Dilema Melatih Kemandirian Anak

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Sabtu, Mei 18, 2013

Paragraf pertama harus berisi tulisan sebagai berikut: Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keenam. 

Kejahatan pada anak saat ini memang semakin marak terjadi. Tak peduli anak laki-laki ataupun perempuan, semuanya rentan menjadi korban. Sang penjahat itu seakan tak punya hati dalam memilih korbannya. Anak-anak yang lugu dan lucu itu justru tak menggugah rasa perikemanusiaannya.

Sebagai orang tua yang mempunyai anak di bawah umur tentunya hal ini menjadi kecemasan tersendiri. terlebih ketika anak-anak itu berada di luar pengawasan dan jangkauan kita sebagai orang tua.

Hal itu pula yang kurasakan. Dengan memiliki lima orang anak, serasa hati dan pikiran ini tak bisa tenang manakala mereka tak terlihat oleh pandangan mata. Rasanya kalau bisa, anak-anak itu tidak usah kemana-mana. Di sini saja, selama 24 jam berada di dekat ibu dan bapaknya. 

Namun tentu saja hal itu sulit untuk dilakukan. Mengingat anak juga tidak bisa selamanya berada di dekat orang tua mereka. Anak-anak harus sekolah, bermain, berinteraksi dengan dunia luar dan sebagainya. Dan itu tak bisa dilakukan di samping orang tua mereka.

Sebagai contoh anakku yang paling sulung, setiap hari ke sekolah menggunakan transportasi bas umum. Itupun ia harus berjalan kaki terlebih dahulu sekitar 600 meter untuk sampai ke halte bis. Sementara jalanan antara tempat tinggal kami ke halte bis tersebut  cukup sunyi dan jarang dilalui kendaraan maupun orang yang lewat di siang hari (anakku masuk siang ).


Maka disinilah dilema itu terjadi. Di satu sisi saya  ingin mengajarkan anak untuk mandiri dengan tidak mengantar jemputnya ke sekolah.  Apalagi dia seorang anak lelaki yang besar harapanku di kemudian hari nanti ia menjelma menjadi lelaki tangguh dan tidak cengeng. Biarlah ia terlatih untuk bersusah payah menjemput ilmu agar nantinya ia menjadi anak yang pandai menghargai ilmu tersebut.

Namun di sisi yang lain saya juga khawatir ia kenapa-kenapa bila tidak diantar jemput. Apalagi beberapa hari ini marak diberitakan penculikan pada anak terjadi di Malaysia. Pikiran pun menjadi tak tenang karenanya.

Meski demikian   saya tetap  harus memilih salah satunya. Saya pun memilih jalan tengah. Melatih anak sulungku mengejar bas umum setiap hari sembari menitipkan nasihat setiap saat. "Nak, jangan lewat di jalanan yang sepi (terkadang anakku memotong jalan melewati perumahan yang sepi agar cepat sampai di halter bis). Nak, jangan mudah menerima kebaikan orang yang tidak dikenal. kalau ditawari macam-macam tolak saja dengan sopan. kalau tidak mempan teriaklah sekencang-kencangnya untuk menarik perhatian orang banyak. Dan banyak lagi..."

Hal ini kuterapkan juga pada kedua anakku yang  telah bersekolah. Meski untuk berangkat ke sekolah mereka berbeda dengan kakaknya.  Anakku yang nomor dua ke sekolah diantar jemput van langganan (kami belum membolehkannya naik bas). Sementara anakku yang nomor tiga, karena dia perempuan maka wajib diantar jemput abahnya.
Satu hal yang paling penting ialah tak lupa saya senantiasa berdoa agar anak-anakku tak luput dari penjagaan-Nya. Semoga anak-anak kita terlindungi dari kejahatan itu. Aamiin.

  • Share:

You Might Also Like

0 Comments

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging