Minggu, Juni 30, 2013

DENGAN MIYAKO, PELANGGAN ICE BLENDED-KU SEMAKIN RAMAI

Setelah mempertimbangkan masak-masak, siang itu aku memutuskan untuk membeli sebuah blender. Semakin hari  permintaan “ice blended” dari para pelanggan cilik di toko mungilku yang berhadapan langsung dengan sebuah sekolah dasar bertambah. Aku harus mengakomodir permintaan tersebut.  Jika tidak, para pelanggan cilik itu bisa pindah berbelanja ke tempat lain.
Selama ini, aku memang tidak mempunyai blender. “Belum perlu” pikirku. Lagipula  blender dengan kualitas bagus harganya selangit. Banyak sih yang murah. Namun harga tersebut sebanding dengan kualitas produknya, abal-abal.
Singkat cerita, aku yang diantar suami telah berada di bagian elektronik toko perlengkapan rumah tangga terbesar dan paling terkenal di kotaku. Aku senang berbelanja di sini, selain barang-barangnya sangat lengkap harga yang diberikan juga cukup murah disbanding toko lainnya.
Kembali ke soal blender, maka mulailah aku memperhatikan satu demi satu merk dan model blender yang kini berjejer di hadapanku. Aku pun berusaha untuk tidak tergoda dengan model dan harga murah. Selama ini aku memegang prinsip dalam membeli barang elektronik, “belilah barang dengan merek terkenal karena merek tersebut merupakan jaminan atas kualitas barang”.
Aku pun memantapkan diri untuk membeli sebuah blender dengan bermerek P meski harganya di atas harga blender yang lain. Merek tersebut adalah merek yang selama ini dipakai ibu dan mertuaku. Istilahnya, kualitasnya sudah teruji di keluarga kami.
“Mba, mau coba blender Miyako? Bagus lho, kualitasnya terjamin dengan harga bersaing” seorang SPG entah darimana tiba-tiba menghampiriku.
Mulanya aku tidak ingin menghiraukan SPG tersebut. Namun sikapnya yang santun membuatku luluh juga. Aku pun beralih mengikuti langkahnya menuju counter produk Miyako.
http://miyako.co.id/product/BL-152-GF

“Aku beli ini!” putusku pada blender dengan tipe BL-152 GF. Arg, ternyata aku telah pindah ke lain hati. Begitu mudahkah? Sebenarnya aku tidak mudah untuk jatuh cinta. Namun SPG itu berhasil meyakinkanku bahwa produk yang kini mencuri hatiku bukanlah produk abal-abal. Garansi serta kemudahan mencari spare part-nya bila ada kerusakan membuatku terpikat. Apalagi tampilan warnanya yang elegan, hijau. Suka banget.
Alhamdulillah, aku tidak salah mengambil keputusanku. Dengan harga yang tidak terlalu mahal aku telah mendapatkan sebuah blender impianku. Ternyata pindah ke lain itu tidak salah. Apalagi pindah ke Miyako.
Dan yang paling penting, jualan “ice blended”ku menjadi semakin ramai. Pelangganku bertambah. Bukan hanya pelanggan cilik, murid sekolah dasar tersebut namun juga para orang tua mereka yang setiap hari datang mengantar jemput anak-anaknya. 
Sejak itu aku makin cinta dengan Miyako. Berikutnya aku pun melengkapi barang-barang keperluan rumah tanggaku dengan produk Miyako.
Terima kasih Miyako. I love you full.

Sabtu, Juni 15, 2013

Menyemai Cinta di Negeri Jiran

Sebut saja namanya Ayu. Aku mengenalnya 13 tahun yang lalu saat kami sekeluarga pindah di sebuah kota kecil tempat suami bertugas. Ayu sekeluarga adalah keluarga baru kami selama berada di kota tersebut selama 8 tahun.  Keluarga Ayu, semuanya akrab dengan kami (mereka 13 bersaudara). Dan, persahabatan kami tetap berlanjut meski kemudian kami tak lagi menetap di kota kecil tersebut.

Sebenarnya aku tidak terlalu akrab dengan Ayu. Maklum, aku hanya sebentar mengenalnya karena tak lama kemudian ia kembali merantau dan bekerja di negeri Jiran, Malaysia. Berikutnya aku mengenalnya lewat cerita para saudaranya yang telah akrab denganku.

Senin, Juni 10, 2013

Selamat Berkat Anak-Anak


Pagi itu aku dan suami sepakat untuk berangkat melihat pesantren yang sedianya akan ditempati oleh putra sulung kami. Dengan mengandalkan motor pinjaman, aku, suami beserta kedua putri kecil kami berangkat ke pesantren yang terletak sekitar 60 km dari kota Makassar. 

Minggu, Juni 02, 2013

Komunitas Bikin Cerdas

Paragraf pertama harus berisi tulisan sebagai berikut: Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedelapan.

Tak terasa, para peserta tantangan 8 Minggu Ngeblog sudah memasuki minggu terakhir, minggu kedelapan. Usai hajatan ini kita tinggal tunggu siapa yang memiliki point terbanyak dan berhak keluar sebagai pemenang. Meski sebenarnya seluruh peserta adalah pemenang. Terutama telah memenangkan pertarungan melawan diri sendiri agar aktif mengisi blog yang telah dibuatnya (hm, sebenarnya ini lebih ditujukan untuk diriku sendiri yang suka didera rasa malas.....)

Minggu, Mei 26, 2013

NGEBLOG BIKIN CERDAS


Pertama kali kenal blog lewat salah seorang teman. Waktu itu saya masih mengajar di sebuah SDIT di kota Makassar. Setelah dijelaskan secara singkat apa itu blog maka saya pun minta dibuatkan blog (sayangnya blog itu sudah tidak bisa dibuka gara-gara saya lupa password-nya).

Minggu, Mei 19, 2013

YANG TERBAIK UNTUKKU

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keenam. Tema minggu ini ialah DUA SISI

Tak pernah terbayangkan sediktpun dalam benakku akan terdaftar sebagai salah seorang mahasiswi manis (ehm....) di  Fakultas Bahasa dan Sastra Inggris salah satu PTS di Makassar. Saya yang sejak sekolah di SMEA dan kemudian jatuh cinta pada pandangan pertama dengan  mata pelajaran AKUNTANSI sebelumnya  telah dua kali "nembak"  akuntansi UNHAS namun semua berakhir dengan patah hati.

Sabtu, Mei 18, 2013

Dilema Melatih Kemandirian Anak

Paragraf pertama harus berisi tulisan sebagai berikut: Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keenam. 

Kejahatan pada anak saat ini memang semakin marak terjadi. Tak peduli anak laki-laki ataupun perempuan, semuanya rentan menjadi korban. Sang penjahat itu seakan tak punya hati dalam memilih korbannya. Anak-anak yang lugu dan lucu itu justru tak menggugah rasa perikemanusiaannya.

Sebagai orang tua yang mempunyai anak di bawah umur tentunya hal ini menjadi kecemasan tersendiri. terlebih ketika anak-anak itu berada di luar pengawasan dan jangkauan kita sebagai orang tua.

Hal itu pula yang kurasakan. Dengan memiliki lima orang anak, serasa hati dan pikiran ini tak bisa tenang manakala mereka tak terlihat oleh pandangan mata. Rasanya kalau bisa, anak-anak itu tidak usah kemana-mana. Di sini saja, selama 24 jam berada di dekat ibu dan bapaknya. 

Namun tentu saja hal itu sulit untuk dilakukan. Mengingat anak juga tidak bisa selamanya berada di dekat orang tua mereka. Anak-anak harus sekolah, bermain, berinteraksi dengan dunia luar dan sebagainya. Dan itu tak bisa dilakukan di samping orang tua mereka.

Sebagai contoh anakku yang paling sulung, setiap hari ke sekolah menggunakan transportasi bas umum. Itupun ia harus berjalan kaki terlebih dahulu sekitar 600 meter untuk sampai ke halte bis. Sementara jalanan antara tempat tinggal kami ke halte bis tersebut  cukup sunyi dan jarang dilalui kendaraan maupun orang yang lewat di siang hari (anakku masuk siang ).

Senin, Mei 06, 2013

KISAH CINTAKU


Aku jatuh cinta pertama kali pada dunia kepenulisan waktu kelas enam SD. Saat itu ada salah seorang teman sekelasku, namanya Verni, jago buat puisi dan puisinya itu sering dimuat di harian Pedoman Rakyat (salah satu koran daerah di Makassar yang kini sudah tidak terbit lagi). Hampir tiap senin, Verni memamerkan karyanya yang dimuat di hari Ahad. Dan yang bikin iri, Verni sekalian memproklamirkan honor yang diterimanya. Rp 500/puisi. Jumlah yang cukup banyak untuk anak SD di tahun 1986. (hehehe, ketahuan umurnya deh...)

Minggu, Mei 05, 2013

BIRU IS ME

Paragraf pertama harus berisi tulisan sebagai berikut: Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu keempat.

Aku suka biru. Sejak dulu sampai sekarang kesukaanku itu belum berubah. Aku suka biru karena warna itu menurutku 'aku banget'. Biru adalah perwakilan dari kemandirian dan ketegaran. Dua sikap yang selalu kujadikan tuntunan dalam melangkah.

Sabtu, April 27, 2013

Mamaku Inspirasiku

 Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu ketiga.

Mamaku hanyalah seorang perempuan biasa. Seorang perempuan cerdas yang terpaksa menguburkan cita-citanya tatkala harus menuruti keinginan kedua orang tuanya untuk segera menikah. Ya, di usia sekitar 15 tahun, saat masih duduk di bangku SMP, mama menjadi pengantin dan menikah dengan bapak. Semuanya berlangsung di tahun 1972.


Dua tahun kemudian lahirlah anak pertama mereka. Seorang anak perempuan yang cantik dan imut. Itulah saya, hehehe....Berturut-turut selang setiap dua tahun lahirlah anak kedua, ketiga dan seterusnya hingga yang kesembilan. 

Qadarallah, ketika adik bungsuku baru berumur satu bulan, Allah menakdirkan kami menjadi anak yatim. Rasanya sangat sulit menerima semua itu. Saat saya masih remaja, kelas 2 SMA, harus kehilangan Bapak. Kepala keluarga sekaligus pelindung kami selama ini.

Kepergian Bapak yang  mendadak, membuat Mama sangat terpukul. Masih tergambar jelas bagaimana saat itu Mama hanya bisa menangis dan terduduk lemas tak tahu harus berbuat apa. Melihat semua itu, rasa tanggung jawab sebagai anak sulung membuatku segera mengambil kendali. Atas saran tetangga, aku kemudian membawa adik-adikku yang masih kecil untuk beristirahat di rumah salah seorang tetangga karena saat itu rumah kami sangat ramai sehingga adik-adik bingung dan sedikit ketakutan dengan kesibukan dan keramaian yang terjadi.

Setelah kepergian Bapak, maka kini Mama menjadi single parent. Tentu saja bukan hal yang mudah menjadi ibu sekaligus bapak bagi sembilan anak yang masih kecil-kecil.   Alhamdulillah, Mama berhasil melewati semua itu. Kini anak-anaknya sudah besar. Malah si bungsu hari ini akan diwisuda setelah menyelesaikan studi s 1 nya di bidang hukum Universitas Muslim Indonesia.

si bungsu Sarjana Hukum
 
undangan wisuda



Kini, kami sembilan bersaudara telah besar bahkan sebagian telah menjadi orang tua. Ibu kini telah memiliki 17 orang cucu. 5 orang cucu dariku, 3 dari anak kedua, 8 cucu dari anak keempat serta 1 cucu dari anak keenam. 
4 anakku minus si kecil
3 cucu dari anak kedua
minus 2 yg kecil
cucu dari anak keenam

Setelah menjadi orangtua, saya pun baru menyadari sepenuhnya betapa mengagumkannya sosok mamaku. Membesarkan 9 orang anak seorang diri bukanlah hal yang mudah, banyak air mata, pengharapan serta pengorbanan selama kurung waktu itu.

Dengan menyadari kehebatan Mama itulah yang membuatku senantiasa menjadikan mama sebagai patokanku, sebagai ukuranku maupun sebagai inspirasiku. Setiap kali kelelahan maupun kewalahan menghadapi tingkah laku kelima anakku maka aku segera menghadirkan sosok Mama untuk kembali menguatkanku.

"Lihat, mama bisa membesarkan kesembilan anaknya seorang diri masa kamu baru menghadapi 5 anak sudah menyerah...." demikian motivasi yang selalu kuhadirkan.

Kini aku semakin  menyadari ternyata Mamaku bukanlah perempuan biasa. Mamaku adalah perempuan yang luar biasa. I love you, Mom....

 
My Mom



















Minggu, April 21, 2013

Inspirasi Kebaikan Sang Dokter

Namanya dr Munirah Said, seorang dokter spesialis penyakit dalam yang kukenal ketika pertama kali membawa anak sulungku yang saat itu masih bayi berobat di tempatnya. Meski saat itu beliau masih berstatus dokter umum tapi pasiennya kebanyakan adalah ibu hamil serta anak-anak. Tak heran kalau awalnya aku sempat mengira beliau dokter kandungan ataupun dokter anak.

Pribadinya yang supel dan sederhana membuat siapa saja bisa langsung akrab dan suka padanya. Termasuk aku. Saat itu dengan sabar ia menjawab setiap pertanyaanku seputar  penyakit anak. Tak ada kesan berat maupun enggan di wajahnya. Padahal saat itu pasien yang lain juga tengah antri di belakangku. Sungguh, sebuah sikap yang sangat berbeda jauh dengan para dokter yang selama ini kukenal. Biasanya dokter yang kudatangi hanya mau menjawab pertanyaanku dengan kalimat-kalimat pendek bahkan terkadang aku harus mengejarnya hanya untuk mendapatkan sepatah dua patah pernyataan. Hal itulah yang membuatku terkadang malas berobat  ke dokter.

Satu lagi yang berkesan dikunjungan pertamaku ialah ketika hendak pulang dan menanyakan berapa biaya yang harus kukeluarkan dengan berat hati dokter Munirah menyebutkan nominalnya. Berulang kali ia meminta maaf dan menjelaskan bahwa harga yang tak seberapa itu adalah harga obat yang ia juga beli di luar sana. Untuk jasa yang ia berikan, ia malah tak minta apa-apa. 

Sejak itu aku seakan menemukan pencerahan. Sosok dokter yang selama ini berada dalam stigma negatif di benakku pelan-pelan mulai susut. "Ternyata masih ada juga dokter yang baik...." batinku.

Aku pun mulai mempromosikan "penemuanku" itu. Termasuk di keluarga dan kenalanku. Setiap ada yang sakit maka aku menganjurkan untuk berobat ke dokter Munirah. Mulanya mereka pun tak percaya.
"Hari gini ada dokter praktik murah, mimpi kale......"
"Memangnya dia beneran dokter? Jangan-jangan dokter-dokteran"
Begitu komentar yang dilontarkan kepadaku. Aku memahami ketidakpercayaan itu. Bukankah aku dulunya juga berpendapat seperti itu,  

Tapi setelah bertemu dan berobat langsung di tempat praktik beliau, maka sama seperti diriku. Mereka pun takjub dan  mengakui kebenaran promosiku. Mereka mau mengakui bahwa masih ada "manusia langka" seperti itu.

"Lalu dokter itu makan apa kalau pasiennya diberi tarif murah. Sekolah dokter kan mahal apa dia tidak merasa rugi sudah kuliah mahal-mahal tapi penghasilannya sedikit?"
Pertanyaan di atas dititipkan salah seorang kerabatku untuk dokter Munirah. Ketika hal itu kutanyakan ke beliau, maka jawabnya : "Alhamdulillah, saya dapat gaji dari rumah sakit lagipula gaji suamiku juga lebih dari cukup" Masya Allah.

Pernah suatu ketika aku kembali membawa salah seorang anakku yang sedang sakit ke tempat praktiknya. Untuk yang kesekian kalinya ia menolak menerima pembayaran dariku. Begitulah, hanya di pertemuan pertama ia memberi harga atas obat yang diberikannya. Di pengobatan berikutnya, ia tak lagi mau dibayar. Alasannya ia masih punya uang. "Nantilah kalau butuh, saya pasti minta pembayaran kok" ucapnya lembut. 
Ketika hendak pulang, ia seperti teringat sesuatu. Kemudian ia memintaku menunggu dan bergegas masuk ke dalam rumahnya.

"Ini ada sedikit sembako dari seorang donatur yang dibagikan kepada para pembina TPA. Ummu kan membina TPA di rumah, jadi sembako ini untuk ummu"
Aku hampir menangis saat itu. Allah memang Maha Tahu, saat itu kehidupan kami belum seperti sekarang. Masih susah. Berobat secara gratis saja sudah merupakan berkah. Ditambah lagi dengan bantuan sembako yang memang sangat kami butuhkan maka berkah itu terasa semakin dan semakin besar. Tak cukup dengan itu, dokter Munirah hampir saja memberiku ongkos pulang tapi dengan cepat aku menolaknya. 
"Sudah cukup, dokter. Anda sangat baik. Terlalu baik...."ucapku sambil menyeka butiran yang sempat keluar dari ujung mataku. 
Aku terharu. Sangat terharu dengan semua kebaikannya.Bayangkan, mana ada di zaman ini orang yang pergi berobat bukannya dimintai pembayaran tapi malah dibagikan sembako?

Kebaikan demi kebaikan yang dilakukannya ternyata berlaku untuk semua orang. Tak heran kalau semua orang memujinya. Menyanjung kebaikan hatinya.

Qadarallah,beliau tak berumur panjang. Penyakit kanker yang bersarang di tubuhnya akhirnya merenggut nyawanya. Semua berduka. Merasa sangat kehilangan akan sosok dokter dermawan dan ramah itu. Entah dimana lagi aku bisa menemukan sosok dokter seperti dirinya.

Padamu dokter Munirah. Terima kasih karena telah mengajarkan kebaikan kepadaku lewat sikap dan lakumu. Semoga aku bisa mengikuti langkahmu. Menebar kebaikan kepada siapa saja.

Ya Allah, ampunkanlah dosa-dosa dokter Munirah. Terimalah semua amal kebaikannya selama di dunia ini dan berilah ia tempat yang layak. Aamiin.



Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba blog "Wanita Terinspiratif" Zalora Indonesia Dan Blog Zalora 


Selasa, April 16, 2013

Budaya Makan

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedua.

"Orang Malaysia doyan makan" demikian kesimpulan yang kuambil ketika pertama kali menginjakkan kaki di bumi Semenanjung Malaysia ini. Bagaimana tidak, disepanjang jalan banyak  kujumpai kedai maupun gerai makanan bertebaran. Yang mengherankan, pada jam makan semua tempat tersebut selalu saja ramai. (catat, semuanya lo bukan hanya 1 atau 2).  Padahal terkadang antara tempat makan satu dengan yang lainnya berjarak cukup dekat tapi tetap saja semuanya ramai oleh pengunjung. Sepertinya semua penduduk tumplek di sana. 
Melihat hal itu, mendadak otak bisnisku jalan, "hm, kayaknya bagus nih jualan makanan di sini....". Tapi ketika diberitahu prosedurnya maka langsung deh aku membatalkan niat. Ribet bo.....
Anak-anakku sedang memilih menu di salah satu kedai makan

salah satu kedai makan yang buka dari jam 5 sore- 5 subuh

Lihat saja di ujung jalan dekat tempat tinggalku, setiap pagi ada 4 gerai yang berjualan makanan. Di pagi hari biasanya mereka menjual menu sarapan seperti  nasi lemak yaitu nasi santan yang dilengkapi dengan ikan bilis kering,kacang  goreng, telur rebus atau telur dadar dan seiris timun plus sambal khas) dan kue-kue. Mereka biasanya berjualan dari jam 7. 30 -10 pagi.
Menjelang waktu makan siang maka kedai makanan pun mulai buka. Kalau sudah begitu biasanya jalanan menjadi macet karena kendaraan (kebanyakan bermobil) di parkir di tepi jalan sehingga jalalan menjadi sempit. Setelah itu kedai menjadi sepi dan akan kembali ramai pada sore hingga tengah malam.

menikmati udara sore di kedai makan

Kebetulan ada salah seorang kawan dari Sulawesi yang merantau ke negeri ini. Alhamdulillah, setelah ke sana ke mari bekerja berganti majikan akhirnya ia bisa membuka usaha sendiri. Sebuah gerai yang menjual aneka jajanan sore dikelolanya di tanah milik kerajaan yang berada tepat di persimpangan jalan. Sehari-hari ia berjualan di tempat tersebut, menjual bermacam jenis kue dan gorengan hasil buatannya sendiri. Ia membuka usahanya dari jam 3 sore hingga jam 7 petang.  

Hasilnya? Ia bisa menyekolahkan anak semata wayangnya ke sekolah cina dan mengikuti aneka tuition yang biayanya tidak sedikit. Setidaknya untuk biaya sekolah dan tuition ia harus menyiapkan RM 750 setiap bulannya untuk anaknya yang baru kelas 1 SD. (sst RM 1 = Rp 3000, so 750 = 2juta 250 ribu rupiah). Ini belum termasuk uang jajan dan uang insidential lainnya lho.

"Semua ini karena kesukaannya orang Malaysia untuk makan. Sampai-sampai ada pemeo bahwa Orang Malaysia bisa mati gara-gara makan. Tapi tidak mengapa, itu justru menguntungkan pedagang makanan seperti saya" kata teman saya itu sambil tergelak.

Iyalah, gimana dia tidak tergelak, meski  cuma "gerai buruk", julukan yang ia berikan untuk gerai jualannya, tapi penghasilannya   bikin ngiler. Kalau sedang sepi ia "hanya" mendapat RM 300/hari tapi kalau sedang ramai apalagi kalau lagi musim cempeda, maka ia bisa mendapat RM 600/hari. Coba dikali dalam rupiah, lumayan kan? Tidak heran kalau ia kini bisa membeli ruko dan mobil avanza.  Hikz, jadi pengen jualan kue juga nih....

Gerai kawanku
Oh ya, saya jadi ingat dengan satu pengalaman lucu antara anakku dengan salah seorang kawannya. 
Kawan anakku : Mak kau pasti pintar masak. (pertama kali dengar ibu disebut Mak jadi ingat di kampung..)
Anakku            : Lho kok tahu? 
Kawan anakku : Kau kan makan di rumah je, tak pigi kat kedai makan....
Anakku            :  (dalam hati) ye, itu kan karena gak punya duit sebanyak kau.......

Usut punya usut, ternyata kawan anakku tak pernah dimasakin ibunya. Tiap mau makan langsung masuk kedai makan. Praktis.

terima kasih atas kunjungannya










Minggu, April 14, 2013

Di Sekitarku

 
pemandangan   dari atas flat


Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu pertama

Tak terasa sudah hampir dua tahun kami sekeluarga tinggal di sini, dilantai 3 Flat Taman Tropika, Selangor Malaysia. Alhamdulillah, meski tidak terlalu betah tapi ternyata kami bisa bertahan selama itu. Padahal awalnya kami cuma ingin sementara tinggal di sini. Tapi ternyata malah keterusan.

Flat Taman Tropika sebenarnya ada dua, yakni Flat Taman Tropika A dan B. Nah kami tinggal di flat B nya. Secara fisik, bangunan keduanya sama saja. Bedanya flat A terdiri dari 5 lantai dan flat B 4 lantai. Persamaannya lagi  keduanya sama-sama tidak memiliki lift. Jadi, bersiaplah ngos-ngosan setiap kali berkunjung ke tempatku. 

tempatku paling atas sebelah kiri yang ada jemuran baby berwarna biru (sebenarnya masih ada 1 tingkat lagi tapi tidak kelihatan di foto)

Perbedaan yang lain, flat B dilengkapi dengan dua orang petugas cleaning service dan dua orang security (satpam) sedang flat A tidak. Secara rutin petugas cleaning service itu membersihkan flat. Mulai dari halaman hingga lorong lantai setiap tingkatan. Sepertinya mereka sepasang suami istri. Sayang, saya belum pernah berkesempatan berbincang-bincang dengan keduanya.

Sedang kedua security itu secara shift mereka bergantian  bertugas di pintu masuk. Keduanya adalah warga tempatan keturunan Pakistan dan India. Keduanya sangat ramah terutama pada anak-anak penghuni flat. Beberapa kali kudapati mereka bermain bersama. Di pos penjagaan tentunya.
Tugas kedua security itu ialah memeriksa kendaraan yang akan memasuki flat. Tanpa sticker penanda bahwa anda penghuni flat maka jangan harap kendaraan anda dibolehkan melewati portal yang selalu dalam kedaan tertutup. Hal itu kami rasakan ketika minggu pertama belum mendapatkan sticker. Akibatnya, mobil kami terpaksa numpang parkir di flat A. 

Security lagi jagain portal

Sedang kelebihan flat B dibanding tetangganya ialah flat A mempunyai surau. Sebuah mushalla yang super duper dingin terutama saat shalat subuh dan cuaca mendung. Surau yang berukuran sekitar 10x15 itu dilengkapi dengan beberapa buah AC,  6 kipas angin besar yang menempel di langit-langit surau serta 1 buah kipas angin berdiri. Pada waktu shalat semuanya dalam keadaan on. (informasi ini kudapat dari anakku karena saya sendiri belum pernah masuk ke sana).
Kembali ke flat B, flat yang kami tempati. Yang membuat kami kurang betah tinggal di sini selain soal ngos-ngosan karena berada di lantai 3 juga karena antar sesama penghuni kurang bersosialisasi. Tak heran, selama dua tahun disini, aku hanya mengenal beberapa orang saja. 
Opa, seorang ibu tua yang tinggal di lantai dasar. Beliau selalu ramah  menyapa kami setiap kali kami melewati tempatnya menuju tempat parkiran kendaraan kami.  Mba Ti dan keluarganya yang berada di lantai 1. Warga Indonesia yang berasal dari Medan. Saya mengenalnya karena anak-anak kami bersekolah di tempat yang sama. Ummu Nabila, seorang warga tempatan yang juga tinggal di lantai 1. Saya mengenalnya karena pernah menumpang di mobilnya saat   pengambilan raport sekolah anak. Cik Nora, penanggung jawab flat yang tinggal di lantai dasar. Sepasang suami istri dengan 3 orang anak perempuan usia balitanya. Kami tak tahu namanya karena hanya berjumpa sesekali karena kebetulan tinggal di lantai yang sama. Terakhir, keluarga Ustadz Jasman yang tinggal di lantai paling atas, lantai 4, tempat anak-anak mengaji.


lorong di lantai 3

Nah lo, hanya sedikit kan kenalanku? Sebenarnya tidak perlu heran karena dalam keseharian semuanya serba tertutup. Bagaimana mau kenalan  bila di subuh hari satu persatu mereka telah meninggalkan rumah menuju tempat aktivitas masing-masing. Ayah ibu menuju kantor, sedang anak-anak menuju sekolah ataupun tempat penitipan anak. Menjelang maghrib satu-satu baru kembali dari tempat aktivitas. Weekend? Flat kembali menjadi sunyi karena biasanya mereka pulang kampung. So…gimana mau kenalan? 


pagar besi yang selalu dalam keadaan tergembok 







Kesamaan antara flat A dan B yang lain ialah keduanya mempunyai taman bermain. Tiap sore, taman ini diramaikan oleh anak-anak penghuni flat. Termasuk keempat anakku. Taman ini terletak di belakang flat. Meski tidak terlalu besar tapi cukup nyaman dan bersih. Anak-anak dijamin betah bermain di sana.

taman bermain flat B



terima kasih atas kunjungannya

Senin, April 08, 2013

LOST IN LEBUH RAYA



wajah letih keempat anakku

Paling sukaaaaaaa dengan foto ini. Natural bangets (kata lain dari jelek, kali ya). Foto ini iseng aku ambil ketika mobil kami berhenti di pinggir jalan lebuh raya (jalan tol). Hups, bukannya aku gak tahu kalau di jalan tol gak boleh berhenti sembarangan. Cuma, saat itu mobil yang kami pakai harus berhenti setelah dari arah belakang keluar asap yang lumayan banyak.

Rabu, Januari 02, 2013

Catatanku di 2012

Jejakku di 2012

Semuanya bermula dari lolosnya naskahku di ajang audisi menulis yang diadakan Group Belajar Menulis Gratis-nya Bang Jonru Ginting. Tulisan pertama yang kubuat setelah hampir 14 tahun meninggalkan dunia tulis menulis membuatku kembali percaya diri. Ternyata aku masih bisa menulis. Setelah sekian lama tak menarikan jemari di tuts keyboard (zamanku dulu masih pakai mesin ketik brother, mesin ketik yang kubeli dari kumpulan honor tulisanku kala itu).


Cover Antologi Pertamaku

Keberhasilanku di ajang audisi itu membuat semangat menulisku tumbuh kembali. Berbekal informasi yang banyak berseliweran di akun facebook maka akupun mulai kembali memasang target kira-kira ajang yang mana yang akan aku ikuti.

Aku pun kembali mengikuti sebuah audisi menulis, kali ini membahas tentang facebook. Sayangnya, di audisi tersebut naskahku tidak lolos. Setelah kucek ternyata naskahku tidak memenuhi kriteria lomba tersebut. Ala "Chicken soup", itu yang membuat naskahku terpelanting. Hmmm, satu pelajaran yang kudapat. Ternyata ilmu kepenulisanku telah kadaluwarsa. Aku pun gugling mencari tahu seperti apa sih tulisan ala "sup ayam" itu.

Alhamdulillah, setelah dapat ilmu barunya aku pun kembali berburu audisi. Apalagi kala itu aku telah bergabung di dua group kepenulisan khusus perempuan. Hasilnya, 6 buah antologi yang saat ini sedang dalam proses. Mudah-mudahan bisa segera terbit dalam waktu dekat.

Ada catatan kecilku juga di sini

Antologi keduaku, "A Cup of Tea for Writer" terbitan Stiletto Book, boleh dibilang penuh kejutan. Tak nyana sama sekali. Aku mengirimnya di detik detik menjelang DL dan tanpa harapan sama sekali. Menurutku naskahku disitu terlalu biasa. Apalagi setelah melihat banyaknya saingan yang ikut audisi tersebut. Tapi itulah takdir...rezeki memang takkan kemana...

Tulisanku di antologi kedua


Antologi  Keduaku


Antologi ketiga yang telah terbit ialah "Serba Serbi Mudik Seri 2" terbitan Deka Publisher. Ini cover dan sertifikatnya....

Sertifikat di Antologi Ketigaku

Antologi Ketigaku

  Menjelang tutup tahun 2012, antologi keempatku dilaunching. "Hei, Ini Aku : Ibu Profesional!" terbitan Leutikaprio. Sebuah antologi hasil ramuan Institut Ibu Profesional.

Antologi Keempatku

Sertifikat dari Antologi Keempatku

Di tahun 2012, sebuah  tulisanku sempat menembus media. Tulisan perjalanan yang dimuat di Koran Republika rubrik jalan-jalan religi. Tulisan tentang Masjid Putrajaya Masjid Merah Muda.

Masjid Putrajaya

Tulisanku di Republika



Kuakui, hanya sedikit yang berhasil kucapai di 2012. Tahun yang kusebut sebagai tahun kembalinya aku di dunia kepenulisan. Semoga di tahun mendatang aku bisa lebih banyak lagi menghasilkan karya. Karya yang akan membuat aku dikenang. Karya yang dapat membawa ke arah kebaikan. Karya yang menunjukkan bahwa aku pernah ada di bumi ini. Karya yang dapat menjadi amal jariyahku, nantinya. Aamiin.....