Terus terang, saya baru mendengar ada istilah kutukan
penulis. Selama ini saya tahunya cuma kutukan si ibu Malin Kundang yang tega
mengutuk anaknya menjadi batu. Gimana gak, masa anak sendiri dikutuk sih. Bukannya lebih baik anaknya didoakan biar dapat hidayah. (ih malah dibahas...)
![]() |
Batu Malin Kundang. (Sumber gambar di sini ) |
Kalau ngomong kutukan, saya jadi ingat zaman kuliah dulu. Ada salah
seorang sahabatku yang suka banget mengutuk.
Namanya Eni, anaknya asyik banget. Baik, supel, dan ringan tangan (Eni, ingat gak kamu suka ngebersihin kamarku yang berantakan). Kita menyebutnya Eni Metal karena dia
suka music metal sekaligus untuk membedakannya dengan Eni-Eni lainnya. Sekarang
si Eni udah jadi guru dan baru-baru ini dianugerahi tanda jasa pengabdian
selama 10 tahun. (ih, kok malah bahas Eni seeehhhh….)
Tapi jangan keburu parno duluan, kutukan si Eni gak bikin seram, asyik malah. Si
cantik ini kalau mengutuk kayak gitu, “Awas lu ya, ntar aku kutuk jadi Sharon
Stone….” (psst, ketahuan nih angkatan tahun berapa….). Mau dong dikutuk, hohoho
Oke, kembali ke mas topik, kutukan penulis. Katanya
kutukan penulis itu adalah kejadian atau peristiwa yang ditulis oleh sang
penulis yang kemudian kejadian tersebut menimpa dirinya. Jadi, kutukan ini gak
ada hubungannya sama sekali dengan kepercayaan apapun, meski namanya kutukan.
Yah, semacam istilah aja. Biar lebih seram, hahaha.
Bagaimana dengan pengalaman saya selama malang melintang
di dunia kepenulisan (cie…macam pendekar je…) Yah, jelek-jelek begini saya
sudah berkecimpung di dunia tulis menulis sejak kelas 5 SD lho meski nyatanya
nulisnya masih begini begini aja. Hahaha
Alhamdulillah, saya belum pernah dan jangan deh mengalami
kutukan penulis. Yang ada, kejadian yang tidak mengenakkan itu malah saya
jadikan sebuah cerita. Saya masih ingat salah satu cerpen saya yang dimuat di
Koran Pedoman Rakyat, judulnya SENYUM.
Behind the story cerpen itu adalah……suatu hari saya
membaca sebuah artikel tentang keutamaan senyum. Salah satunya menyebutkan
bahwa senyum itu dapat memperbanyak teman dan menambah rasa percaya diri. Dan..
saya pun mempraktikkannya. Saya kemudian menebarkan senyum pada hampir setiap
orang (bukan pada setiap orang, ntar dikira miring lagi). Mempermanis tampilan
wajahku dengan senyuman.
Apa yang ditulis dalam artikel itu ternyata benar.
Senyuman membuat orang-orang disekitarku menjadi lebih ramah, rasanya lebih
menyenangkan memang. Namun, satu hal yang tidak terduga terjadi. Itu lho,
bapak-bapak yang suka duduk di pojokan jalan kok mendadak lebay setiap kali
saya lewat di depan jalan itu. Padahal biasanya si bapak itu cuek aja kalau
saya lewat setiap pulang kuliah. Usut punya usut, tenyata gara-gara beberapa
hari yang lalu si bapak itu termasuk salah seorang yang saya hadiahi senyum.
Oalah…..
Sejak itu saya menghindari jalan itu. Saya memilih jalan
lorong meski saya harus sport jantung karena di salah satu rumah di lorong itu
memelihara anjing dan anjing itu suka sekali menggonggongi orang yang lewat.
Kalau sekadar digonggongi sih gak masalah. Tapi seandainya anjingnya lepas,
bagaimana? Huh, saya gak bisa membayangkan berlari dikejar-kejar anjing. Alhasil, saya tidak henti-hentinya komat kamit baca doa setiap kali melewati rumah itu. Alhamdulillah, si anjing tahu kalau saya orang baik. Buktinya gak dikejar, hihihi.
Masalah selesai. Dan dari peristiwa itu jadilah sebuah
cerpen. Tentu saja dengan alur cerita yang berbeda. Yang jelas idenya dari
senyum itu.
Begitupun dengan ide-ide ceritaku yang lain. Kebanyakan
peristiwanya sudah terjadi lalu saya tuangkan menjadi sebuah cerita. Jadi…..saya
bukan korban kutukan penulis kan?
Walah...gara disenyumin, si Bapak ge-er. Tapi memang sih dengan mengajak senyum, orang lain terus senyum juga. Menular kayaknya senyum. Tapi yaa was-was yah, ketemu model Bapak Ge-Er tadi. Sampai harus jalan lewat lorong...haha...
BalasHapusKalo ini namanya menulis berdasarkan based on true story Ya. Hehe... Tapi ya mba kalau kita bicara tulisan sebetulnya itu seperti sebuah energi. Makanya kita sebaiknya menulis yang baik2 aja, supaya energi baik (hal-hal baik) juga yang kita temui nantinya.
BalasHapuskutukan ide..itu hihihi. Keren memnag penulis itu ya, dari hal kecil aja bisa jadi ide cerita. Maka jangan sakiti penulis, dibikn jadi tokoh jelen baru tahu rasa hahaha
BalasHapusKutukan penulis? Hihi ... ada-ada saja istilahnya. Tp bener lo, kalo kita menulis yang baik-baik saja, dampaknya juga baik, lo ....
BalasHapusCie ciee. Diawali dengan senyuman nih ceritanya. Uhuk. Apapun bisa dijalani dg lancar kalau dilakukan dg bahagia ya Mbak. Termasuk nulis. Kalau di bawah deadline malahan kadang buntu. Hihihi sy si gitu
BalasHapusDuh jadi inget dulu pas nganterin makanan ke rumah temenku tiba-tiba yang keluar malah doggy segede gaban huaaaaa.... Auto ngibrit akunya hahahah...
BalasHapusSemoga sekarang kutukan penulis jadi bikin mba penulis terkenal yaa.. amin
Bukankah segala hal yang diucapkan merupakan doa? Mungkin itu kali yah sebabnya disebut kutukan penulis, menulis itu kan sama saja dnegan bertutur
BalasHapusHahahaha, kutukan penulis. Ada-ada saja ya? Seperti cerita di dunia dongeng. Baru dengar istilah itu. Saya ngga berani ngutuk orang ah, tapi saya do'akan semoga semua karya-karya mba' Haeriah laris maniss.
BalasHapusAamiin...
Jadi penasaran deh sama cerpennya mbak, boleh baca gak yang mana cerpennya.
BalasHapusSaya baru denger nih kutukan penulis, haha
Baru dengar ada istilah kutukan penulis. Kutukan kan identik dgm yg negatif2. Jadi mending benar nulis yg baik2 saja...
BalasHapus