Jiwa
entrepreneur anak sudah dapat diasah sejak dini. Salah satunya dengan mengajak
anak berjualan di sekolah. Hm, anak berjualan di sekolah? Apa bukannya nanti
malah mengganggu proses belajar mengajar? Lagian kasihan teman-temannya yang
lain. Bukannya fokus ke pelajaran malah sibuk mikirin jualan teman sekelasnya.
Tenang
saja…. Hal itu sudah dipikirkan oleh para tenaga pendidik yang insya Allah
mempunyai dedikasi yang tinggi untuk memajukan anak didiknya. Dan….jadilah pada
hari Sabtu tanggal 7 November 2015 di lapangan upacara SDIT Wihdatul Ummah
digelar acara BAZAAR yang dirangkaikan dengan acara penerimaan raport hasil UTS (Ujian Tengah
Semester) siswa.
Di
acara bazaar tersebut, para siswa yang ingin menguji dan mengasah jiwa
entrepreneur-nya dipersilahkan membawa dan menawarkan barang dagangan. Barang
dagangan boleh berupa penganan maupun aneka kreasi para siswa. That’s a
great idea.
Jauh-jauh
hari sebelum bazaar tersebut digelar, para siswa sudah ditawarkan kira-kira
akan menjual apa saja di hari tersebut. Maka satu persatu siswa
didata sesuai dengan barang dagangan apa yang akan mereka jual nantinya.
Tentu
saja kegiatan ini disambut sangat antusias oleh para siswa. Termasuk anakku,
Nusaibah yang duduk di kelas IV B. Berulang kali ia menanyakan padaku kira-kira
jualan apa yang akan ia jual nantinya. Kebetulan wali kelasnya meminta mereka
berjualan aneka penganan .
“Donat
mo…” jawabku cepat. Eh, jangan berpikir aku jago bikin donat ya. Kebetulan ibu
di rumah tiap hari jualan donat dan beberapa kue lainnya. Aku pikir ini jalan
yang paling simple, hehehe. Jadi tinggal ambil di ibu dan dijual deh.
“Adami
temanku yang mau jual donat” tukas Nunu, panggilan akrab Nusaibah cepat.
“Panada,
dadar, lapis, songkolo” aku kembali menyebut nama-nama kue yang diproduksi ibu.
Namun
Nunu menggeleng, “Tidak mauka jual kue itu…”
“Lalu
apa dong?” aku ikutan bingung. Terus terang aku tidak pandai membuat kue.
Selalu saja kuenya tidak sukses setiap kali aku mencoba membuat kue. Ada-ada saja
yang kurang meski pakai resep sekalipun. Mungkin memang aku tidak ditakdirkan menjadi
seorang penjual kue…
“Hm..bagaimana
kalau bolu kukus dan risoles?” kucoba menawarkan jenis kue lainnya.
“Ummi
mau bikin bolu kukus?” tanya Nunu dengan bola mata bersinar. Ia tahu neneknya
tidak menjual bolu kukus.
“He
he, bolu kukusnya beli di warung, kalau risolesnya beli di nenek aja” jawabku.
Tak
kusangka Nunu menyambut dengan antusias. “Oke bolu kukus dan risoles. Besok
mauka daftar di Ustadzah Fitri”
Dan
ketika hari h nya tiba maka Nunu sangat bersemangat menyambut harinya. Usai
menyiapkan semuanya, Nunu pun diantar ke sekolah. Nunu harus datang lebih awal
meski hari ini tak ada pelajaran karena ia harus ikut menata jualannya. Tentu
saja Nunu dan kawan-kawannya akan dibantu para ustadzah nantinya. Aku pun
berjanji akan datang sekitar pukul 9 meski acara resmi penerimaan raport
dimulai pukul 10 pagi.
Qadarallah,
aku baru bisa datang ke sekolah sekitar jam 10 an. Suasana di sekitar sekolah
sudah sangat ramai. Ketika sedang menuju ke tempat bazaar, aku sempat melihat
salah seorang siswa laki-laki sedang membawa wadah berisi pudding. Puding
tersebut ditawarkan pada siapa saja yang berada di sekitar sekolah.
“Sebuah
cara yang cerdas. Menjemput pembeli bukan hanya menunggu pembeli datang”
batinku tersenyum.
Dan
ketika aku tiba di meja pajangan kelas IV B, aku tak menemukan anak-anak di
sana. Yang ada hanya dua orang ustadzah dengan sejumlah penganan di atas meja. Ada
nasi kuning, pisang nugget, pudding, dan
coklat.
Ketika
kutanya anak-anak di mana, mereka menjelaskan kalau anak-anak mulai bosan
berjualan dan satu persatu “hilang” entah ke mana. Duh, namanya juga anak-anak.
“Ummi,
habiski risolesku. Tinggal bolu kukus” entah dari mana, Nunu telah berada di
sampingku. Gadis kecil itu kemudian menyodorkan kresek berisi bolu kukus dan
nampan kecil.
“Alhamdulillah.
Tapi bolu kukusnya kenapa tidak dipajang, ayo dipajang lagi siapa tahu masih
bisa laku” aku pun bergerak menata kembali bolu kukus yang tersisa itu di atas
nampan.
“Deh,
capekma jaga” protes Nunu
“Simpan
mi di situ, nanti kami jagakan” tukas salah seorang ustadzah yang menjaga stand
IV B.
Aku
pun mengucap terima kasih sebelum beranjak ke lantai dua, tempat anakku
menerima raport. Tapi sebelumnya, aku dan Nunu serta adiknya Khaulah shopping
di acara bazaar tersebut.
Ketika
akan naik, salah seorang anak perempuan menghampiri dan menawariku jualannya.
“Beli miki kodong Ustadzah, tinggal inimi…”
Tak
tega rasanya melihat mata beningnya. Aku pun mengeluarkan uang 5 ribu sebagaimana
harga 3 buah donat bertopping coklat dan keju yang ditata dalam plastic mika.
“Terima
kasih, Ustadzah..” ucapnya senang. Ia pun segera berlari. Dan ekor mataku
menangkap ia menyerahkan uang tersebut pada salah seorang anak laki-laki. Hm, rupanya
gadis kecil itu berinisiatif membantu temannya berjualan. Dari raut wajah anak
laki-laki itu terlihat kalau ia sangat berterima kasih dengan bantuan gadis
kecil tersebut. Gadis kecil itu pun terlihat bahagia telah bisa membantu
temannya. Masya Allah.
Alhamdulillah,
acara bazaar berjalan dengan lancar. Para guru, orang tua serta anak-anak
terlihat sangat senang dengan suasana sekolah yang berbeda dari biasanya.
Semoga acara seperti ini dapat diadakan kembali dan tentu saja dengan perbaikan
di sana sini.
Terima
kasih para ustad dan ustadzah karena telah memberi kesempatan anak-anak kami
belajar dengan cara yang berbeda dan tentu saja menyenangkan. Di tunggu event
bazaar berikutnya.
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging