Senin, Juni 29, 2020

Sepenggal Kisah Hafalan Tholhah


Alhamdulillah, tanggal 16 Juni 2020 kemarin, putra keduaku menyelesaikan hafalan Al Qur'an 30 juz-nya setelah mondok di Pesantren SMAS Tahfidzul Quran Imam Asy-Syatibi Wahdah Islamiyah Gowa Sulawesi Selatan sejak tahun 2017. Ini juga berarti Tholhah menyelesaikan target menghafal sebagaimana yang ditetapkan oleh pondok bagi seluruh santri didiknya.

Rasanya bahagia sekali, ketika salah seorang pengurus yayasan tempat Tholhah menuntut ilmu memberitahukan kami dan membuat status khusus tentang keberhasilan anak kami menyelesaikan hafalannya. 

Terus terang, ada rasa tak percaya melihat keberhasilannya. Bukan apa-apa, selama ini Tholhah agak lemah dalam urusan menghafal, bahkan beberapa kali mengeluh karena susahnya menyimpan apa-apa yang telah dihafalnya ke dalam memori ingatannya.

"Mungkin,banyak sekali dosaku ini, Ummi sehingga hafalan susah sekali tinggal. Mohon doata selalu" keluhnya.

Tentu saja, doa senantiasa kupanjatkan untuk anak-anakku, termasuk Tholhah. Doa agar mereka senantiasa dijaga dan dijauhkan dari marabahaya di mana pun berada, doa agar mereka senantiasa diberi kesehatan, doa agar mereka senantiasa dijaga fitrahnya dan dijauhkan dari teman-teman yang bisa membawa dampak buruk, doa agar kelak mereka menjadi para pejuang di medan dakwah dan senantiasa berbuat untuk kebaikan agama ini, dan banyak lagi doa-doa yang kulangitkan untuk mereka. 


Selama di pesantren, Tholhah pun semakin rajin berpuasa, bahkan merutinkan puasa Daud meski saya sempat melarangnya karena tubuhnya semakin kurus. Saya khawatir dia jatuh sakit karena sebelumnya Tholhah termasuk anak yang suka sekali makan. Maklum, namanya juga mamak-mamak.  


Alhamdulillah, sejak mondok, si anak manja itu berubah menjadi lebih dewasa dan penuh pengertian. Ini bukan hanya dari penglihatanku, tetapi mamaku juga berkata demikian. Sebagai orang tua, tentu senang sekali dengan perubahan tersebut.

Kisah tentang mondoknya itu sempat saya tuliskan di buku antologi "Sepenggal Kisah Anak Mondok di Pesantren". Buku setebal 186 halaman dengan ukuran 14x20 cm tersebut diterbitkan oleh CV Elfa Mediatama, Cikarang Baru, Jawa Barat dan terbit perdana di bulan Juli 2019. Buku dengan tampilan warna hijau tosca  tersebut saya tulis bersama teman-teman dari Joeragan Artikel yang berisi 22 kisah inspiratif para penulis yang anaknya mondok di pesantren. 

Dalam buku ini, saya menuliskan kisah Tholhah dengan judul, "Kuberharap, Tetap Bersama Kalian Hingga ke Jannah". Masya Allah, judulnya adalah harapanku dan saya yakin harapan semua orang agar kelak di jannah nanti kita bisa kembali berkumpul bersama keluarga kita selama di dunia. Aamiin.


Antologi Sepenggal Kisah Anak Mondok
  
Demikianlah, dengan tertatih-tatih Tholhah merangkai dan mengumpulkan hafalannya. Hingga kemudian wabah COVID-19 menyerang bumi dan membuat para santri tidak bisa kembali ke pondok masing-masing usai liburan. Hal yang sama berlaku di pesantren Tholhah. Semua pembelajaran terpaksa dilakukan secara online, hanya bertatap muka lewat gawai di rumah masing-masing.

Qadarallah, selama masa pandemi, keempat anak kami harus tinggal bersama kakek dan neneknya, sementara saya, suami, dan si bungsu berada di Malaysia. Kami tak bisa ke Makassar karena negeri tetangga tersebut telah memberlakukan "lockdown" sejak 18 Maret 2020 sehingga kami tidak bisa meninggalkan negara tersebut.

Kembali ke Tholhah, kami pun pesimis dia bisa menyelesaikan hafalannya di masa pendemi sekaligus di masa-masa akhir sekolahnya. Bukan apa-apa, tanpa pengawasan di Makassar (kakek dan neneknya tak bisa diharapkan mengawas karena mereka juga sudah tua dan sakit-sakitan), kami khawatir jiwa gamer-nya tumbuh kembali. 

Baca Juga: Padamu Anakku

Ohya, sebelum mondok, anak ini memang pecinta game banget. Kami beberapa kali harus menegurnya karena hobinya tersebut. Tentu saja, saat mondok, hobi itu tidak tersalurkan. Namun, saat kembali ke rumah dan penggunaan ponsel sepenuhnya berada di tangannya, wajar rasanya kekhawatiran kami tersebut.

"Kamu main game lagi, ya? Duh, Nak, jangan sibuk dengan game terus dong. Ingat hafalannya harus tetap dijaga. Kalau perlu ditambah, apalagi tersisa 2 juz yang belum dihafal..." kurang lebih seperti ini ocehanku dan suami setiap kali kami menghubungi Tholhah.

"Iye... kutambahji hafalanku. Insya Allah, kudapatji 30 juz sebelum tamat." balas Tholhah yang meski demikian tidak juga membuat kami yakin.

Namun, semua kekhawatiran kami hilang dan berganti dengan kebahagiaan tak terkira ketika ketua yayasan pondok memberi ucapan selamat kepada suami. Selamat atas keberhasilan Tholhah menyelesaikan hafalan Al Quran 30 juz-nya. 

Ucapan selamat ini seolah melengkapi kebahagiaan kami karena sebelumnya kami juga mendapat kabar kalau Tholhah berhasil lulus di Sekolah Tinggi Ilmu Islam dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar. Alhamdulillah.

Sujud syukur kami lakukan atas nikmat yang Allah berikan kepada kami. Satu harapan kami, semoga Tholhah bisa mempertahankan hafalannya dan senantiasa dalam ketaatan kepada-Nya. Aamiin ya Rabbal A'lamin.

*

Senin, Juni 15, 2020

Tetaplah Bahagia di Masa Pandemi Ini Dengan Melakukan Hal-Hal Berikut




Tetaplah bahagia di masa pandemi meski saat ini dunia tengah dilanda nestapa yang berkepanjangan bukanlah hal yang mustahil. Wabah pandemik COVID-19 telah membuat banyak nyawa berjatuhan, menimbulkan kesedihan di mana-mana, membuat ketakutan melanda penduduk bumi, serta banyaknya  perekonomian negara yang berjatuhan.

Sebagai umat yang beragama, kita tentu percaya bahwa semua yang terjadi adalah karena kehendak-Nya. Tidaklah ada satu kejadian, bahkan jatuhnya sehelai daun kering di muka bumi yang tidak diketahui dan atas kehendak-Nya.  Begitupun dengan wabah virus COVID-19 ini.

Oleh karena itu, sudah selayaknya kita tidak takut berlebihan, tetapi juga bukan berarti kemudian abai karenanya. Wabah ini, mau tidak mau, harus dihadapi. Tentu saja, dengan senantiasa mendengarkan petunjuk para ahli di bidangnya masing-masing.

Stay at Home

Wabah ini telah membuat satu perubahan besar bagi penduduk bumi. Ketika mewabah, cara terbaik untuk menghadapi virus ini adalah tetap di rumah saja. Dengan tetap dan lebih banyak berada di rumah, risiko terjangkit virus ini juga akan semakin kecil. Diharapkan dengan cara ini, orang-orang yang berisiko terkena virus ini jumlahnya bisa ditekan seminimal mungkin.


Tentu saja, kita tak pernah membayangkan sebelumnya kalau kehidupan mengharuskan kita berada dalam situasi seperti ini. Mereka yang memiliki karier di luar sana dipaksa untuk bekerja dari rumah, para pelajar dan mahasiswa yang belajar di luar sana dipaksa untuk belajar dari rumah, bahkan para ibu yang biasa berbelanja di luar sana juga dipaksa berbelanja dari rumah. Ya, semuanya dilakukan dari rumah.


Namun, manusia adalah makhluk yang paling pandai beradaptasi, termasuk dalam menghadapi situasi yang tidak menentu ini. Nah, agar kita tetap bahagia di masa pandemi, yuk lakukan beberapa hal berikut ini.

1. Positif  Thinking


Dengan senantiasa mengedepankan pikiran yang positif, sebesar apa pun masalah yang ada di depan mata semuanya akan dapat dilalui dengan baik. Begitu juga dengan wabah ini. Kita percaya bahwa semua yang terjadi adalah kehendak-Nya dan pasti itulah yang terbaik untuk semua.

Boleh jadi, kita berpikir bahwa wabah ini telah menyengsarakan penduduk bumi. Namun, tahukah kita bahwa sejak wabah ini merebak, bumi justru pelan-pelan kembali kepada wujudnya yang asli. Lihatlah, polusi udara berkurang sehingga kualitas udara menjadi lebih baik atau lihatlah air laut dan sungai menjadi lebih jernih. Ibaratnya, saat ini bumi tengah berada dalam masa menyembuhkan dirinya sendiri usai terus menerus dilukai oleh penduduk bumi.

2. Mengeksplor Hobi



Saat terpaksa harus berada lebih banyak di rumah, bukan berarti waktu rebahan menjadi bertambah, lho... (ingatkan banyak meme-meme yang beredar menyoal rebahan ini...). Banyak hal yang bisa dilakukan di rumah, salah satunya dengan menekuni hobi kita masing-masing.

Yuk, buat yang hobi masak silakan dicoba beragam jenis masakan baru yang banyak berseliweran di media sosial. Ini juga berlaku buat yang mau belajar masak karena tutorial step by step-nya sebuah jenis masakan disajikan dengan detail dan terperinci. Pokoknya, asal ikut langkah-langkah tersebut, dijamin akan berhasil. (Ini juga yang menjadi penyebab seringnya saya gagal masak karena malas mengikuti tutorial secara mendetail.)


Buat yang hobi nulis kayak saya, inilah waktunya untuk lebih banyak lagi mengolah kata menjadi artikel atau buku. Pelampiasan hobi ini bisa disalurkan di berbagai media, mulai dari bikin status di akun media sosial, mengisi blog pribadi, hingga  mengirimkan tulisan ke media online atau penerbit



Buat yang hobi menanam, ayo segera manfaatkan keahlian tangan-tangan kalian menanam benih hingga menjadi aneka pepohonan, buah-buahan, atau sayur-sayuran. Pasti, rasanya senang sekali melihat tanaman itu tumbuh memenuhi halaman rumah kita.

Dan... masih banyak lagi jenis hobi yang bisa dikembangkan di masa pandemi ini. Kalau kalian, hobinya apa?

3. Semakin Akrab dengan Keluarga



Berkumpul bersama setiap saat di rumah aja tentunya akan membuat hubungan kekeluargaan menjadi lebih erat dan dekat. Untuk sementara, tak ada lagi aktivitas di luar sana yang menyita waktu seperti hari-hari biasa sebelumnya. Waktu akan lebih banyak dihabiskan di rumah dengan berkumpul bersama anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu, manfaatkanlah kebersamaan ini untuk mempererat hubungan antar sesama anggota keluarga agar semua bisa lebih saling menyayangi dan kompak selalu.

Banyak kegiatan yang bisa lakukan untuk itu. Ayah bisa mengajak anak laki-lakinya mengutak atik mesin otomotif, belajar pertukangan, atau memperbaiki bagian-bagian rumah yang membutuhkan perawatan. 

Ibu bisa mengajak anak-anak perempuannya belajar memasak di dapur. Bisa dengan bersama-sama mencoba menu baru, mengajarkan mereka memasak atau sekadar mengenalkan aneka tips seputar urusan masak-memasak di dapur.

4. Berbagi


Bersukurlah, bila di masa pandemi, kita tidak mengalami masa-masa sulit karena perekonomian keluarga tidak banyak terpengaruh oleh situasi terkini. Namun, kita tidak bisa menutup mata bahwa di luar sana banyak keluarga yang perekonomiannya jungkir balik bahkan mungkin jatuh hingga ke titik nadir.

Oleh karena itu, inilah saat yang paling tetap untuk berbagi dengan sesama. Namun, sebelum melangkah melihat lebih jauh, ada baiknya kita melongok ke sekeliling kita dulu. Lihatlah bagaimana kondisi kerabat atau  tetangga kita. Mereka adalah orang-orang pertama yang lebih berhak untuk dibantu. Jangan tunggu mereka meminta atau mengemis karena ada banyak orang yang tidak mau menempuh jalan itu meski sebenarnya mereka sedang membutuhkan uluran tangan. Untuk itu, cobalah lebih peka memandang sekeliling.

5. Perbanyak Waktu Beribadah



Waktu yang banyak dihabiskan di rumah membuat kita tidak mempunyai banyak pilihan. Maksudnya, kita tidak punya pilihan berjalan-jalan di mall, ngerumpi di tetangga, atau traveling ke tempat-tempat yang jauh. 

Daripada waktu sehari habis hanya untuk bengong, lebih baik kita mengisinya dengan memperbanyak beribadah. Kita bisa menambah waktu mengaji, mengerjakan shalat sunnah, ikut kajian online, dan masih banyak lagi.

Nah, selain waktu bisa terpakai dengan hal-hal yang berguna, kita juga bisa banjir pahala dari mengerjakan ibadah-ibadah tersebut. 

Demikianlah beberapa hal yang bisa dilakukan di saat ini agar  kita tetap bisa tetap bahagia di masa pandemi ini. Jangan lupa untuk terus berdoa dan memohon kepada-Nya agar wabah ini segara berakhir dan kita bisa kembali hidup dengan lebih baik dari  sebelumnya.

Aamiin. 

Minggu, Juni 07, 2020

Mengenang Kepergian Sahabat Terbaik Sepanjang Masa





Kejadian ini sebenarnya telah berlangsung sekitar 20 tahun yang lalu. Sudah lama memang, tetapi kejadian ini tidak saya lupakan begitu saja. Bahkan, setiap kali saya mengingatnya, seolah-olah kejadian ini baru saja terlewat dari pandangan. 

Siang itu, saya sedang menunggu kedatangan suami yang terlambat dari biasanya. Suamiku yang saat itu berprofesi sebagai dai memang sering kali bepergian ke berbagai tempat, apalagi jika ada jamaah yang mengundangnya untuk mengisi pengajian di tempat mereka.

Saat itu, kami tinggal di sebuah kota kecil di belahan selatan pulau Sulawesi. Saat itu, anak kami masih semata wayang dan baru berusia sekitar satu tahun. 

"Assalamu alaikum..." akhirnya kekasih yang kutunggu-tunggu datang juga. 

Pintu rumah yang tidak terkunci membuat suami bisa langsung masuk menemui saya yang saat itu tengah berada di sumur, mencuci pakaian kami. 

Waalaikumussalam. Dari mana aja, sih? ..." saya menjawab salam sekaligus melontarkan pertanyaan tanpa menghentikan kesibukanku mencuci pakaian. Terus terang, saat itu saya agak kesal karena suami terlambat pulang. Mana terlambatnya juga lumayan lama...

"Tolong, jangan tanya-tanya dulu ...."

Saat itulah suami berdiri tepat di hadapanku dan saya melihat jubah putih yang dikenakan suamiku penuh bercak darah. Saya sangat terkejut. Jangan-jangan terjadi sesuatu pada lelaki terkasih yang sedang kukesali ini. Perasaan bersalah kemudian mengepungku karena tadi bersikap tidak baik saat menyambut suami.

Ya Allah, ada apa ini?

"Mas Fulan kecelakaan. Sekarang, sekarat di rumah sakit." beritahu suamiku sambil bergegas mengganti pakaiannya dan memintaku merendamnya agar bercak darah bisa hilang.

Pemberitahuan itu benar-benar mengejutkanku. Bukankah tadi Mas Fulan dan suamiku pergi bersamaan dengan mengendarai motor. Mengapa tiba-tiba Mas Fulan bisa kecelakaan dan kini sekarat? Adapun kondisi suamiku baik-baik saja, tanpa ada lecet sedikit pun kecuali hanya bajunya yang kena bercak darah. Bagaimana kecelakaan itu terjadi dan mengapa hanya Mas Fulan yang sekarat?

Baca Juga: Pada Sebuah Bentor

Pertanyaan-pertanyaan itu terpaksa kusimpan dulu karena suami memintaku bergegas mengganti baju sekaligus mengganti pakaian Abdullah, sulung kami. Suami kemudian mengajak kami ke rumah sakit saat itu juga. Jarak antara rumah dan rumah sakit lumayan jauh sehingga kami harus segera bersiap.

Saat dalam perjalanan, barulah suami menceritakan apa yang telah terjadi. 

Siang itu, sesuai kesepakatan sebelumnya, Mas Fulan datang menjemput suami dan rencananya mereka akan ke kota untuk satu urusan. Ketika urusannya selesai, keduanya pun pulang. Saat menyusuri jalan poros yang siang itu tidak terlalu ramai, tiba-tiba sesuatu jatuh dan tepat menimpa Mas Fulan yang tengah membawa motor. 

Seketika Mas Fulan terjatuh, begitu juga dengan suami. Mas Fulan dan  motor tergeletak diam di jalan, sementara suamiku masih sempat menyelamatkan diri, lalu berdiri secepatnya.

Melihat Mas Fulan terjatuh, segera suamiku menghampirinya. Saat itulah, suami menyadari kalau Mas Fulan tidak sadarkan diri.  Secepat mungkin, suamiku segera  membawa Mas Fulan ke rumah sakit.

Sebenarnya, apa yang jatuh dan menimpa Mas Fulan? Sayangnya, saya tidak berani menyebutkannya karena khawatir melanggar pasal pencemaran nama baik. Yang pasti, pelaku itu telah berbuat sangat dzalim. Pihak mereka berusaha membantah keterangan suamiku yang menjadi saksi mata di kejadian tersebut akan penyebab kecelakaan. Tentu saja, saya dan pihak keluarga Mas Fulan lebih percaya pada keterangan suami, apalagi bukti-bukti yang ada memang mengarah ke sana.

Perbuatan pelaku telah melenyapkan satu nyawa, membuat seorang istri kehilangan suami, membuat anak-anak menjadi yatim, membuat seorang ibu kehilangan anak kesayangannya, membuat saudara-saudara kehilangan saudaranya, dan membuat kami kehilangan sahabat terbaik sepanjang masa.

Saat itu, pelaku bahkan lebih memilih menyelamatkan diri dengan berdusta daripada mengakui kesalahannya. Entah apa yang terjadi dengan pelaku saat itu dan kini. Yang jelas, perbuatannya harus dipertanggungjawabkannya kelak di akhirat nanti, kecuali ia segera menemui keluarga Mas Fulan, ahli warisnya untuk meminta maaf. Ya, Mas Fulan kemudian meninggal dunia beberapa saat kemudian di rumah sakit dan meninggalkan seorang istri dan dua anak perempuan yang masih kecil.

Preman Insyaf



Jika boleh diibaratkan, saya akan mengatakan kalau sosok Mas Fulan seolah-olah penggambaran akan sosok Amirul Mukminin, Umar bin Khattab Radhiallahu anhu. Setidaknya,  dalam perjalanan dakwah ahlu sunnah wal jamaah di kota kecil itu. 

Dalam Islam, Umar bin Khattab adalah sosok yang mampu membuat gentar musuh-musuhnya. Sejak keislamannya diikrarkan, kaum kafir Quraisy yang sebelum keislamannya senantiasa mengganggu kaum muslimin kemudian tidak lagi berani sebebas dulu. Kehadiran Umar bin Khattab dalam Islam ibarat tameng yang akan senantiasa melindungi saudara-saudara seakidahnya.

Mungkin, seperti itulah sosok Mas Fulan. Sebelum berhijrah, beliau adalah sosok  jagoan yang tidak takut pada apa pun dan siapa pun. Badannya yang besar dengan suara yang menggelegar mampu membuat gentar siapa saja yang berhubungan dengannya. Karenanya, tak banyak yang mau berurusan dan mencari masalah dengannya. Kalaupun harus berhubungan, mereka lebih memilih mengalah daripada babak belur.

Alhamdulillah, setelah hidayah menyapa, pelan-pelan beliau mengubah dirinya menjadi lebih baik. Tidak hanya mengubah dirinya, beliau juga getol mengajak teman-teman sesama "preman" kampung untuk ikut ngaji. Tidak hanya itu, Mas Fulan akan langsung pasang badan sekiranya ada yang berani mengusik majelis-majelis ilmu yang dihadirkan di kota kecil tersebut.

Para pengusik pun akan berpikir dua kali untuk berurusan dengan Mas Fulan. Alhamdulillah,  kehadiran Mas Fulan laksana bodyguard yang siap melindungi suamiku yang sejak setahun lalu ditugaskan di kota kecil itu. Tentu saja, bukan perkara mudah menjadi seorang dai di tengah-tengah masyarakat yang kesehariannya jauh dari mengamalkan nilai-nilai Islam.

Perubahan Mas Fulan, boleh jadi karena doa adik-adiknya. Meski setelah berhijrah, adik-adiknya justru mendapatkan banyak rintangan dari Mas Fulan, mereka tak pernah lelah mendoakan agar saudara laki-laki mereka dilembutkan hatinya. Alhamdulillah, doa-doa yang dilangitkan itu dikabulkan. Mas Fulan pun berubah 180 derajat. Masya Allah, sungguh, Allah Maha Membolak-balikkan hati manusia.

Kini, semua telah berlalu. Entah, apakah kejadian ini membawa trauma di hati keluarga Mas Fulan atau tidak. Yang jelas, beberapa hari yang lalu, salah seorang saudaranya menceritakan bahwa ternyata saat itu ibunya tidaklah langsung ridha melepaskan anak kesayangannya pergi begitu saja.

Hingga kemudian, salah seorang saudaranya yang lain bermimpi. Dalam mimpinya, Mas Fulan datang menemui saudaranya dalam keadaan kepala dibalut perban. Saat ditanya mengapa ia datang, padahal sudah meninggal, Mas Fulan pun mengatakan kalau ia datang karena masih ada di keluargannya yang belum ikhlas melepaskannya.

Semua tahu kalau itu adalah ibu Mas Fulan. Ketika diberitahukan akan mimpi ini, ibu Mas Fulan pun menangis dan mengatakan bahwa memang ia belum ikhlas melepaskan anak yang telah dikandungnya pergi begitu saja secara mendadak. Di usianya yang telah sepuh, seharusnya anaknya yang mengurus kematiannya bukan justru sebaliknya, ia yang harus menerima kenyataan anaknya berpulang terlebih dahulu.

Ibu Mas Fulan masih belum bisa menerima kenyataan tersebut. Kenyataan bahwa nyawa anaknya direnggut begitu saja, bahkan si perenggut nyawa itu kemudian menghilang begitu saja. Ia  tak juga menampakkan batang hidungnya sedikit pun, meski hanya sekadar untuk meminta maaf kepada keluarga yang ditinggal.

Keikhlasan Keluarga



Alhamdulillah, ibu Mas Fulan pun mau mengikhlaskan kepergian anaknya. Bagaimanapun, semua yang terjadi adalah kehendak Allah Subhanahu wa ta'ala. Apa pun itu, itulah yang terbaik bagi semuanya.

Meski berat, ada satu kesyukuran yang diungkapkan saudara Mas Fulan. Insya Allah, Mas Fulan pergi dalam keadaan terbaik. Mas Fulan pergi dalam keadaan telah bertobat dan menyesali semua perbuatannya terdahulu dan kini menjalani hari-harinya sebagai satu sosok yang baru. Selain itu, Mas Fulan pergi dalam keadaan tengah berdakwah di jalan Allah. 

Semoga kepergian Mas Fulan terhitung sebagai syahid fi sabilillah. 

Aamiin Ya Rabbal A'lamin.