Mengenang Kepergian Sahabat Terbaik Sepanjang Masa

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Minggu, Juni 07, 2020





Kejadian ini sebenarnya telah berlangsung sekitar 20 tahun yang lalu. Sudah lama memang, tetapi kejadian ini tidak saya lupakan begitu saja. Bahkan, setiap kali saya mengingatnya, seolah-olah kejadian ini baru saja terlewat dari pandangan. 

Siang itu, saya sedang menunggu kedatangan suami yang terlambat dari biasanya. Suamiku yang saat itu berprofesi sebagai dai memang sering kali bepergian ke berbagai tempat, apalagi jika ada jamaah yang mengundangnya untuk mengisi pengajian di tempat mereka.

Saat itu, kami tinggal di sebuah kota kecil di belahan selatan pulau Sulawesi. Saat itu, anak kami masih semata wayang dan baru berusia sekitar satu tahun. 

"Assalamu alaikum..." akhirnya kekasih yang kutunggu-tunggu datang juga. 

Pintu rumah yang tidak terkunci membuat suami bisa langsung masuk menemui saya yang saat itu tengah berada di sumur, mencuci pakaian kami. 

Waalaikumussalam. Dari mana aja, sih? ..." saya menjawab salam sekaligus melontarkan pertanyaan tanpa menghentikan kesibukanku mencuci pakaian. Terus terang, saat itu saya agak kesal karena suami terlambat pulang. Mana terlambatnya juga lumayan lama...

"Tolong, jangan tanya-tanya dulu ...."

Saat itulah suami berdiri tepat di hadapanku dan saya melihat jubah putih yang dikenakan suamiku penuh bercak darah. Saya sangat terkejut. Jangan-jangan terjadi sesuatu pada lelaki terkasih yang sedang kukesali ini. Perasaan bersalah kemudian mengepungku karena tadi bersikap tidak baik saat menyambut suami.

Ya Allah, ada apa ini?

"Mas Fulan kecelakaan. Sekarang, sekarat di rumah sakit." beritahu suamiku sambil bergegas mengganti pakaiannya dan memintaku merendamnya agar bercak darah bisa hilang.

Pemberitahuan itu benar-benar mengejutkanku. Bukankah tadi Mas Fulan dan suamiku pergi bersamaan dengan mengendarai motor. Mengapa tiba-tiba Mas Fulan bisa kecelakaan dan kini sekarat? Adapun kondisi suamiku baik-baik saja, tanpa ada lecet sedikit pun kecuali hanya bajunya yang kena bercak darah. Bagaimana kecelakaan itu terjadi dan mengapa hanya Mas Fulan yang sekarat?

Baca Juga: Pada Sebuah Bentor

Pertanyaan-pertanyaan itu terpaksa kusimpan dulu karena suami memintaku bergegas mengganti baju sekaligus mengganti pakaian Abdullah, sulung kami. Suami kemudian mengajak kami ke rumah sakit saat itu juga. Jarak antara rumah dan rumah sakit lumayan jauh sehingga kami harus segera bersiap.

Saat dalam perjalanan, barulah suami menceritakan apa yang telah terjadi. 

Siang itu, sesuai kesepakatan sebelumnya, Mas Fulan datang menjemput suami dan rencananya mereka akan ke kota untuk satu urusan. Ketika urusannya selesai, keduanya pun pulang. Saat menyusuri jalan poros yang siang itu tidak terlalu ramai, tiba-tiba sesuatu jatuh dan tepat menimpa Mas Fulan yang tengah membawa motor. 

Seketika Mas Fulan terjatuh, begitu juga dengan suami. Mas Fulan dan  motor tergeletak diam di jalan, sementara suamiku masih sempat menyelamatkan diri, lalu berdiri secepatnya.

Melihat Mas Fulan terjatuh, segera suamiku menghampirinya. Saat itulah, suami menyadari kalau Mas Fulan tidak sadarkan diri.  Secepat mungkin, suamiku segera  membawa Mas Fulan ke rumah sakit.

Sebenarnya, apa yang jatuh dan menimpa Mas Fulan? Sayangnya, saya tidak berani menyebutkannya karena khawatir melanggar pasal pencemaran nama baik. Yang pasti, pelaku itu telah berbuat sangat dzalim. Pihak mereka berusaha membantah keterangan suamiku yang menjadi saksi mata di kejadian tersebut akan penyebab kecelakaan. Tentu saja, saya dan pihak keluarga Mas Fulan lebih percaya pada keterangan suami, apalagi bukti-bukti yang ada memang mengarah ke sana.

Perbuatan pelaku telah melenyapkan satu nyawa, membuat seorang istri kehilangan suami, membuat anak-anak menjadi yatim, membuat seorang ibu kehilangan anak kesayangannya, membuat saudara-saudara kehilangan saudaranya, dan membuat kami kehilangan sahabat terbaik sepanjang masa.

Saat itu, pelaku bahkan lebih memilih menyelamatkan diri dengan berdusta daripada mengakui kesalahannya. Entah apa yang terjadi dengan pelaku saat itu dan kini. Yang jelas, perbuatannya harus dipertanggungjawabkannya kelak di akhirat nanti, kecuali ia segera menemui keluarga Mas Fulan, ahli warisnya untuk meminta maaf. Ya, Mas Fulan kemudian meninggal dunia beberapa saat kemudian di rumah sakit dan meninggalkan seorang istri dan dua anak perempuan yang masih kecil.

Preman Insyaf



Jika boleh diibaratkan, saya akan mengatakan kalau sosok Mas Fulan seolah-olah penggambaran akan sosok Amirul Mukminin, Umar bin Khattab Radhiallahu anhu. Setidaknya,  dalam perjalanan dakwah ahlu sunnah wal jamaah di kota kecil itu. 

Dalam Islam, Umar bin Khattab adalah sosok yang mampu membuat gentar musuh-musuhnya. Sejak keislamannya diikrarkan, kaum kafir Quraisy yang sebelum keislamannya senantiasa mengganggu kaum muslimin kemudian tidak lagi berani sebebas dulu. Kehadiran Umar bin Khattab dalam Islam ibarat tameng yang akan senantiasa melindungi saudara-saudara seakidahnya.

Mungkin, seperti itulah sosok Mas Fulan. Sebelum berhijrah, beliau adalah sosok  jagoan yang tidak takut pada apa pun dan siapa pun. Badannya yang besar dengan suara yang menggelegar mampu membuat gentar siapa saja yang berhubungan dengannya. Karenanya, tak banyak yang mau berurusan dan mencari masalah dengannya. Kalaupun harus berhubungan, mereka lebih memilih mengalah daripada babak belur.

Alhamdulillah, setelah hidayah menyapa, pelan-pelan beliau mengubah dirinya menjadi lebih baik. Tidak hanya mengubah dirinya, beliau juga getol mengajak teman-teman sesama "preman" kampung untuk ikut ngaji. Tidak hanya itu, Mas Fulan akan langsung pasang badan sekiranya ada yang berani mengusik majelis-majelis ilmu yang dihadirkan di kota kecil tersebut.

Para pengusik pun akan berpikir dua kali untuk berurusan dengan Mas Fulan. Alhamdulillah,  kehadiran Mas Fulan laksana bodyguard yang siap melindungi suamiku yang sejak setahun lalu ditugaskan di kota kecil itu. Tentu saja, bukan perkara mudah menjadi seorang dai di tengah-tengah masyarakat yang kesehariannya jauh dari mengamalkan nilai-nilai Islam.

Perubahan Mas Fulan, boleh jadi karena doa adik-adiknya. Meski setelah berhijrah, adik-adiknya justru mendapatkan banyak rintangan dari Mas Fulan, mereka tak pernah lelah mendoakan agar saudara laki-laki mereka dilembutkan hatinya. Alhamdulillah, doa-doa yang dilangitkan itu dikabulkan. Mas Fulan pun berubah 180 derajat. Masya Allah, sungguh, Allah Maha Membolak-balikkan hati manusia.

Kini, semua telah berlalu. Entah, apakah kejadian ini membawa trauma di hati keluarga Mas Fulan atau tidak. Yang jelas, beberapa hari yang lalu, salah seorang saudaranya menceritakan bahwa ternyata saat itu ibunya tidaklah langsung ridha melepaskan anak kesayangannya pergi begitu saja.

Hingga kemudian, salah seorang saudaranya yang lain bermimpi. Dalam mimpinya, Mas Fulan datang menemui saudaranya dalam keadaan kepala dibalut perban. Saat ditanya mengapa ia datang, padahal sudah meninggal, Mas Fulan pun mengatakan kalau ia datang karena masih ada di keluargannya yang belum ikhlas melepaskannya.

Semua tahu kalau itu adalah ibu Mas Fulan. Ketika diberitahukan akan mimpi ini, ibu Mas Fulan pun menangis dan mengatakan bahwa memang ia belum ikhlas melepaskan anak yang telah dikandungnya pergi begitu saja secara mendadak. Di usianya yang telah sepuh, seharusnya anaknya yang mengurus kematiannya bukan justru sebaliknya, ia yang harus menerima kenyataan anaknya berpulang terlebih dahulu.

Ibu Mas Fulan masih belum bisa menerima kenyataan tersebut. Kenyataan bahwa nyawa anaknya direnggut begitu saja, bahkan si perenggut nyawa itu kemudian menghilang begitu saja. Ia  tak juga menampakkan batang hidungnya sedikit pun, meski hanya sekadar untuk meminta maaf kepada keluarga yang ditinggal.

Keikhlasan Keluarga



Alhamdulillah, ibu Mas Fulan pun mau mengikhlaskan kepergian anaknya. Bagaimanapun, semua yang terjadi adalah kehendak Allah Subhanahu wa ta'ala. Apa pun itu, itulah yang terbaik bagi semuanya.

Meski berat, ada satu kesyukuran yang diungkapkan saudara Mas Fulan. Insya Allah, Mas Fulan pergi dalam keadaan terbaik. Mas Fulan pergi dalam keadaan telah bertobat dan menyesali semua perbuatannya terdahulu dan kini menjalani hari-harinya sebagai satu sosok yang baru. Selain itu, Mas Fulan pergi dalam keadaan tengah berdakwah di jalan Allah. 

Semoga kepergian Mas Fulan terhitung sebagai syahid fi sabilillah. 

Aamiin Ya Rabbal A'lamin.








  








  • Share:

You Might Also Like

3 Comments

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging