Saya
paling suka bila Tante Mawar berkunjung ke rumah kami. Adik mamaku yang bekerja
di Pengadilan Agama tersebut selalu mempunyai hal-hal baru yang siap di-share
dan dijadikan pengalaman hidup.
Seperti
kali ini, beliau bercerita tentang retaknya sebuah bahtera rumah tangga hanya karena
‘urusan sepele’. Mengapa ‘urusan sepele’ pakai tanda kutip? Karena mungkin saja urusan ini sepele orang lain namun bagi pasangan ini menjadi
urusan yang tidak sepele.
Semua
gara-gara kartu ATM. Kok? Iya, kartu Anjungan
Tunai Mandiri alias Automatic Teller Machine....
Jadi
ceritanya begini.....
Tersebutlah
kisah perkawinan sebut saja namanya Adi dan Ani. Keduanya adalah pasangan suami
istri yang kini dikarunia seorang anak berumur sekitar dua tahun. Sehari-hari Adi bekerja sebagai seorang PNS
sementara Ani adalah ibu rumah tangga.
Dalam
menjalankan roda pernikahannya, Adi memegang prinsip terkait kartu ATM yang
telah disebutkan di awal tulisan. Bagi Adi, kartu ATM yang notabene berisi
penghasilannya setiap bulan wajib dipegang olehnya. Adapun untuk kebutuhan
istri dan anaknya, Adi memberikan sesuai kebutuhan keluarga.
Di
lain pihak Ani merasa kalau keputusan Adi itu tidak tepat. Ani menginginkan,
bahwa sebagai seorang istri, ia yang harus memegang kartu ATM suaminya yang
notabene berarti Ani yang mengendalikan keuangan keluarga. Ani yang harus tahu berapa penghasilan yang masuk dan berapa
pengeluaran yang harus dikeluarkan beserta pos-posnya masing-masing.
Dari
sinilah permasalahan itu bermula. Keduanya mulai cekcok. Bahkan, kini berujung
pada keputusan Ani untuk meminta berpisah.
“Saya
tidak tahu ada apa dengan Ani. Perasaan kami selama ini baik-baik saja. Oke,
kalau Ani ingin pisah tapi bagaimana dengan anak kami. Anak kami masih kecil,
belum dua tahun. Saya tidak mau terjadi apa-apa dengan anak kami......” dengan
berurai air mata Adi bercerita pada tante Mawar.
Meski telah berulang kali berurusan dengan hal seperti ini, namun Tante Mawar shock juga melihat di hadapannya seorang laki-laki menangis berurai air mata.
"Ani juga sudah berulang kali dinasehati keluarganya. Ani diminta tidak terlalu banyak menuntut. Suami yang baik dan mapan seperti Adi boleh dibilang telah sempurna menjadi suami di zaman seperti ini. Sekali Ani melepaskannya, maka akan ada seribu Ani lain yang bersedia menggantikan posisinya....." Tante Mawar melanjutkan ceritanya.
Bukannya menurut, Ani tetap bersikukuh dengan keputusannya. Hingga kemudian, kini, keadaan menjadi terbalik. Adi telah siap memenuhi keinginan Ani justru di saat Ani telah berubah pikiran. Ani ingin tetap mempertahankan rumah tangganya sementara Adi justru ingin mereka berpisah.
Sampai di sini kisah keduanya. Belum ada keputusan final, apakah biduk rumah tangga Adi dan Ani akan terus berlayar atau justru karam di tengah jalan.
Apapun itu, semoga keduanya mendapat jalan yang terbaik. Dan
bagiku yang mendengarnya semoga dapat mengambil banyak-banyak pelajaran. Bahwa
ternyata, hal kecil dapat menjadi pemicu keretakan sebuah rumah tangga.
Tiba-tiba saya teringat akan sebuah hadits,
"Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di
atas air kemudian dia mengirimkan pasukannya. Maka yang paling kepadanya ialah
yang paling besar fitnahnya. Lalu datanglah salah seorang pasukannya melapor,
“aku telah melakukan ini dan itu.” Iblis menjawab, “kamu belum berbuat
apa-apa.” Lalu datanglah pasukan lain melapor, “aku tidak membiarkannya hingga
aku menceraikan dia dan istrinya”. Iblis pun mendekat kepada pasukan itu dan
memujinya, “bagus”. (HR. Muslim)
Semoga saja, iblis yang mendapatkan pujian tertinggi dari raja iblis tersebut tidak berhasil mengutak atik rumah tangga kita. Semoga rumah tangga kita berkekalan, dunia dan akhirat.
Aamiin.
0 Comments
Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging