Pengalaman Mencari Raudhah Saat Umroh Ramadhan 1443/2022
Alhamdulillah, Ramadhan tahun 2022 yang lalu, saya dan suami berkesempatan menunaikan ibadah umroh. Bersama dengan Travel Umroh Wahdah Makassar, kami berangkat pada 17 April 2022 dan kembali ke tanah air pada 7 Mei 2022.
Meski sudah berlalu beberapa bulan, rasanya tetap saja seperti baru kemarin kami memenuhi undangan-Nya. Saat menuliskan kembali sepenggal kisah saat di sana, mata ini tak henti-hentinya berkaca-kaca. Rasa rindu untuk kembali lagi ke sana bergelora di dalam dada. Semoga ini pertanda kami akan kembali ke sana. Aamiin.
Tentu saja, selama melaksanakan umroh, banyak the
unforgettable moments alias momen-momen tak terlupakan yang terjadi di
sana. Salah satunya adalah pengalaman saat saya berupaya mencari Raudhah.
Apa yang kamu rasakan ketika telah berada di Kota Nabi
dan berada di Masjid Nabi, tetapi tak bisa berkunjung ke Raudhah? Raudhah
merupakan area yang berada di bagian dalam Masjid Nabawi yang terletak di
antara rumah dan mimbar yang beliau gunakan untuk berdakwah. Saat ini, tempat tersebut menjadi makam beliau bersama dengan 2 sahabat mulia, yakni Abu Bakar Ash
Shiddiq dan Umar bin Khattab radhiallahu anhuma.
Baca Juga: Inilah 10 Waktu Terkabulnya Doa
Memang, saat pandemi, Raudhah termasuk bagian yang
ditutup dan sangat dibatasi untuk dikunjungi. Namun, setelah pelan-pelan berlalunya pandemi, Raudhah mulai dibuka
meski setiap yang diperbolehkan masuk haruslah memiliki tasrih atau surat izin
masuk.
Qadarallah, meski sudah memiliki tasrih, saya
tetap tidak berkesempatan masuk ke Raudhah. Karena di jadwal berkunjungku
bertepatan dengan jadwal city tour travel, saya pun harus merelakan
kesempatan emas itu melayang begitu saja.
Sebenarnya, bisa saja saya nekad memilih Raudhah dan meninggalkan city tour. Namun, karena saya biangnya nyasar, saya tidak berani ke Raudhah seorang diri. Soalnya, saya senantiasa diwanti-wanti Mama agar jangan jalan sendiri karena takutnya nyasar. Mana saya tidak tahu di mana letak Raudhah.
Saat itu informasi untuk masuk ke Raudah sangat simpang siur. Jadinya, wajar saja jika pihak travel bingung karena ternyata info untuk memasuki Raudhah senantiasa berubah-ubah. Kadang sudah dijadwalkan jam sekian eh ternyata pada jam tersebut Raudah tidak dibuka dan justru terbuka di waktu yang lain. Pandemi memang membuat banyak perubahan di mana-mana.
Tasrih yang berisi jadwal kunjunganku |
Nah, tepat di hari terakhir berada di Kota
Madinah, saat sebagian besar jemaah berburu oleh-oleh di Toko Bos Ali (saya
tidak ikut karena low budget, hehehe), saya dan suami
berencana untuk jalan-jalan berdua. Pacaran gitu, loh soalnya kita
jarang-jarang bisa berduaan. Hehehe.
Saat berada di selasaran
hotel, tiba-tiba salah seorang jemaah mengabarkan kalau saat ini pintu Raudhah
terbuka untuk perempuan.
"Betulkanki?'
tanyaku kembali meyakinkan.
"Iye, ini dari
sanaka, tapi untuk perempuan saja."
Tentu saja, ini adalah
kesempatan yang ditunggu-tunggu. Saya pun memaksa suami untuk mengantarku ke
sana. Meski suami juga tidak tahu jalan ke sana, suami tetap membawaku. Kami
pikir nanti bisa bertanya-tanya kepada siapa saja di sana.
Kubah Hijau |
Mencari jalan menuju Raudhah |
"Dari Indonesia, Bu?" suamiku bertanya
kepada salah seorang jemaah anggota travel lain. Meski di negeri orang, tidak sulit untuk mengenali saudara sebangsa dan setanah air, hehehe.
" Iya, kami mau ke
Raudhah." jawab ibu tersebut ramah.
Suami pun segera
menyuruhku bergabung dengan mereka karena tepat di depan kami sudah termasuk
area wanita sehingga suami tidak boleh sampai ke sana.
"Saya boleh ikut
rombongannya, Bu?" tanyaku setelah berada dekatnya.
"Silakan, tapi kami
juga belum yakin apa bisa ke Raudhah." jawab ibu tersebut.
Saat akan bergabung
dengan rombongan jemaah tersebut, tiba-tiba suamiku menarikku keluar dari
barisan. Tentu saja, saya terkejut. Duh, ada apa lagi, nih?
Suamiku segera
memberitahuku kalau saat itu ada seorang ibu tua yang sedang mengamatiku. Saat
tahu saya ingin ke Raudhah, beliau pun menawarkan bantuannya lewat suami karena
kebetulan beliau juga mau ke sana. Saat menengok jemaah yang tadi, rupanya mereka sudah jauh meninggalkan saya. Ya udah, saya dengan ibu ini aja. (Maaf, saya lupa namanya)
Berdua, kami pun berjalan menuju salah satu pintu yang kata ibu itu adalah pintu menuju Raudhah. Si ibu bercerita kalau ia sudah 4 kali berumroh di bulan Ramadhan. Jadi, sudah hafal jalan menuju Raudhah.
Sementara itu, suami hanya bisa memandang dari kejauhan sembari terus
mengingatkan agar saya menghubungi jika sudah selesai untuk dijemput.
Berjalan menuju Raudhah |
Kami pun berkenalan. Masya Allah, ternyata kami dari rombongan travel yang sama. Maklum, jumlah kami yang mencapai 169 orang membuat saya agak kesulitan mengenal teman-teman sesama jemaah. Jumlah kami yang cukup banyak itu kemudian dibagi menjadi 4 kelompok, bahkan tempat menginap pun dibagi menjadi 3 tempat.
Saat itu kami sama-sama tidak memakai atribut travel (padahal udah diwanti-wanti pihak travel agar senantiasa mengalungkan name tag agar mudah dikenali kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan). Eh, saya sih membawa tas selempang travel, tetapi gak kelihatan karena tertutup jilbabku yang lebar.
Pintu 25 |
Singkat cerita, kami pun tiba di pintu 25. Di sana sudah banyak jemaah perempuan yang menunggu di depan pintu. Sementara di seberang sana, juga banyak jemaah perempuan lainnya yang menunggu pintu terbuka. Mereka memilih bernaung di tempat yang teduh meski agak jauh dari pintu masuk karena tepat di depan pintu sudah penuh dengan orang dan juga cuaca agak panas.
"Hei, bukannya itu pintu gerbang 338?"
saya berseru dalam hati usai melihat angka 338 yang tertera di salah satu
gerbang.
Pintu 338 adalah meeting
point, tempat para jemaah yang tadi pagi shopping ke
Boss Ali. Masya Allah, ternyata pintu menuju Raudah berada tepat di depan pintu
gerbang 338.
Tiba-tiba saya teringat
dengan Fulanah, teman sekamarku yang juga sangat ingin ke Raudah. Sebenarnya,
kami tadi bertemu di depan lift. Dia dan suaminya baru pulang shopping di
Boss Ali, sementara saya dan suami akan ke Raudhah. Saat itu saya mengajaknya,
tetapi dia menolak. Rupanya, saat itu dia baru saja mendapat haid sehingga
tidak bisa ke Raudah.
Pintu menuju Raudhah (katanya) |
Setelah tiba di depan pintu, saya dan ibu itu
kemudian mencari posisi yang ternyaman dan teraman. Awalnya, saya mendapat
tempat yang berada tepat di depan pintu. Saat itu saya merasa beruntung karena
jika pintu terbuka, saya bisa segera masuk.
Namun, saya kemudian
berpikir. Bukannya justru posisi saya termasuk berbahaya? Jika pintu terbuka,
orang-orang akan menyerbu masuk. Dengan jumlah sebanyak itu, ditambah dengan
badan mereka yang besar-besar maka bisa jadi saya malah akan tergencet, bahkan
mungkin terinjak-injak. Wah, bahaya, nih.
Saya berada tepat di belakang barisan ini |
Saya pun pindah mengikuti si ibu yang sudah mendapat tempat yang aman. Saya sedang berdiri, tiba-tiba seorang ibu Mesir menyuruhku duduk dan melarangku berdiri. Si ibu kelihatan agak kesal, entah kepada siapa dan karena apa.
Sebenarnya sih, saya juga mau duduk. Namun,
duduk di mana?
"No space to sitting, Madam ..." Refleks kalimat itu terucap. Maklum, gak bisa Arabic. Huhuhu.
No space to sitting |
Entah si Madam Mesir ngomong apa lagi mendengar ucapanku. Yang jelas saya gak ngerti, tetapi wajahnya terlihat kurang ramah. Huhuhu.
Setelah beberapa menunggu, tiba-tiba ada arahan kalau
justru pintu sebelah yang terbuka. Seketika kami semua berdiri dan meninggalkan
pintu 25 menuju pintu 29.
Bergegas Menuju Pintu Sebelah |
Setelah berada di dalam masjid, saya pun segera mengerjakan shalat
sunat Tahiyatul Masjid sebanyak dua rakaat. Setelah itu, kami duduk menunggu.
Yah, meski telah berada di dalam masjid, ternyata Raudah belum dibuka. Kami pun
hanya bisa mengintip lewat celah-celah pembatas.
Menunggu dibukanya Raudhah |
Hasil intip dari celah pembatas |
Saat itu ada seorang ibu yang berdoa dalam bahasa
Arab dengan suara yang sangat kencang. Si ibu berdoa sembari menangis
terisak-isak sehingga membuat suasana menjadi haru. Tak sedikit, yang juga ikut
mendadak sendu.
Ya, di sini kami umatmu
wahai Nabi Mulia, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Kami umatmu
yang sangat mencintai dan sangat merindukanmu, wahai manusia terbaik di
dunia.
"Katanya, hari ini
tidak ada ziarah," beritahu si ibu usai bertanya kepada salah seorang
cleaning service yang rupanya orang Indonesia juga.
Sebagian jemaah yang menunggu dibukanya Raudhah |
"Raudhah masih ke dalam lagi. Entah mengapa
tidak dibuka hari ini, padahal banyak yang sudah menunggu sejak jam 2 pagi
tadi. Saya sudah di sini sejak subuh tadi." beritahu seorang ibu yang
merupakan teman satu travel. Rupanya, kami ada 4 orang yang berasal dari jemaah
yang sama di dalam.
Saya masih mau menunggu
meski kabar tidak ada ziarah sudah tersebar. Namun, sms dari suami menyuruhku
segera kembali karena jemaah akan segera ke Makkah siang ini. Alhamdulillah,
saya sudah packing dan koper juga sudah siap diangkut yang saya letakkan di
depan kamar, sebagaimana instruksi dari travel.
Saya pun mengajak
ketiganya pulang. Namun, mereka masih ingin berada lebih lama di sini. Saya pun
berniat pulang sendiri usai memastikan jalan mana saja yang harus saya lalui agar
bisa kembali ke hotel tanpa nyasar.
"Gpp, saya antarki
pulang. Kebetulan, saya belum packing." tiba-tiba si ibu berubah
pikiran.
Kami pun berjalan berdua menyusuri pelataran Masjidil
Haram yang sangat luas. Saat itu beliau menunjukkan sesuatu yang selama ini
saya cari. Beliau memberitahukan bahwa Raudah berada bawah menara dan kubah
yang berwarna hijau. Tentu saja, sangat mudah menemukannya karena menara dan
kubah lainnya berwarna putih. Masya Allah.
Kubah dan Menara Hijau |
Oh ya, satu hal yang membuat saya penasaran adalah lantai Masjid Nabawi yang katanya mampu meredam panas sehingga hawa panas tak terasa. Nah, ini saatnya untuk membuktikan hal tersebut. Sepanjang jalan menyusuri pelataran Nabawi yang pagi itu sudah lumayan terik, saya hanya mengenakan kaus kaki.
Masya Allah, lantai yang terkena sinar mahatari langsung tersebut memang tidak terasa panas. Bahkan, adem yang terasa. Malah, kakiku baru terasa panas justru saat menginjak karpet yang belum sempat digulung usai digunakan untuk shalat Subuh tadi.
Alhamdulillah, kami tiba di hotel dengan selamat meski lumayan ngos-ngosan juga.
Di lobi, sudah menunggu suami yang sejak tadi mengirim SMS karena khawatir
istrinya hilang, hehehe.
Ternyata, masih banyak
waktu untuk packing-packing. Saya dan si ibu pun berpamitan karena kami harus
kembali ke kamar masing-masing.
Qadarallah, rencana untuk
berangkat ke Makkah rupanya molor dari pukul 12 siang menjadi pukul 8 malam.
Otomatis, jadwal umroh juga berubah. Tadinya, kami direncanakan berangkat siang
agar tiba di Makkah malam hari sehingga bisa mengerjakan ritual umroh dalam
keadaan telah berbuka puasa. Nyatanya, kami berangkat malam sehingga nantinya
akan mengerjakan umroh pada pagi hari dan dalam keadaan berpuasa.
Hotel Tempat Kami Menginap di Madinah |
Yah, begitulah, manusia memang hanya bisa membuat
rencana dan hanya Allah Ta'ala yang menentukannya.
Alhamdulillah, ibadah
umroh sudah dilaksanakan. Semoga Allah Ta'ala menerima amal ibadah kita dan
menjadikan kita semua hamba-hamba-Nya yang saleh/salihah. Aamiin Ya Rabbal
'Alamin.
*
14 Comments
Masya Allah ikut deg2an bacanya mudah2an nanti bisa ibadah di raudhoh lagi ya kak. Aku juga pengen banget naik haji plus dan umroh plus eropa sama keluarga, bismillah berdoa dan berusaha saja sebaik mungkin, klo rezeki nggak akan kemana-mana ya kan
BalasHapusmasyaallah tabarakallah semoga suatu hari segera saya dapat mengunjungi rumah Allah yang mulia dan indah ini dan diberikan kemudahan serta kelancaran, aamiin. Nyes banget kak bacanya
BalasHapusMasyaAllah, meski Raudhah tidak terbuka saat itu tapi sudah ada rasa haru dan bahagia sudah berjuang dan berada di tempat indah itu ya Bun, semoga suatu hari nanti bisa kesana juga, Aamiin.
BalasHapusYa allah, aku pengen banget loh bisa umroh mba, baca blogmu jadi tambah kepengen sampai ke baiytullah, pasti seru banget ya.
BalasHapusMasyaAllah tabarakallah... ikut penasaran jadinya, hehe... Semoga next time bisa dipanggil menjadi tamu Allah lagi dan dapat beribadah di Raudhah ya, Bun Hae...
BalasHapusMasyaallah tabarakallah, pengalaman yang berkesan tentunya ya... Mudah-mudahan saya dan keluarga berkesempatan merasakan ibadah di Raudhah.. Aamiin Yaa Robb
BalasHapusMasyaAllah tabarakallah, semoga nantu suatu saat aku dan suami beserta keluarga juga diberikan rejeki untuk bertandang ke tanah Suci.. aamiin
BalasHapusSemangattt Bun Haee.. Semoga bisa ke sana lagi merasakan sensasi salat di Raudhah ya, Aamiin. Benar-benar pecah tangisku waktu berdoa di sana. Semoga Allah ijabah semua doa kita. Aamiin.
BalasHapusMasyaa Allah.. Saya kalau membaca dan mendengar cerita, kisah saudara, teman yg berhaji maupun umroh pasri sangat terharu.. Kapan saya bisa menginjakkan kaki ke Tanah Suci.. Bismillah, semoga Allah mudahkan kami sekeluarga menyusul ke Makkah.. Aamiin..
BalasHapusmasyaallah, tabarakallah, doakan saya um, bisa segera menyusul memenuhi panggilan-Nya.
BalasHapusAlhamdulillah ya mbak diberi kesempatan untuk umroh. Dan selain ibadah, kita juga bisa menambah teman baru selama perjalanan umroh. Semoga bisa nular ke saya untuk bisa umroh. Aamiin
BalasHapusMasyaallah, seneng sekali ya Mba bisa Umrah ama keluarga. Semoga saya juga dikasih kesempatan buat ke Tanah Suci. Wah beneran berarti ya kalau lantai di sana mampu meredam panas. Saya juga penasaran ama patung tiang Masjid yang bisa dibuka tutup
BalasHapusAku sholawatin dalam hati mudah-mudahan bisa ke sana juga bersama keluarga, aminnn
BalasHapusMasyaAllah barakallah Mbak, huhu. Selalu terharu dengan kisah teman-teman yang ke sana. Semoga Allah izinkan dan memanggil kami sekeluarga untuk bisa ke Baitullah
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging