Sejak kembali dari Makassar, bulan November lalu, kami disibukkan dengan urusan AIR yang entah mengapa mendadak rewel tanpa ampun. Tiba-tiba saja, air mengucur deras dari pipa air yang berada di atas plafon kamar mandi. Air tersebut baru bisa dihentikan ketika kami memutar keran air di kamar mandi. Terpaksa, kami harus terus memutar keran air tersebut demi mencegah keluarnya air dari pipa di plafon yang apabila dibiarkan bisa membuat asbes plafon rusak.
Bukan hanya itu, ternyata pipa dan keran air yang berada di depan rumah juga rusak. Akibatnya, air terus mengalir, baik yang telah melewati meteran air maupun yang tidak. Kalau yang tidak melewati meteran tentu saja tidak merugikan kami, tapi yang telah melewati meteran tentunya akan terhitung sebagai pemakaian kami.
Tentu saja, kondisi ini membuat banyak debit air yang terbuang percuma. Sebenarnya, bisa saja kami menghentikan pemborosan air tersebut. Namun, akibatnya air tidak akan mengalir ke dalam rumah. Kalau kayak begini, tentu saja kami sendiri yang kewalahan.
Ya udah, untuk sementara kami "membiarkan" kondisi ini. Namun, alangkah terkejutnya kami ketika tagihan air mampir di kotak surat depan rumah. Untuk semua kecuekan kami tersebut, tertera tagihan sebesar RM 90.
Subhanallah, ini besar sekali. Bayangkan saja, selama ini tagihan air kami tak pernah lebih dari RM 15 per bulan. Itu artinya, lebih banyak dan sangat banyak air yang terbuang percuma. Setelah itu barulah suami bersungguh-sungguh mencari tukang yang bisa memperbaiki kondisi tersebut. Tentu saja, bukan urusan mudah mencari tukang di negeri orang.
Sambil menunggu tukang, kami membeli dua ember besar guna menampung air sehingga kami bisa menutup pusat keran air yang ada di depan rumah dan membukanya kembali jika persediaan air habis.
Alhamdulillah, akhirnya nemu juga tukangnya. Dari hasil survey-nya, katanya ada kebocoran pipa yang ada di atas plafon. Dia pun segera menutup kebocoran tersebut. Sayangnya, dia tidak bisa menangani masalah yang ada di pusat keran air. Masalah pun hanya terselesaikan separuh saja.
Qadarallah, dua hari kemudian saya menemukan genangan air yang berada di depan kamar mandi. Mulanya, saya pikir itu ulah anak-anak yang keluar dari kamar mandi tanpa mengelap kakinya terlebih dahulu. Sambil mengomel, saya pun membersihkan genangan air tersebut.
"Ummi... kenapa itu basah?" tiba-tiba Hilyah menunjuk ke plafon.
Saya segera mendongak. Benar saja, di plafon sudah terlihat beberapa jejak basah yang serupa dengan peta (entah peta negara mana). Seketika saya tersadar kalau itu berasal dari pipa air yang ada di atas. Saya pun segera mengambil baskom untuk menadah air yang bocor tersebut.
Sore harinya, saat suami pulang kerja, dia juga terkejut melihat kondisi tersebut. Sayangnya, tukang yang tempo hari memperbaikinya baru bisa datang dua hari lagi karena sedang berada di kampung. Ya sudah, jadilah selama itu kami harus mengumpulkan baskom untuk menadah air yang titik bocornya semakin banyak.
Lucu juga melihatnya karena seakan-akan rumah kami bocor karena kebetulan di luar juga sedang hujan. Baskom berbagai warna dan ukuran berjejer di depan kami, membentuk formasi yang enggak jelas, hehehe.
Akhrinya, tibalah kembali tukang yang tempo hari. Dia pun kembali memperbaiki kerusakan yang terjadi di atas sana. Katanya, karena pipanya sudah tua, jadinya dia hanya bisa menutup celah yang bersifat sementara karena sebenarnya pipa tersebut sudah harus diganti.
Alhamdulillah, satu masalah sudah teratasi. Tagihan air yang datang kemudian juga sudah berkurang, menjadi RM 60. Tentu saja, ini masih terlalu banyak dan melebih standar pembayaran kami biasanya.
Suami juga sudah melaporkan kerusakan pipa ke perusahaan air. Sayangnya, saat mereka datang, saya dan anak-anak yang berada di dalam rumah tidak menyadarinya. Hal itu baru disadari suami ketika ia melihat kalau sudah tidak ada air yang muncrat dan pipa air juga terlihat baru.
Namun, sayangnya lagi, petugas tersebut hanya memperbaiki pipa yang berkenaan dengan perusahannya saja. Untuk sambungan pipa yang telah melewati meteran air dibiarkan begitu saja. Mungkin, karena tidak termasuk dalam job description-nya kali.
Kalau sudah begini.... kami gak tahu mau bagaimana lagi. Sebenarnya, suami sudah mencoba beberapa kali mengatasi hal ini tapi semuanya gagal. Maklum, bukan ahlinya, hehehe.
Hingga suatu hari datanglah tukang potong rumput menawarkan jasanya kepada suamu yang kebetulan sedang berada di halaman. Suami pun mempersilakannya memotong rumput yang ada di halaman samping. Sebenarnya, saya menolak hal tersebut karena rumput kami tidak selebat dulu lagi karena sudah beberapa kali saya dan anak-anak membersihkannya.
Namun, suami bilang tidak apa-apa. Anggaplah ini sedekah, apalagi kemudian mesin pemotong rumput milik tukang tersebut beberapa kali harus berhenti karena rusak sehingga pakcik tersebut juga harus beberapa kali meminta maaf. Tentu saja, saya jadi jatuh kasihan melihatnya. Tak apalah mengeluarkan duit RM 30 demi memberikan kebahagiaan untuk orang lain.
Usai memotong rumput, pakcik tersebut melihat suami yang sedang mengutak atik keran air. Setelah mengetahui apa yang terjadi, Pakcik tersebut memberikan solusi yang ternyata sangat mudah murah. Katanya keran air tersebut tidak perlu dibuka atau diganti untuk mencegah air yang terus menerus keluar. Cukup lilitkan lem pipa di ujung keran dan ujung pipa. Air pun akan berhenti mengalir.
Suami pun bergegas mengikuti saran tersebut. Alhamdulillah, sejak saat itu masalah AIR di rumah kami pun terselesaikan dengan sempurna. Tak ada lagi air yang terpaksa dibiarkan mengalir sehingga kemubasiran terjadi terus-menerus. Semoga setelah ini tagihan air kami juga kembali normal di kisaran RM 10-15 saja. Aamiin.
2 Comments
yes betul lem pipa memang penyelamat :D
BalasHapusIya, sayangnya kami telat tahu, hikz..
HapusTerima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging