Bantimurung Gallang, Pesona Air terjun di Pedalaman Malino, Gowa, Sulawesi Selatan

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Minggu, Oktober 18, 2020


Indonesia memang terkenal dengan beragam objek wisata yang indah dan memesona. Setiap daerah memiliki keindahannya tersendiri. Pesonanya membuat kita ketagihan untuk datang dan kembali lagi ke tempat indah tersebut.

Salah satu wilayah di tanah air yang kaya dengan pesona alamnya adalah Provinsi Sulawesi Selatan. Tentu saja, saya tidak akan membahas semua pesona alam yang ada di tanah kelahiranku tersebut dalam satu kesempatan. Bisa-bisa gempor tangan ini menuliskan semua keindahan tersebut, hehehe.

Alhamdulillah, kali ini saya dan keluarga berkesempatan mengunjungi salah satu objek wisata yang ada di Kabupaten Gowa, salah satu kabupaten di Provinsi Sul-Sel. Satu di antara pesona alam Gowa adalah air terjun Bantimurung Gallang (terkadang disebut juga Bantimurunna Gallang). Saat itu kami sekeluarga berangkat bersama keluarga mertua dan ipar. Jumlah rombongan kami sebanyak 17 orang yang terbagi dalam dua mobil.

Ups, jangan salah, wisata Bantimurung Gallang ini merupakan tempat yang berbeda dengan objek wisata Bantimurung yang sudah terlebih dahulu terkenal. Bantimurung sendiri berada di Kabupaten Maros, sekitar 50 km dari Kota Makassar. Sementera Bantimurung Gallang berjarak sekitar 105 km dari kota Makassar atau sekitar 30 km dari Malino. Jadi, jangan sampai salah, ya, teman-teman.


Air terjun Bantimurung Gallang ini tepatnya berada di pedalaman Desa Pao, Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa. Desa ini merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan dua kabupaten lainnya, yakni Sinjai dan Bone. Air terjun ini berada tepat di bawah kaki Gunung Buhung Langit yang dalam bahasa setempat artinya puncak langit. 

Untuk mencapai tempat ini dibutuhkan waktu sekitar 3-4 jam dengan menggunakan kendaraan (mobil).  Akses menuju tempat cukup nyaman karena jalanan mulus beraspal.  Hanya saja dibutuhkan kehati-hatian mengingat kita harus melewati jalan menuju Malino (Malino ini ibarat Puncak bagi warga Jakarta dan sekitarnya) yang lumayan berkelok-kelok, kadang terjal dan menanjak sehingga membuat isi perut ikut terguncang. Bagi yang sering mabuk darat, sebaiknya membawa pengaman sekiranya di tengah perjalanan sesuatu dari perut mendesak untuk dikeluarkan. (muntah, red).  

Meski demikian, semua keriweuhan tersebut dibayar dengan keindahan alam yang dapat disaksikan sepanjang perjalanan saat kendaraan telah memasuki wilayah Malino. Hamparan tanah perkebunan, bunga-bunga yang indah, serta pemandangan langit yang memesona membuat semuanya terbayar sudah. 

Sayangnya, kenyamanan berkendara berubah ketika kami tiba di dekat lokasi air terjun. Jalan menuju lokasi tersebut masih berupa bebatuan sehingga saya agak khawatir ketika mobil merambati jalanan tersebut. Oh ya, untuk masuk ke lokasi, kami dikenakan tarif Rp5000/orang dewasa (anak di bawah 7 tahun free). Kalau mau free juga bisa, kok. Hanya saja, harus berjalan kaki dari jalan poros menuju lokasi air terjun yang sebenarnya tidak begitu jauh. Tapi, kami memilih bayar. Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih kepada para penjaga tempat ini yang telah merawat karunia alam di daerah mereka.




Setelah melalui jalanan berbatu sekitar 500 meter, kami dibuat terkesima dengan pemandangan yang kini ada di hadapan kami. Masya Allah, air terjun setinggi sekitar 8 meter dengan deretan tebing dibalut belukar yang di sekelilingnya tampak gagah menebarkan pesonanya. Percikan air yang mengenai kami membuatku sejenak mengira hujan gerimis. 








Tak sabar, kami pun turun menuju kolam besar yang menampung tumpahan air terjun tersebut. Saya harus berseru berkali-kali agar anak-anak berhati-hati karena bebatuan lumayan licin dan terjal. Pesona alam memang membuat hati siapapun bakal langsung kepincut dan jatuh cinta. 





Segera saja, saya cekrak-cekrek mengabadikan keindahan alam di antara sejuknya hawa pegunungan  tersebut. Tiba di tepi kolam, beberapa di antara kami tak tahan untuk tidak mencelupkan kakinya menikmati sejuknya air kolam air terjun tersebut.

Saat kami tiba, sudah ada terlebih dahulu beberapa anak muda yang juga asyik mengambil gambar di tempat tersebut. Sayangnya,  saya sempat kesal saat menemukan bekas botol minuman yang dibuang begitu saja di tempat tersebut. Kebiasaan buruk inilah yang banyak merusak keindahan dan kebersihan objek-objek wisata yang ada. Terbayang, bila tempat ini semakin banyak diketahui dan didatangi pengunjung, bisa jadi kebersihannya menjadi taruhan. Huh, sedihnya. 

Saat mengambil gambar dari bawah, pandanganku tertarik dengan banyaknya gazebo yang ada di atas sana. Mungkin, gazebo tersebut diperuntukkan bagi wisatawan yang ingin berlama-lama di tempat ini. Hm, sepertinya kami harus datang lebih pagi ke tempat ini agar bisa berlama-lama dan mencoba menyewa gazebo tersebut.





Oh ya, selain keindahan alamnya, ternyata kecamatan Tombolo Pao ini juga terkenal sebagai sentra sayur mayur. Tak heran, di sepanjang jalan kami dapat melihat area perkebunan sayur serta beberapa kali berpapasan dengan kendaraan yang mengangkut sayur mayur tersebut. 

Terus terang, selama ini saya hanya mengenal Malino dengan objek wisata kebun stroberi, Air Terjun Takapala, Malino Highland, serta hutan pinusnya. Ternyata, Malino juga menyimpan pesona lain yang belum banyak diketahui orang. Bahkan, bukan tidak mungkin masih banyak keindahan lainnya yang tersembunyi dan belum banyak diketahui orang.

Kalau sudah begini, rasanya gak perlu jauh-jauh keluar negeri untuk bisa menikmati pesona keindahan alam. Cukup mengeksplor tanah air, sederet surga dunia siap memanjakan netra dan memberikan pengalaman yang tiada tara.  

Indonesia, termasuk Makassar dan sekitarnya BISA TONJI jadi ANDALANGA. 



  • Share:

You Might Also Like

2 Comments

  1. Di dalam negeri banyak tempat-tempat indah untuk dijelajahi. Sedihnya kalo lihat sampah-sampah di tempat wisata. Harus ditumbuhkan sikap cinta terhadap negeri sendiri.

    BalasHapus
  2. Pemandangannya keren gila! Sumpah!

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging