Kejadian ini sebenarnya telah
berlangsung sekitar 20 tahun yang lalu. Sudah lama memang, tetapi kejadian ini
tidak saya lupakan begitu saja. Bahkan, setiap kali saya mengingatnya,
seolah-olah kejadian ini baru saja terlewat dari pandangan.
Siang itu, saya sedang
menunggu kedatangan suami yang terlambat dari biasanya. Suamiku yang saat itu
berprofesi sebagai dai memang sering kali bepergian ke berbagai tempat, apalagi
jika ada jamaah yang mengundangnya untuk mengisi pengajian di tempat mereka.
Saat itu, kami tinggal di
sebuah kota kecil di belahan selatan pulau Sulawesi. Saat itu, anak kami masih
semata wayang dan baru berusia sekitar satu tahun.
"Assalamu alaikum..."
akhirnya kekasih yang kutunggu-tunggu datang juga.
Pintu rumah yang tidak
terkunci membuat suami bisa langsung masuk menemui saya yang saat itu tengah
berada di sumur, mencuci pakaian kami.
" Waalaikumussalam. Dari mana aja, sih? ..." saya menjawab salam sekaligus melontarkan pertanyaan tanpa menghentikan kesibukanku mencuci pakaian. Terus terang, saat itu saya agak kesal karena suami terlambat pulang. Mana terlambatnya juga lumayan lama...
"Tolong, jangan
tanya-tanya dulu ...."
Saat itulah suami berdiri tepat di hadapanku dan saya melihat
jubah putih yang dikenakan suamiku penuh bercak darah. Saya sangat terkejut. Jangan-jangan terjadi sesuatu pada lelaki terkasih yang sedang kukesali ini. Perasaan bersalah
kemudian mengepungku karena tadi bersikap tidak baik saat menyambut suami.
Ya Allah, ada apa ini?
"Mas Fulan kecelakaan.
Sekarang, sekarat di rumah sakit." beritahu suamiku sambil bergegas
mengganti pakaiannya dan memintaku merendamnya agar bercak darah bisa hilang.
Pemberitahuan itu
benar-benar mengejutkanku. Bukankah tadi Mas Fulan dan suamiku pergi bersamaan
dengan mengendarai motor. Mengapa tiba-tiba Mas Fulan bisa kecelakaan dan kini sekarat? Adapun
kondisi suamiku baik-baik saja, tanpa ada lecet sedikit pun kecuali hanya
bajunya yang kena bercak darah. Bagaimana kecelakaan itu terjadi dan mengapa
hanya Mas Fulan yang sekarat?
Baca Juga: Pada Sebuah Bentor
Pertanyaan-pertanyaan itu
terpaksa kusimpan dulu karena suami memintaku bergegas mengganti baju sekaligus
mengganti pakaian Abdullah, sulung kami. Suami kemudian mengajak kami ke rumah
sakit saat itu juga. Jarak antara rumah dan rumah sakit lumayan jauh sehingga
kami harus segera bersiap.
Saat dalam perjalanan,
barulah suami menceritakan apa yang telah terjadi.
Siang itu, sesuai
kesepakatan sebelumnya, Mas Fulan datang menjemput suami dan rencananya mereka
akan ke kota untuk satu urusan. Ketika urusannya selesai, keduanya pun pulang.
Saat menyusuri jalan poros yang siang itu tidak terlalu ramai, tiba-tiba sesuatu
jatuh dan tepat menimpa Mas Fulan yang tengah membawa motor.
Seketika Mas Fulan
terjatuh, begitu juga dengan suami. Mas Fulan dan motor tergeletak diam
di jalan, sementara suamiku masih sempat menyelamatkan diri, lalu berdiri
secepatnya.
Melihat Mas Fulan terjatuh,
segera suamiku menghampirinya. Saat itulah, suami menyadari kalau Mas Fulan
tidak sadarkan diri. Secepat mungkin,
suamiku segera membawa Mas Fulan ke rumah sakit.
Sebenarnya, apa yang jatuh
dan menimpa Mas Fulan? Sayangnya, saya tidak berani menyebutkannya karena
khawatir melanggar pasal pencemaran nama baik. Yang pasti, pelaku itu telah berbuat sangat dzalim. Pihak mereka berusaha membantah keterangan suamiku yang menjadi saksi mata di kejadian tersebut akan penyebab kecelakaan. Tentu saja, saya dan pihak keluarga Mas Fulan lebih percaya pada keterangan suami, apalagi bukti-bukti yang ada memang mengarah ke sana.
Perbuatan pelaku telah
melenyapkan satu nyawa, membuat seorang istri kehilangan suami, membuat
anak-anak menjadi yatim, membuat seorang ibu kehilangan anak
kesayangannya, membuat saudara-saudara kehilangan saudaranya, dan membuat kami
kehilangan sahabat terbaik sepanjang masa.
Saat itu, pelaku bahkan
lebih memilih menyelamatkan diri dengan berdusta daripada mengakui
kesalahannya. Entah apa yang terjadi dengan pelaku saat itu dan kini. Yang jelas,
perbuatannya harus dipertanggungjawabkannya kelak di akhirat nanti, kecuali ia
segera menemui keluarga Mas Fulan, ahli warisnya untuk meminta maaf. Ya, Mas
Fulan kemudian meninggal dunia beberapa saat kemudian di rumah sakit dan
meninggalkan seorang istri dan dua anak perempuan yang masih kecil.
Preman Insyaf
Jika boleh diibaratkan, saya akan mengatakan kalau sosok Mas Fulan seolah-olah penggambaran akan sosok Amirul Mukminin, Umar bin Khattab Radhiallahu anhu. Setidaknya, dalam perjalanan dakwah ahlu sunnah wal jamaah di kota kecil itu.
Dalam Islam, Umar bin
Khattab adalah sosok yang mampu membuat gentar musuh-musuhnya. Sejak
keislamannya diikrarkan, kaum kafir Quraisy yang sebelum keislamannya
senantiasa mengganggu kaum muslimin kemudian tidak lagi berani sebebas dulu.
Kehadiran Umar bin Khattab dalam Islam ibarat tameng yang akan senantiasa
melindungi saudara-saudara seakidahnya.
Mungkin, seperti itulah
sosok Mas Fulan. Sebelum berhijrah, beliau adalah sosok jagoan yang tidak takut pada apa pun dan siapa
pun. Badannya yang besar dengan suara yang menggelegar mampu membuat gentar
siapa saja yang berhubungan dengannya. Karenanya, tak banyak yang mau berurusan
dan mencari masalah dengannya. Kalaupun harus berhubungan, mereka lebih memilih
mengalah daripada babak belur.
Alhamdulillah, setelah
hidayah menyapa, pelan-pelan beliau mengubah dirinya menjadi lebih baik. Tidak
hanya mengubah dirinya, beliau juga getol mengajak teman-teman sesama
"preman" kampung untuk ikut ngaji. Tidak hanya itu, Mas Fulan akan
langsung pasang badan sekiranya ada yang berani mengusik majelis-majelis ilmu
yang dihadirkan di kota kecil tersebut.
Para pengusik pun akan
berpikir dua kali untuk berurusan dengan Mas Fulan. Alhamdulillah,
kehadiran Mas Fulan laksana bodyguard yang siap melindungi
suamiku yang sejak setahun lalu ditugaskan di kota kecil itu. Tentu saja, bukan
perkara mudah menjadi seorang dai di tengah-tengah masyarakat yang
kesehariannya jauh dari mengamalkan nilai-nilai Islam.
Perubahan Mas Fulan, boleh
jadi karena doa adik-adiknya. Meski setelah berhijrah, adik-adiknya justru
mendapatkan banyak rintangan dari Mas Fulan, mereka tak pernah lelah mendoakan
agar saudara laki-laki mereka dilembutkan hatinya. Alhamdulillah, doa-doa yang
dilangitkan itu dikabulkan. Mas Fulan pun berubah 180 derajat. Masya Allah,
sungguh, Allah Maha Membolak-balikkan hati manusia.
Kini, semua telah berlalu.
Entah, apakah kejadian ini membawa trauma di hati keluarga Mas Fulan atau
tidak. Yang jelas, beberapa hari yang lalu, salah seorang saudaranya
menceritakan bahwa ternyata saat itu ibunya tidaklah langsung ridha melepaskan
anak kesayangannya pergi begitu saja.
Hingga kemudian, salah
seorang saudaranya yang lain bermimpi. Dalam mimpinya, Mas Fulan datang menemui saudaranya dalam keadaan kepala dibalut perban. Saat ditanya mengapa ia datang, padahal sudah meninggal,
Mas Fulan pun mengatakan kalau ia datang karena masih ada di keluargannya yang
belum ikhlas melepaskannya.
Semua tahu kalau itu adalah
ibu Mas Fulan. Ketika diberitahukan akan mimpi ini, ibu Mas Fulan pun menangis
dan mengatakan bahwa memang ia belum ikhlas melepaskan anak yang telah
dikandungnya pergi begitu saja secara mendadak. Di usianya yang telah sepuh, seharusnya anaknya yang mengurus kematiannya bukan justru sebaliknya, ia yang harus menerima kenyataan anaknya berpulang terlebih dahulu.
Ibu Mas Fulan masih belum bisa
menerima kenyataan tersebut. Kenyataan bahwa nyawa anaknya direnggut begitu
saja, bahkan si perenggut nyawa itu kemudian menghilang begitu saja. Ia tak juga menampakkan batang hidungnya sedikit
pun, meski hanya sekadar untuk meminta
maaf kepada keluarga yang ditinggal.
Keikhlasan Keluarga
Alhamdulillah, ibu Mas Fulan pun mau mengikhlaskan kepergian anaknya. Bagaimanapun, semua yang terjadi adalah kehendak Allah Subhanahu wa ta'ala. Apa pun itu, itulah yang terbaik bagi semuanya.
Meski berat, ada satu kesyukuran yang diungkapkan saudara Mas Fulan. Insya Allah, Mas Fulan pergi dalam keadaan terbaik. Mas Fulan pergi dalam keadaan telah bertobat dan menyesali semua perbuatannya terdahulu dan kini menjalani hari-harinya sebagai satu sosok yang baru. Selain itu, Mas Fulan pergi dalam keadaan tengah berdakwah di jalan Allah.
Semoga kepergian Mas Fulan terhitung sebagai syahid fi sabilillah.
Aamiin Ya Rabbal A'lamin.
Tulisan"nya sangat menginspirasi sekali.
BalasHapusaamiin aamiin
BalasHapusmari kita al fatihah bersama
Deep banget kak, turut berduka
BalasHapus