SATU KISAH TENTANG BUNGA

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Kamis, Agustus 04, 2016


Kembali terdengar berita tentang  seorang wanita  yang datang menemui seorang laki-laki kenalannya di kota bahkan pulau lain. Mereka berkenalan lewat fb dan si laki-laki  berjanji untuk menikah setelah si perempuan menemuinya di Makassar, kota (katanya) tempat tinggal si laki-laki.  Kejadian ini membuatku teringat kejadian beberapa tahun yang lalu. Ceritanya begini….


Salah seorang kerabatku pernah bekerja sebagai TKI di Korea. Sebagaimana para pekerja di luar negeri, mereka menjadi idola para perempuan. Salah satunya, sebut saja namanya Bunga (hihihi, kayak berita criminal) menjalin hubungan jarak jauh dengan kerabatku tersebut, sebut saja namanya Angga.


Sebut Saja Namanya Bunga

Angga dan Bunga menjalin hubungan meski keduanya tak pernah bertemu sebelumnya. Saya lupa tepatnya bagaimana mereka saling berkenalan. Apakah lewat medsos ataukah  dikenalkan oleh salah satu teman masing-masing. Entahlah….

Meski demikian, Angga selalu menyangga bahwa hubungan mereka mengarah ke hubungan percintaan. Katanya, mereka hanya berteman meski lebih dari biasa.

Hingga suatu ketika, Bunga telah hadir di depan rumah keluarga kerabat saya itu. Tentu saja para pemilik rumah terutama ibu Angga sangat kebingungan. Bunga kemudian memperkenalkan siapa dirinya. Bunga pun sempat beberapa hari tinggal di rumah tersebut.

Angga yang masih berada di Korea segera diinterogasi. Angga pun mengakui kalau ia memang akrab dengan Bunga. Beberapa waktu yang lalu memang Bunga terus mendesaknya untuk segera menikahinya. Kalau Angga tidak mau, maka ia mengancam  akan terbang dari Malang ke Makassar demi untuk menemui keluarga Angga. Bunga  akan  menceritakan hubungan mereka. Bunga akan “memaksa” keluarga Angga untuk melamarnya atau setidaknya merestui hubungan mereka sehingga bisa mendesak Angga untuk segera meresmikan hubungan mereka.

Keluarga besar Angga berang. Adat kami, Bugis Makassar sangat menjunjung tinggi rasa malu bagi anak perempuan. Kakek Angga bahkan menyuruh ibu Angga untuk segera menyuruh Bunga kembali ke Malang. Kedatangan Bunga bukannya menarik simpati malah membuat keluarga besar Angga memandangnya sebagai “perempuan tidak jelas”

Kakak-kakak Angga pun tidak tinggal diam. Satu persatu mereka menginterogasi Bunga. Bunga pun menjelaskan bahwa kedatangannya ke rumah mereka untuk mempertegas kepada keluarga Angga bahwa  Angga telah berjanji untuk menikahinya. Selama ini mereka telah menjalin hubungan dan Angga berjanji untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Bunga percaya dengan semua ucapan Angga. Salah satu buktinya adalah Bunga yang memegang semua uang hasil kerja Angga di Korea. Bahkan jika keluarga Angga meminta uang, harus melalui Bunga terlebih dahulu. Satu hal yang tentu saja membuat ibu Angga meradang.

Bunga pun mengaku kalau ia berasal dari keluarga bangsawan. Ada Raden di depan namanya. Bunga juga lulusan S2 dan sehari-hari bekerja sebagai dosen di Malang. Ngakunya sih ia termasuk keluarga high class baik dari sisi keturunan maupun kedudukan.

Lebih dari itu, Bunga pun mengaku kalau ia telah mempersiapkan rencana pernikahannya dengan Angga. Ia telah memesan gedung bahkan baju pengantin untuk acara pernikahan mereka. Semuanya telah settle, tinggal menunggu kesediaan Angga saja.

Untungnya, keluarga Angga termasuk orang-orang  cuek. Ketimbang panic mendengar penjelasan Bunga, ibu Angga justru bersikap acuh tak acuh. Bukannya simpati, keluarga Angga malah menganggap itu urusan Bunga dan Angga. Salah sendiri, mempersiapkan sesuatu tanpa melibatkan pihak-pihak yang seharusnya terlibat.

Saya sebenarnya tidak yakin dengan semua penjelasan Bunga. Keluarga bangsawan? Mana ada keluarga bangsawan ngejar-ngejar laki-laki sampai sejauh ini. Tolong kamu suruh dia segera pergi dari sini. Malu sama tetangga. Lagian, ngapain juga sih si Angga berhubungan dengan perempuan sinting kayak gitu….” Gerutu ibu Angga. Ayah Angga telah tiada sehingga beliau menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya.

Mendapat tugas seperti itu ya saya oke-oke saja. Lagian saya juga gerah melihat kenekadannya. Benar kata ibu Angga, kalau ia perempuan baik-baik ia tidak akan mengejar laki-laki sejauh ini. Soal janji Angga kepadanya. Seharusnya ia cukup mendesak Angga saja. Kalau memang Angga serius pastinya ia akan meminta keluarganya untuk datang menemui Bunga. Bukan sebaliknya. Kalau semua yang diakuinya benar maka sikap Angga dapat dianggap sebagai sikap tidak serius. Daripada datang ke Makassar lebih baik Bunga memutuskan hubungan dengan Angga. Masih banyak kok stok laki-laki lain yang lebih serius.

Mentong itu satu perempuan. Saya bilang jangan ke Makassar tetap saja ke Makassar. Jammiki uruski, nanti saya yang suruki pulang” ucap Angga ketika saya berkesempatan berbicara dengannya.
(Benar-benar keterlaluan perempuan satu ini. Saya bilang jangan ke Makassar tetap saja ke Makassar. Tidak usah mengurusinya, biar saya yang menyuruhnya pulang) 

Makanya jangko  suka kasi harapan palsu ke perempuan. Malah janji mau dikawini segala……” timpalku
(Makanya kamu jangan suka ngasih harapan palsu ke perempuan. Malah janji mau dikawini segala..)

Saya tidak pernah janji. Dia yang mendesak terus. Saya sudah bilang kalau mau kawin cari laki-laki lain saja karena saya belum mau kawin. Ini malah bikin kacau di Makassar….” Jelas Angga terdengar kesal.

Alhamdulillah, saya berkesempatan berbicara empat mata dengan Bunga. Ia pun menjelaskan semuanya. Saya pun menjelaskan semuanya, baik itu tanggapan keluarga besar Angga maupun dari sisi agama tentang bagaimana seharusnya seorang perempuan itu menjaga muruahnya, harga dirinya.

Entah karena penjelasanku atau karena desakan Angga, Bunga pun kembali ke kampung halamannya. Semua lega. Apalagi beberapa hari kemudian Bunga mengirim surat dan menjelaskan bahwa hubungannya dengan Angga telah berakhir. Bahkan kabar terakhir yang kudengar, Bunga telah menikah di tanah kelahirannya. Alhamdulillah…

Meski semua senang peristiwa ini berakhir happy ending, ada satu orang yang bersedih dengan kepulangan Bunga. Dialah adik bungsu Angga. Katanya….
Kodong, tidak adami yang bersihkan rumah dan masak. Selama Bunga di sini rajin sekaliki…..”
(Duh, tidak ada lagi yang bersihkan rumah dan masak. Selama Bunga di sini dia sangat rajin)

Hahaha, dasar cewek malas.


Noted......
Maaf ya kalau sebagian menggunakan bahasa daerah, efek kangen kampung nih.....

  • Share:

You Might Also Like

0 Comments

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging