Budaya Makan

By HAERIAH SYAMSUDDIN - Selasa, April 16, 2013

Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu kedua.

"Orang Malaysia doyan makan" demikian kesimpulan yang kuambil ketika pertama kali menginjakkan kaki di bumi Semenanjung Malaysia ini. Bagaimana tidak, disepanjang jalan banyak  kujumpai kedai maupun gerai makanan bertebaran. Yang mengherankan, pada jam makan semua tempat tersebut selalu saja ramai. (catat, semuanya lo bukan hanya 1 atau 2).  Padahal terkadang antara tempat makan satu dengan yang lainnya berjarak cukup dekat tapi tetap saja semuanya ramai oleh pengunjung. Sepertinya semua penduduk tumplek di sana. 
Melihat hal itu, mendadak otak bisnisku jalan, "hm, kayaknya bagus nih jualan makanan di sini....". Tapi ketika diberitahu prosedurnya maka langsung deh aku membatalkan niat. Ribet bo.....
Anak-anakku sedang memilih menu di salah satu kedai makan

salah satu kedai makan yang buka dari jam 5 sore- 5 subuh

Lihat saja di ujung jalan dekat tempat tinggalku, setiap pagi ada 4 gerai yang berjualan makanan. Di pagi hari biasanya mereka menjual menu sarapan seperti  nasi lemak yaitu nasi santan yang dilengkapi dengan ikan bilis kering,kacang  goreng, telur rebus atau telur dadar dan seiris timun plus sambal khas) dan kue-kue. Mereka biasanya berjualan dari jam 7. 30 -10 pagi.
Menjelang waktu makan siang maka kedai makanan pun mulai buka. Kalau sudah begitu biasanya jalanan menjadi macet karena kendaraan (kebanyakan bermobil) di parkir di tepi jalan sehingga jalalan menjadi sempit. Setelah itu kedai menjadi sepi dan akan kembali ramai pada sore hingga tengah malam.

menikmati udara sore di kedai makan

Kebetulan ada salah seorang kawan dari Sulawesi yang merantau ke negeri ini. Alhamdulillah, setelah ke sana ke mari bekerja berganti majikan akhirnya ia bisa membuka usaha sendiri. Sebuah gerai yang menjual aneka jajanan sore dikelolanya di tanah milik kerajaan yang berada tepat di persimpangan jalan. Sehari-hari ia berjualan di tempat tersebut, menjual bermacam jenis kue dan gorengan hasil buatannya sendiri. Ia membuka usahanya dari jam 3 sore hingga jam 7 petang.  

Hasilnya? Ia bisa menyekolahkan anak semata wayangnya ke sekolah cina dan mengikuti aneka tuition yang biayanya tidak sedikit. Setidaknya untuk biaya sekolah dan tuition ia harus menyiapkan RM 750 setiap bulannya untuk anaknya yang baru kelas 1 SD. (sst RM 1 = Rp 3000, so 750 = 2juta 250 ribu rupiah). Ini belum termasuk uang jajan dan uang insidential lainnya lho.

"Semua ini karena kesukaannya orang Malaysia untuk makan. Sampai-sampai ada pemeo bahwa Orang Malaysia bisa mati gara-gara makan. Tapi tidak mengapa, itu justru menguntungkan pedagang makanan seperti saya" kata teman saya itu sambil tergelak.

Iyalah, gimana dia tidak tergelak, meski  cuma "gerai buruk", julukan yang ia berikan untuk gerai jualannya, tapi penghasilannya   bikin ngiler. Kalau sedang sepi ia "hanya" mendapat RM 300/hari tapi kalau sedang ramai apalagi kalau lagi musim cempeda, maka ia bisa mendapat RM 600/hari. Coba dikali dalam rupiah, lumayan kan? Tidak heran kalau ia kini bisa membeli ruko dan mobil avanza.  Hikz, jadi pengen jualan kue juga nih....

Gerai kawanku
Oh ya, saya jadi ingat dengan satu pengalaman lucu antara anakku dengan salah seorang kawannya. 
Kawan anakku : Mak kau pasti pintar masak. (pertama kali dengar ibu disebut Mak jadi ingat di kampung..)
Anakku            : Lho kok tahu? 
Kawan anakku : Kau kan makan di rumah je, tak pigi kat kedai makan....
Anakku            :  (dalam hati) ye, itu kan karena gak punya duit sebanyak kau.......

Usut punya usut, ternyata kawan anakku tak pernah dimasakin ibunya. Tiap mau makan langsung masuk kedai makan. Praktis.

terima kasih atas kunjungannya










  • Share:

You Might Also Like

2 Comments

  1. Malaysia cocok saya kunjungi karena saya doyan makan... hehe

    BalasHapus
  2. Eh, orang Malaysia bilang KAU sama mamaknya? :D
    Serunya pengalaman ta' di ...

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung dan meninggalkan jejak yang baik. Happy Blogging