikahannya
dengan Angga. Ia telah memesan gedung bahkan baju pengantin untuk acara
pernikahan mereka. Semuanya telah settle,
tinggal menunggu kesediaan Angga saja.
Untungnya,
keluarga Angga termasuk orang-orang cuek. Ketimbang panic mendengar penjelasan
Bunga, ibu Angga justru bersikap acuh tak acuh. Bukannya simpati, keluarga Angga
malah menganggap itu urusan Bunga dan Angga. Salah sendiri, mempersiapkan
sesuatu tanpa melibatkan pihak-pihak yang seharusnya terlibat.
“Saya sebenarnya tidak yakin dengan semua
penjelasan Bunga. Keluarga bangsawan? Mana ada keluarga bangsawan ngejar-ngejar
laki-laki sampai sejauh ini. Tolong kamu suruh dia segera pergi dari sini. Malu
sama tetangga. Lagian, ngapain juga sih si Angga berhubungan dengan perempuan
sinting kayak gitu….” Gerutu ibu Angga. Ayah Angga telah tiada sehingga
beliau menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya.
Mendapat
tugas seperti itu ya saya oke-oke saja. Lagian saya juga gerah melihat kenekadannya.
Benar kata ibu Angga, kalau ia perempuan baik-baik ia tidak akan mengejar
laki-laki sejauh ini. Soal janji Angga kepadanya. Seharusnya ia cukup mendesak
Angga saja. Kalau memang Angga serius pastinya ia akan meminta keluarganya
untuk datang menemui Bunga. Bukan sebaliknya. Kalau semua yang diakuinya benar
maka sikap Angga dapat dianggap sebagai sikap tidak serius. Daripada datang ke
Makassar lebih baik Bunga memutuskan hubungan dengan Angga. Masih banyak kok
stok laki-laki lain yang lebih serius.
“Mentong itu satu perempuan. Saya bilang
jangan ke Makassar tetap saja ke Makassar. Jammiki uruski, nanti saya yang
suruki pulang” ucap Angga ketika saya berkesempatan berbicara dengannya.
(Benar-benar keterlaluan perempuan satu ini. Saya bilang jangan ke Makassar tetap saja ke Makassar. Tidak usah mengurusinya, biar saya yang menyuruhnya pulang)
(Benar-benar keterlaluan perempuan satu ini. Saya bilang jangan ke Makassar tetap saja ke Makassar. Tidak usah mengurusinya, biar saya yang menyuruhnya pulang)
“Makanya jangko suka kasi harapan palsu ke perempuan. Malah
janji mau dikawini segala……” timpalku
(Makanya kamu jangan suka ngasih harapan palsu ke perempuan. Malah janji mau dikawini segala..)
(Makanya kamu jangan suka ngasih harapan palsu ke perempuan. Malah janji mau dikawini segala..)
“Saya tidak pernah janji. Dia yang mendesak
terus. Saya sudah bilang kalau mau kawin cari laki-laki lain saja karena saya
belum mau kawin. Ini malah bikin kacau di Makassar….” Jelas Angga terdengar
kesal.
Alhamdulillah,
saya berkesempatan berbicara empat mata dengan Bunga. Ia pun menjelaskan
semuanya. Saya pun menjelaskan semuanya, baik itu tanggapan keluarga besar
Angga maupun dari sisi agama tentang bagaimana seharusnya seorang perempuan itu
menjaga muruahnya, harga dirinya.
Entah
karena penjelasanku atau karena desakan Angga, Bunga pun kembali ke kampung halamannya.
Semua lega. Apalagi beberapa hari kemudian Bunga mengirim surat dan menjelaskan
bahwa hubungannya dengan Angga telah berakhir. Bahkan kabar terakhir yang
kudengar, Bunga telah menikah di tanah kelahirannya. Alhamdulillah…
Meski
semua senang peristiwa ini berakhir happy ending, ada satu orang yang bersedih
dengan kepulangan Bunga. Dialah adik bungsu Angga. Katanya….
“Kodong, tidak adami yang bersihkan rumah dan
masak. Selama Bunga di sini rajin sekaliki…..”
(Duh, tidak ada lagi yang bersihkan rumah dan masak. Selama Bunga di sini dia sangat rajin)
(Duh, tidak ada lagi yang bersihkan rumah dan masak. Selama Bunga di sini dia sangat rajin)
Hahaha,
dasar cewek malas.
Noted......
Maaf ya kalau sebagian menggunakan bahasa daerah, efek kangen kampung nih.....
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging