SEPENGGAL KENANGAN TENTANG KAKEK (PUANG)

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Kamis, Oktober 25, 2012




Beliau adalah salah seorang ulama Nadlatul Ulama Sulawesi Selatan yang cukup dikenal. Sepak terjangnya di medan dakwah sejak muda usia membuatku senantiasa terkagum dan tak pernah bosan untuk terus mendengarkan kisah yang sama yang dilantunkan oleh nenek kepadaku. 

Sejak kecil aku memang sangat dekat dengan nenek. Bahkan, aku pernah berpikir kalau aku anak paling beruntung sedunia karena mempunyai dua ibu. Setelah agak besar barulah aku menyadari kalau yang selama ini kupanggil dengan sebutan ”Mama Aji” sebetulnya adalah nenekku, ibu dari ibuku.


Aku tak pernah lupa, usai mendengarkan cerita Mama Aji maka  di kepala mungilku akan terbayang bagaimana Puang di waktu muda membawa keluarga kecilnya berhijrah dari tanah kelahiran Mama Aji, tempat tinggal mereka selama ini. Kubayangkan bagaimana kakek, nenek serta keempat anak mereka yang masih kecil-kecil itu kemudian bersembunyi dan mencari cara agar lolos bisa dari kejaran.

Keselamatan Puang sedang terancam. Puang yang dipanggil “Tuan Guru” dengan semangat mudanya memang seorang aktivis dakwah yang senantiasa menyiarkan agama Islam di tanah yang mayoritas dihuni oleh nonmuslim. Tak heran bila kemudian  para kuffar itu  menginginkan nyawanya untuk menghentikan penyebaran agama mulia ini. 

Alhamdulillah, berkat pertolongan Allah Azza wa Jalla dengan dibantu oleh sesama jama’ah. Puang berhasil menyelamatkan diri. Keluarga kecil itu tak membawa apa-apa selain hanya pakaian yang melekat di badan. Seluruh harta warisan Mama Aji yang melimpah tak satu pun dibawa. Seluruh harta itu ditinggal, salah satunya dengan tujuan agar perhatian kaum kuffar itu sedikit teralihkan sehingga Puang sekeluarga dapat sedikit lebih leluasa meneruskan pelariannya.

Dalam pelarian itu, salah seorang anak mereka masih sangat mungil. Anak keempat itu masih bayi. Tak salah bila kemudian  bayi mungil itu diberi nama Hajrah, yang berasal dari kata hijrah, yang berarti perpindahan.

Mulailah Puang sekeluarga memulai hidup baru dari nol. Mama Aji yang terbiasa hidup dalam gelimangan harta harus merasakan pahitnya hidup. Alhamdulillah, semua kesusahan itu berhasil dilewati. Tahun-tahun suram itu telah pergi.  Kini, keluarga Puang dapat menjalani hidup lebih tenang dan kakek juga tetap bergelut di dunia dakwah.

Selama ini aku memang sering berada di rumah Puang. Jarak rumah kami yang tidak terlalu jauh memudahkanku untuk bolak-balik. Aku tahu kakek paling suka membaca. Beliau sanggup membaca hingga larut malam. Terkadang beliau sampai tertidur di kursi dan ketika tersadar kembali melanjutkan aktivitas membacanya. Selain itu beliau juga rutin shalat malam. Usai shalat malam, kembali lanjut membaca.

Selain itu Puang juga sangat disiplin. Beliau mempunyai buku agenda tempatnya mencatat semua kegiatannya. Buku itu sangat dijaganya dan kami dilarang untuk menyentuhnya. Meski terkadang karena penasaran aku suka mengintip apa saja yang menjadi agenda Puang.






“Aku ingin mati di atas kendaraan yang membawaku berdakwah” kata-kata itu senantiasa terngiang di telingaku. 

Kata-kata itu diucapkan ketika kami protes dengan kekerasan hatinya. Bayangkan di usia yang menginjak delapan puluhan, beliau masih berkeliling dari satu majelis ke majelis, dari satu masjid ke masjid. Beliau seorang diri membawa vespa maupun mobil tuanya. 

Dari cerita yang dituturkan adikku, sebelum beliau sakit dan hanya bisa terbaring di tempat tidur, beliau masih suka bepergian seorang diri. Meski saat kembali, beliau selalu diantar oleh orang yang tidak dikenal. 

“Pak Kiai gak tahu jalan pulang” demikian jawaban orang-orang yang mengantar Puang pulang. Mereka mengenal Puang berkat seringnya kakek mengisi taklim di mana-mana.

Untungnya Puang masih mengingat alamat rumah sehingga orang-orang dapat menghantarkan beliau kembali.

Kini, Puang telah tiada. Pada hari Rabu, tanggal 24 Oktober 2012, Puang mengembuskan napasnya yang terakhir di Rumah Sakit Islam Faishal Makassar. 

Selamat jalan Puang-ku tercinta, Puang-ku tersayang, KH Abdullah Salim. Semoga amal ibadah selama di dunia ini diterima di sisi-Nya. Semoga Allah mengampunkan dosa-dosa Puang dan memberi tempat yang layak untuk Puang.

Di sini, di tempat yang jauh aku hanya bisa berdo’a dan mengenang semua kenangan indah bersamamu. Satu harapanku, semoga kami bisa mewarisi semangat Puang yang tak pernah lelah berjuang di jalan Allah.   

Aamiin Ya Rabbal A'lamin.


  • Share:

You Might Also Like

0 Comments

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging